Dientry oleh Tuti - 06 March, 2016 - 2500 klik
NTT mengalami Defisit Bahan Baku Nginang

BPK Kupang (Kupang, 4/3/2016)_Tradisi nginang atau konsumsi sirih, pinang dan kapur secara bersamaan merupakan tradisi yang sudah tumbuh di Indonesia sejak lama dan telah menyebar di seluruh wilayah, tidak terkecuali di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedikitnya 1,8 juta penduduk di NTT menerapkan tradisi ini. Sayangnya bahan baku nginang, yaitu pinang dan sirih tidak mencukupi kebutuhan atau defisit.

“Terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi komoditi sirih dan pinang. Defisit pinang mencapai 41,42 - 55,86% perkapita tiap tahun, Sedangkan sirih mencapai defisit sekitar 13,22 – 39,76% perkapita tiap tahun,”kata Dr. Gerson Njurumana, Peneliti BPK Kupang, saat pembahasan operasional penelitian BPK Kupang, Jum’at (19/02).

Njurumana menyatakan bahwa tingginya konsumsi kedua komoditi tersebut di NTT, tidak saja untuk tradisi nginang, tetapi juga dimanfaatkan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, baik sebagai sarana pergaulan, sosial-budaya, adat-istiadat maupun spiritual. Oleh karena itu, kedua komoditi tersebut dikategorikan sebagai spesies kunci budaya.

“Defisitnya kedua bahan baku nginang tersebut dan tingginya pemanfaatan kedua komoditi tersebut telah menempatkan kedua komoditi tersebut menjadi komoditi unggulan. Selain itu, ini bisa menjadi peluang bagi masyarakat untuk mengembangkannya dan berperan dalam konservasi lingkungan,”kata Njurumana.

Oleh karena itu, Njurumana berniat untuk mendorong masyarakat NTT untuk mengembangkan kedua komoditi tersebut di NTT yang berimplikasi terhadap berperan aktif masyarakat dalam konservasi lingkungan melalui kegiatan penelitiannya di tahun 2016 dengan tema “Pengembangan Spesies Kunci Budaya dalam Pemberdayaan Masyarakat dan Konservasi Lingkungan”.

“Pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam bentuk pengembangan demplot bersama masyarakat dan inisiasi kerjasama dengan pemda setempat untuk pengembangan dalam skala luas, sehingga memenuhi kekurangan bahan baku di NTT, serta mengurangi ketergantungan suplai bahan baku dari luar,”kata Njurmana.

Sebagai langkah awal, pada tahun 2016 akan dilakukan pengembangan demplot pinang sebanyak 7.000 anakan dengan lahan seluas 3,5 ha di Desa Loli, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan juga inisiasi kerjasama pengembangan pinang berbasis masyarakat dengan pemda di Pulau Sumba.

“Salah satu output akhir dari riset ini adalah pengolahan produk kemasan berbasis home industri agar lebih higienis untuk mengurangi resiko terhadap kesehatan masyarakat serta dapat memberikan nilai ekonomi tinggi terhadap masyarakat,”kata Njurmana.

Diketahui dari berbagai sumber penelitiaan bahwa tanaman pinang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan sebagai antioksidan baik di Cina, India maupun negara lainnya. Hal ini disebabkan karena pinang memiliki 59 senyawa aktif yang bermanfaat positif, diantaranya alkaloid, tanin, flavon, triterpen, steroid dan asam lemak. Ekstrak dan senyawa yang diisolasi dari pinang memiliki aktivitas farmakologi berupa antiparasit, anti-depressive, anti-kelelahan, antioksidan, antibakteri dan antijamur, antihipertensi, anti-inflamasi dan analgesik, anti-alergi, fungsi pencernaan, penekanan agregasi platelet, regulasi pada glukosa darah dan lipid serta untuk kesehatan kulit dan kosmetik.

Sedangkan tanaman sirih berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai antitumor. Selain itu, kedua tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan tutupan lahan dan jasa lingkungan lainnya. ***GENNA

Penulis : Tim Web BPK Kupang