Dientry oleh Rizda - 23 October, 2013 - 3494 klik
One Map Policy: Momen Kebangkitan Penelitian Kehutanan Berbasis Informasi Geospasial

BIGFORDA (Bogor, 23/10/2013)_Badan Informasi Geospasial (BIG) meluncurkan referensi tunggal Informasi Geospasial (IG) nasional yang disebut Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013), Kamis (17/10) di Hotel Shangri-La Jakarta. SRGI 2013 merupakan suatu sistem koordinat nasional yang konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat global.

SRGI 2013 merupakan tindak lanjut kebijakan satu peta (one map policy) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Kabinet Paripurna pada tanggal 23 Desember 2010. Kebijakan tersebut menyatakan bahwa hanya ada satu peta yang menjadi rujukan nasional.

 “Kebijakan ini sangat ditunggu oleh para praktisi yang bergerak di bidang spasial,” kata Ir. Tri Joko  Mulyono, MM., Sekretaris Badan Litbang Kehutanan, Selasa (22/10) saat dikonfirmasi melalui e-mail. “Permasalahan keberagaman ketersediaan Informasi Geospasial Dasar (IGD) sebagai referensi telah terpecahkan, sehingga perbedaan pemetaan oleh para pihak selama ini dapat diminimasi. Bagi Badan Litbang, IGD akan membantu kegiatan penelitian yang berbasis spasial,” lanjut Tri Joko.

Kegiatan penelitian kehutanan tidak terlepas dari kebutuhan IG. Ketersediaan data IG memudahkan peneliti untuk menampilkan secara visual kondisi di lapangan kepada publik. Selama ini, Badan Litbang Kehutanan telah menghasilkan berbagai Informasi Geospasial Tematik (IGT) (dahulu dikenal istilah peta tematik) hasil litbang kehutanan, antara lain kesesuian lahan, sebaran sumber benih, degradasi DAS, keanekaragaman hayati dan lain-lain. Dalam pembuatan IGT tersebut, diperlukan peta dasar (sekarang dikenal IGD) yang detil, mutakhir dan akurat. Kebijakan ini diharapkan ini bisa menjadi momen kebangkitan penelitian kehutanan berbasis IG.

Disadari bahwa penyelenggaraan IG membutuhkan referensi tunggal. Kondisi yang ada sekarang adalah ketersediaan IGD sangat beragam. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidaksinkronan antara IGT yang ada dan tumpang tindih berbagai aktivitas IG, termasuk kegiatan penelitian kehutanan di Indonesia.  Oleh karenanya, keberadaan referensi tunggal dapat menghindari terjadinya duplikasi penyelenggaraan IG oleh berbagai pihak sehingga penyelenggaraan IG lebih efektif dan efisien dan memberikan nilai manfaat  yang lebih karena dapat digunakan untuk lebih dari satu keperluan.

Pembuatan IGT berbasis kehutanan akan semakin mudah dengan tersedianya IGD yang lebih akurat dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Selain itu, dengan kebijakan ini diharapkan terjadi penghematan biaya yang harus dikeluarkan oleh kementerian/lembaga yang pekerjaannya terkait dengan IG seperti Kementerian Kehutanan (ex. Direktorat Jenderal Planologidan Badan Litbang Kehutanan).

Untuk mewujudkan satu peta sebagai rujukan nasional merupakan proses yang sangat sulit, tidak semudah membalikkan tangan. Proses penyelenggaraannya membutuhkan dukungan pemanfaatan teknologi yang tepat serta kerjasama dari berbagai pihak. “Langkah-langkah yang dilakukan oleh BIG sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang penyelenggaraan IG merupakan salah satu contoh Kebangkitan Teknologi Nasional,” kata Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS., Menristek dalam acara peluncuran SRGI 2013 tersebut.

Meristek berharap agar penyelenggaraan IG dapat dimanfaatkan untuk  mendayagunakan iptek sebagai pilar pembangunan bangsa untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya Menristek juga menghimbau agar Pesawat Udara Nir Awak UAV yang telah dipamerkan dalam Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) pada tanggal 10 Agustus 2013 dapat dikaji pemanfaatannya untuk pemetaan skala besar sehingga dapat mempercepat tersedianya IG di Indonesia.

Pada peluncuran SRGI 2013 tersebut, BIG juga meluncurkan beberapa produk IGD lainnya, antara lain : a) Peta Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 untuk seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan sumber data dan metodologi yang seragam dan tahun perekaman yang tidak jauh beda; b) Panjang garis pantai yang telah dibakukan sepanjang 99.093 km (tidak termasuk garis pulau dalam sungai dan danau). Garis pantai dalam perhitungan BIG ini adalah garis pertemuan antara daratan dan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut laut.  c) Jumlah dan nama pulau yang telah dibakukan. Kriteria pulau yang dihitung adalah daratan yang selalu muncul di kala pasang tertinggi. Sampai saat ini, BIG telah berhasil membakukan nama pulau sebanyak 13.466 pulau; dan d) Luas wilayah NKRI berdasarkan pemanfaatn teknologi IG.

Proses penyediaan IGD akan dilaksanakan secara bertahap dan kontinu, sehingga akan diperoleh IGD yang detil, mutakhir dan dapat dipertanggung jawabkan. Produk IGD yang diluncurkan oleh BIG tersebut dapat diakses oleh publik secara gratis di http://tanahair.indonesia.go.id or http://maps.ina-sdi.or.id. (THS)***

Foto-foto: THS

Penulis : Tri Hastuti S.