Dientry oleh Rizda - 21 September, 2012 - 2846 klik
Konsep REDD, Climate Change dan Karbon Merupakan Upaya Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan

FORDA (Bogor, 21/09/2012)_“Konsep REDD, climate change dan karbon harus diartikan sebagai upaya pengelolaan hutan yang berkelanjutan”, demikian salah satu catatan penting yang disampaikan Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Ir. Nugroho, M.Sc pada Diskusi Ilmiah Hasil Penelitian di Bogor, Jumat (21/9). 

“Pendekatan Remote Sensing dapat digunakan sebagai tools dalam pemantauan perkembangan emisi dan dapat direplikasi bila kondisinya serupa, tetapi perlu dicatat bahwa tools tersebut tidak bisa menggantikan field measurements. Selain itu, hasil dari kedua penelitian yang dipresentasikan hari ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan kebijakan terkait penurunan emisi", tambah Beliau.

Hadir sebagai pemateri dalam acara tersebut dua orang Peneliti Hidrologi dan Konservasi Tanah yang baru saja menyelesaikan program akademis tertingginya, yakni Dr. I Wayan Susi Dharmawan dari Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi dan Dr. Tyas Mutiara Basuki dari Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Tyas Mutiara memaparkan hasil disertasinya tentang Kuantifikasi Biomassa Hutan Tropis: Integrasi Pengukuran Lapangan dengan Remote Sensing. Beliau menyimpulkan bahwa peningkatan akurasi estimasi Above-Ground Biomass (AGB) dapat dicapai melalui pengembangan persamaan allometrik lokal.

“Pemanfaatan data remote sensing untuk meningkatkan akurasi estimasi AGB tidak hanya tergantung pada kemajuan tipe data atau biaya gambar remote sensing, tetapi juga pada teknik yang diterapkan dalam pengolahan dan analisis data”, jelas Tyas.

Masih dengan tema yang sama, dalam paparannya Pemulihan Alam Hutan Gambut Pasca Kebakaran: Optimisme dalam Konservasi Cadangan Karbon, I Wayan menyimpulkan bahwa optimisme dalam konservasi cadangan karbon hutan gambut bekas kebakaran sangatlah tinggi. Tingkat serapan karbon (removal factor) pada hutan gambut bekas kebakaran adalah sebesar 3,70 ton C/ha/tahun atau setara 13,5 ton CO2/ha/tahun. Sehingga surplus serapan karbon sebesar 4,57 ton CO2/ha/tahun.

I Wayan menyarankan supaya nilai tingkat serapan karbon hasil penelitian tersebut dapat dijadikan untuk penghitungan emisi dengan metode nett emission dan hasil persamaan allometrik yang diperoleh dapat digunakan pada areal hutan gambut kritis akibat kebakaran di Kalimantan Tengah. Sedangkan bagi pengambil kebijakan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar ilmiah untuk mendukung program moratorium hutan dan lahan gambut yang diamanahkan dalam INPRES No. 10 tahun 2011.

Acara yang diselenggarakan di Ruang Sudiarto, Bogor tersebut dihadiri 37 orang peserta diskusi yang berasal dari beberapa unit kerja, baik pusat maupun daerah lingkup Badan Litbang Kehutanan. Bukan saja pegawai yang masih aktif, dua orang pensiunan peneliti, Dr. Ngaloken Ginting dan Ir. Rusli Harahap, M.Sc dengan antusias hadir pada Diskusi Ilmiah tersebut. Acara diskusi yang didominasi peneliti tersebut berjalan dinamis, hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan dan masukan yang disampaikan para peserta kepada pembicara. Di akhir acara, sebelum ditutup oleh Ir. Nugroho, M.Sc mewakili Sekretaris Badan Litbang, diadakan doorprice yang didapatkan oleh Yanto dari Puspijak dan Anita dari Puskonser.(RH)***