Dientry oleh Rizda - 19 November, 2013 - 4929 klik
Reklamasi Hutan Bekas Tambang Batubara

Swara Samboja: Reklamasi Hutan Bekas Tambang BatubaraBalitek KSDA (Samboja, 19/11/13)_Apa yang kita dengar sebagai “bencana ekologis” mudah-mudahan tidak terjadi. Memang, perubahan paras alam Indonesia, masih memiriskan. Senandung “ijo royo royo” untuk menggambarkan alam yang kita miliki, tidak lagi pas dinisbatkan di beberapa wilayah. Kalimantan yang dulu hampir seluruhnya ditutupi oleh belantara yang sangat lebat, dengan aliran sungai-sungai besar yang jernih, kini di banyak tempat justru telah menjadi bopeng oleh aktivitas tambang terutama batubara. Memang, pembangunan yang berusaha memaksimalkan semua potensi ekonomi yang kita miliki adalah sah-sah saja, namun hendaknya dibarengi dengan tanggungjawab lingkungan yang kuat.

Sejatinya dalam dokumen perencanaan pertambangan, aktivitas pertambangan tidak boleh lepas dengan pemulihan pasca tambang termasuk rehabilitasinya. Namun realitas di lapangan justru memperlihatkan banyak danau-danau bekas tambang menganga, menjadi monumen ketidakbertanggungjawaban manusia terhadap kebaikan alam. Kerusakan ekologis yang masif pada akhirnya justru akan mengantarkan pada dampak sosial yang mendalam.  Paradoks kehidupan justru sering tergelar di sekitar eksploitasi  sumberdaya alam yang seharusnya memakmurkan, yakni kerusakan lingkungan yang berjalin dengan kemiskinan masyarakat.    

“Rehabilitasi tambang itu mahal”, kata pelaku tambang. Namun demikian mahalnya rehab tentu tidak boleh menjadi alasan pengingkaran tanggungjawab oleh sebagian perusahaan tambang. Terdorong oleh rasa tanggungjawab institusional itulah, maka peneliti BALITEK KSDA berpikir dan bekerja keras mencari teknologi rehabilitasi tambang yang mudah dan murah. 

“Kita bersinergi dengan alam” demikian frase kunci teknologi yang telah diujicobakan BALITEK KSDA di lahan bekas tambang batubara di areal PT. Singlurus Pratama Kalimantan Timur. Mulanya peneliti mengamati secara metodologis proses regenerasi alami hutan, dari kehadiran jenis pionir hingga jenisi-jenis yang hadir pada ekosistem hutan klimaks. Urutan itu yang jadi pijakan rekayasa penerapan di lapangan, termasuk cara mengundang satwa liar lewat teknik silvikultural. Hasilnya ternyata sangat menggembirakan, dan itulah yang akan kita bagikan dalam fokus utama Swara Samboja edisi kali ini.

Dalam lembar profil Dr. Satyawan Pudyatmoko membagi pengalamannya. Dekan Fakultas Kehutanan UGM kelahiran tahun 1971 ini, memegang teguh kunci hidupnya untuk selalu berbuat baik pada sesama, “suket godong bakal dadi rewang”, katanya mengutip peribahasa Jawa. Selain itu juga dapat kita nikmati laporan perjalanan peneliti yang dituangkan dalam dua catatan, “Budaya dan Kearifan Lokal Masyarakat di Batas Negeri” oleh Tri Atmoko, S.Hut, M.Sc. dan “Air Terjun Moramo di Sulawesi Tenggara” oleh Dr. Kade Sidiyasa.  Kegiatan selintas BALITEK KSDA dapat dilihat di lembar Lintas Peristiwa, sedangkan Selayang Pandang Balai kali ini mengangkat “Tegakan Benih Ulin” di Hutan Penelitian yang kami miliki (KHDTK BALITEK KSDA). Salam Konservasi. (NS)***

Penulis : Balai Penelitian Teknologi Konservasi SDA Samboja