Dientry oleh priyo - 22 September, 2014 - 4515 klik
Klon Unggul Jati Purwobinangun

FORDA (Yogyakarta, 23/09/2014)_Saat ini kebutuhan benih unggul menjadi salah satu tuntutan dalam peningkatan produktivitas hutan tanaman, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat maupun kegiatan rehabilitasi hutan. Dalam Rencana Pembangunan Tingkat Nasional 2011-2030 pemerintah telah mentargetkan Hutan Tanaman seluas 14,5 juta Ha dengan produksi 362,5 juta m3/tahun dan MAI 25 m3/ha/tahun dan rehabilitasi seluas 11,55 juta Ha atau 580.000 ha/tahun.

“Penggunaan benih unggul dipadukan dengan teknik silvikultur menjadi faktor penting dalam peningkatan produktivitas hutan dan penggunaan benih unggul dapat mendorong percepatan pembangunan hutan tanaman”, kata Dr. Ir, Mahfud Muhtar, MP, Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta.

Namun demikian sampai saat ini, produksinya masih kurang apabila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan kayu jati (Tectona grandis Linn) di sektor industry di Jawa yang mencapai 8,2 juta m3, sementara pasokan kayu jati hanya sebesar 2,7 juta m3‑ (ITTO, 2006).

Kesenjangan antara jumlah kebutuhan dengan pasokan kayu tersebut disebabkan karena secara umum produktivitas hutan tanaman jati (T.grandis Linn) pada saat ini masih relative rendah berkisar antara 2-5 m3/ha/tahun. “Dengan adanya penggunaan materi tanaman yang baik dapat ditingkatkan menjadi 8-12 m3/ha/tahun” tegas Mahfud.

Akhir-akhir ini produktivitas jati terus ditingkatkan menjadi 15-20 m3/ha/tahun dengan rotasi yang lebih pendek yaitu 20 tahun  (Kaosa-ard, 1999; Enters, 2000).

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, telah menetapkan bahwa dalam rangka penelitian pumuliaan jenis jati diharapkan produktivitas hutan tanaman jenis penghasil kayu pertukangan daur panjang yaitu > 15 m3/ha/tahun.

Sejalan dengan kebijakan tersebut, Balai Besar Penelitian BIoteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta melakukan upaya perbaikan genetik jati melalui kegiatan pemuliaan dengan uji keturunan, uji klon, dan pengembangan teknik DNA untuk mengetahui keragaman genetic dan gen-gen yang berpengaruh pada sifat pertumbuhan pada jati. Melalui serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman jati tersebut, diharapkan akan tersedia materi genetik unggul yang dapat meningkatkan produktivitas hutan rakyat.

Kegiatan penelitian Jati (T.grandis) di BBPBPTH diawali pada tahun 2001-2002 dalam rangka pengembangan teknik perbanyakan tanaman dan koleksi materi genetik jati dari beberapa populasi sebaran jati baik di Jawa maupun luar Jawa serta pembangunan plot uji klon jati di Gunung Kidul dan Wonogiri, kata Hamdan Adinugroho, S.Hut, M.Sc, peneliti pemuliaan tanaman hutan, BBPBPTH Yogyakarta.

Tahapan penelitian diawali dengan koleksi materi genetik jati dari populasi sebaran jati seperti di DIY, Rembang, Wonogiri, Cepu, Madiun, Lampung, Pulau Muna (Sulawesi Tenggara) dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu digunakan pula materi tanaman yang di jual di pasaran dan klon jati dari Thailand.

Tahapan selanjutnya adalah perbanyakan tanaman di persemaian secara vegetatif (okulasi dan stek pucuk), pembangunan bank klon di arboretum dan pembangunan uji klon jati di 4 lokasi yaitu Gunung Kidul, Wonogiri, Banjar Baru - Kalimantan Selatan dan Kemampo - Palembang.

Pembangunan uji klon jati di Gunung Kidul menggunakan materi sebanyak 31 klon, di Wonogiri menggunakan 20 klon pada tahun 2002 dan 100 klon lagi pada tahun 2005, di Kemampu menggunakan 35 klon dan di Banjarbaru diuji sebanyak 50 klon.

Selain bahan vegetatif juga dikoleksi benih yang digunakan untuk materi pembangunan uji keturunan jati di Gunung Kidul. Pada semua plot uji genetik jati dilakukan pengukuran secara periodik setiap tahun untuk melihat kinerja pertumbuhannya. Hasil pengukuran periodik tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan bahan untuk melakukan seleksi klon/famili terbaik.

Berdasarkan hasil-hasil pengukuran dan pengamatan kemudian dipilih beberapa klon yang menunjukkan pertumbuhan terbaik pada setiap plot uji. Karakter pertumbuhan yang diukur meliputi tinggi pohon, diameter batang setinggi dada (dbh), taksiran volume pohon dan taksiran potensi riap volume tanaman.

Menurut Adinugraha mengutip Sanjaya (2011), hasil seleksi yang dilakukan diperoleh 5 klon terbaik di plot uji klon jati di Gunung Kidul pada kondisi lahan marginal dan berbatu-batu, dengan pertumbuhan tinggi rata-rata 14,57 meter, dbh 15,62 cm dengan taksiran volume pohon rata-rata 0,205 m3 pada umur 10 tahun. Sementara jati lokal (hutan rakyat) pada umur 8 tahun rata-rata tingginya  3 - 5 meter dan dbh 8 – 9 cm serta untuk mendapatkan kayu yang layak jual harus menunggu lebih dari 15-20 tahun.

“Hasil pendugaan riap volume pohon diperoleh potensi riap sekitar 24,38 m3/ha/tahun, yang hasilnya telah mencapai target riap yang diharapkan volume untuk tanaman jenis penghasil kayu pertukangan daur panjang yaitu   ≥ 15 m3/ha/tahun (Road map Badan Litbang Kehutanan, 2010)”, tegas Adinugraha.

Dari hasil pengujian berat jenis kayunya pada umur 5 tahun telah menunjukkan BJ > 0,5, sehingga secara fisik sudah dapat digunakan untuk kayu bahan bangunan.

Lebih lanjut Adinugaraha mengatakan bahwa untuk pengembangan klon-klon jati unggul hendaknya ditunjang dengan kemampuan perbanyakan vegetatifnya baik dengan stek pucuk maupun kultur jaringan. Berdasarkan hasil pengujian perbanyakan vegetatif dengan teknik okulasi terhadap kelima klon jati yang dipilih diperoleh daya pertumbuhan okulasi yang memuaskan dengan persentase jadi okulasi 71,80 – 84,20%, sedangkan secara umum daya pertumbuhan okulasi jati sangat bervariasi dengan rata-rata 35,53% (Santoso dan Wardani, 2006).

“Harapan kedepan kegiatan pemuliaan jati masih terus dapat dilakukan yang meliputi pengembangan klon-klon  jati di beberapa lokasi, sehingga dapat menambah informasi kinerja pertumbuhannya” harap Adinugraha.

“Seleksi materi genetik dari plot uji keturunan pun harus dilakukan untuk mendapatkan klon-klon baru yang memiliki kinerja pertumbuhan lebih baik. Penerapan teknologi DNA juga harus digunakan kedepan untuk memverifikasi gen-gen pengatur pertumbuhan jati dan untuk keamanan materi genetiknya ketika klon-klon jati dikembangkan secara luas di masyarakat,  “tegas Adinugraha.

Pada akhirnya pada tanggal 28 Agustus 2014, di BBPBPTH Yogyakarta diserahkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 711/Menhut-II/2014 tentang Pelepasan Klon Unggul Jati Purwobinangun (T.grandis Linn) oleh Kepala Badan Litbang Kehutanan kepada Kepala BBPBPTH secara simbolis.**(PK)

 

Hubungi lebih lanjut:

Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan Pemuliaan Tanaman Hutan

URL : http://b2pth.litbang.dephut.go.id atau http://www.biotifor.or.id

Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15,  Purwobinangun, Yogyakarta 55582, Telp. 0274 - 895954, Fax.  0274 – 896080

 

Materi terkait :

  1. Manual Budidaya Jati (Tectona grandis L.f)
  2. Benih Unggul untuk Pengembangan Hutan Jati Rakyat
  3. Peluncuran Produk Iptek/Benih Unggul Badan Litbang Kehutanan

http://www.forda-mof.org/

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Penulis : Priyo Kusumedi