Dientry oleh Editor - 04 February, 2013 - 4023 klik
Berdasarkan Riset, Pegunungan Mekongga Layak sebagai Kawasan Konservasi

mekonggaPuskonser (Bogor, 31/01/13)_International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) Indonesia menilai hutan lindung Pegunungan Mekongga di Sulawesi Tenggara secara ilmiah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi.  

Penilaian ini didasarkan pada kajian Tim Associate Program (AP)-4 ICBG terhadap hasil-hasil riset AP-1, AP-2 dan AP-3 serta kesesuaian dengan kriteria yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang ada.  Associate Program (AP)-4  memiliki tugas utama meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat lokal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati.

“Kalau kawasan Pegunungan Mekongga ini bisa menjadi kawasan konservasi, mungkin ini adalah kawasan konservasi pertama yang usulannya berdasarkan hasil riset,” kata Ir. Adi Susmianto, M.Sc., Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) sekaligus Advisory Board ICBG, pada pembukaan Lokakarya Usulan Perubahan Fungsi Hutan Lindung Komplek Hutan Pegunungan Mekongga Menjadi Taman Nasional di Kendari, Selasa (22/01).

“Hampir semua kriteria untuk menjadi kawasan konservasi terpenuhi, yakni kriteria fisik wilayah, biologi, ekologi, hidrologi dan sosial ekonomi,” kata Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Utama di Puskonser yang juga merupakan AP-4 Leader, di Kendari, Selasa (22/01).   

Lebih lanjut Dr. Hendra menyampaikan, secara akademik akan ditambahkan kajian tentang kearifan masyarakat di sekitar Mekongga. Tujuannya agar persepsi masyarakat dapat diakomodasi sebagai bagian dari pola manajemen penetapan dan pengelolaan kawasan.

Sejak tahun 2011 APP-4 telah merintis komunikasi yang baik dengan berbagai stakehlders dan membangun persepsi di tingkat lokal, kabupaten hingga Provinsi Sulawesi Tenggara tentang pentingnya melindungi Pegunungan Mekongga.

“Associate Program (AP)-4 ICBG telah berhasil menggalang dukungan di tingkat lokal (kabupaten) untuk mengusulkan kawasan Pegunungan Mekongga yang sebelumnya berstatus Hutan Lindung untuk ditingkatkan menjadi Hutan Konservasi,“ kata Ir. Adi Susmianto, M.Sc.Untuk itu, AP-4 telah menyiapkan draft Naskah Akademik Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung Pegunungan Mekongga Menjadi Hutan Konservasi.

Dukungan lokal tersebut tergambar dari sambutan positif Pemerintah Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Utara pada workshop“Masa Depan Mekongga” di Lasusa, Kab. Kolaka Utara , 15 November 2011 lalu. Melalui workshop yang dihadiri pejabat Pemda Kolaka dan Kolaka Utara serta para stakeholder termasuk indigenous people, tokoh adat, LSM lokal serta guru dan pelajar, dihasilkan kesepakatan bersama untuk mengusulkan Mekongga menjadi kawasan konservasi. Ini menunjukkan usulan tersebut melalui proses bottom up, bukan top down.

Dukungan tersebut bahkan juga diperoleh dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokakarya pada Selasa (22/01) di Kendari ini merupakan program AP-4 ICBG bekerja sama dengan Pemprov. Sulawesi Tenggara. Lokakarya ini bertujuan untuk sosialisasi dan pemantapan dukungan serta komitmen dari berbagai stakholders, terutama pemerintah daerah tingkat II dan provinsi, sebagai proses bottom up pengusulan perubahan fungsi hutan lindung menjadi hutan konservasi (taman nasional).

Gubernur Sulawesi Tenggara, Ir. Nur Alam, M.Si. secara tegas menyampaikan komitmennya tentang dukungan daerah terhadap pengusulan perubahan fungsi kawasan tersebut. "Kalau kawasan pegunungan Mekongga itu sudah menjadi taman nasional, maka legitimasi akan lebih kuat ketimbang selama ini menjadi hutan lindung," kata Gubernur, pada penutupan lokakarya tersebut.

Pemerintah daerah, menurut Gubernur, sangat menyadari mengenai pentingnya melestarikan hutan di Pegunungan Mekongga sebagai pusat keanekaragaman hayati Sulawesi yang kaya dan unik.  Pemerintah daerah juga memiliki keinginan yang kuat untuk berpartisipasi aktif dalam mengamankan dan mengelola hutan lindung Mekongga jika kelak ditetapkan menjadi taman nasional.

Pemprov Sulawesi Tenggara berencana mengusulkan kepada Menteri Kehutanan dan memfasilitasi tim terpadu dalam rangka perubahan fungsi tersebut.  Usulan perubahan fungsi tersebut diharapkan dapat disetujui pemerintah pusat sebelum tahun 2014 mendatang.

Terkait proses bottom up dan partisipatif, Agus Budi Utomo, Direktur Eksekutif Burung Indonesia, membagi pengalamannya dalam proses pembentukan taman nasional melalui paparan mengenai  Lesson Learned Pengelolaan Taman Nasional. Proses tersebut telah berhasil menjadikan kawasan Manupeu Tanadaru sebagai taman nasional yang dibanggakan dan dijaga oleh masyarakat sekitarnya.

Proses membangun partisipasi masyarakat dalam pembentukan TN. Manupeu Tanadaru di mulai dari penetapan batas-batas kawasan hingga pada perencanaan dan pengelolaan kawasan. Pengalaman ini dapat dijadikan salah satu pembelajaran dalam proses pembentukan Taman Nasional Mekongga di Sulawesi Tenggara. (DP)*** 

 

ICBG Indonesia

International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) merupakan kerjasama penelitian antara Badan Litbang Kehutanan, LIPI, ITB dan University of California - Davis, USA dengan lokasi penelitian di Pegunungan Mekongga, Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kerjasama dibagi ke dalam empat program (Associate Program/AP) yaitu :

AP-1   :  Survei keanekaragaman hayati (Leader : Andrew Engilis Jr. (zoologist), Curator of  Museum of Wildlife and Fisheries Biology,  UC Davis; Prof. Dr. Rosichon Ubaidilah, LIPI; Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja, LIPI).

AP-2   :  Survei mikroba untuk menemukan solusi masalah energi (Leader: Kyria Boundy-Mills, Curator of the Phaff Yeast Culture Collection, UC Davis; Dr. Irnayuli Sitepu, Badan Litbang Kehutanan; Atit Kunti, M.Sc, LIPI)

AP-3   :  Penelitian untuk menemukan solusi masalah kesehatan (Leader: Len Bjeldanes, Professor, UC Berkeley; Dr. Heddy Julistiono, LIPI; Dr. Leonardus Kardono, LIPI).

AP-4   :  Peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat lokal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati (Leader: Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Utama Badan Litbang Kehutanan; Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo, LIPI; Dr. Endah Sulistyawati, ITB).

Kerjasama yang telah berlangsung selama 2009 hingga 2013 ini telah menghasilkan berbagai temuan keanekaragaman hayati flora-fauna, baik yang sudah tercatat maupun temuan baru. Penelitian ini juga telah menemukan jenis-jenis mikroba yang potensial sebagai sumber energi terbarukan (biofuel) dan obat-obatan (misalnya anti kanker). Dukungan pemerintah daerah terhadap  usulan perubahan fungsi kawasan Pengunungan Mekongga juga merupakan capaian besar yang diperoleh dari kerjasama ini.

Saat ini, ICBG telah mengoleksi lebih dari 5.845 nomor koleksi flora dari 820 spesies.  Ditemukan 170 famili serangga dan 531 spesies.  Beberapa diantaranya 18 jenis kelelawar, dimana 10 diantaranya endemik Sulawesi, 10 jenis udang baru (belum dikenal di dunia pengetahuan), 15 jenis amfibi, 24 jenis reptilia, 17 jenis mamalia darat.

Selain itu, hampir semua satwa khas Sulawesi ditemukan di Mekongga seperti anoa pegunungan (Bubalus quarlesi), anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), rangkong Sulawesi (Aceroscassidix), tarsius (Tarsius sp.), kuskus (Phalanger ursinus dan Phalanger celebensis) serta babirusa (Babyrousa babirussa).  Ditemukan juga 99 jenis burung, dimana29 jenis merupakan jenis sebaran terbatas dan penting di Pegunungan Mekongga. (HG)***