Dientry oleh Rizda - 21 February, 2014 - 5521 klik
Sumur Resapan, Salah Satu Teknologi dalam Menanggulangi Banjir di DAS Ciliwung

Sumur Resapan, Salah Satu Teknologi dalam Menanggulangi Banjir di DAS CiliwungFORDA (20/02/2014)_Curah hujan yang tinggi akhir-akhir ini membuat Jakarta dan sekitarnya sering mengalami banjir yang tentu saja sangat mengganggu aktivitas, bahkan merugikan warganya. Terkait itu, sumur resapan merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam menanggulangi banjir di DAS Ciliwung.

Hal ini disampaikan Drs. Irfan B. Pramono, M.Sc, Peneliti Hidrologi dan Konservasi Tanah Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo dan Tim Peneliti RPI Manajemen Lanskap Hutan Badan Litbang Kehutanan sebagai salah satu rekomendasi hasil studinya yang dimuat pada Policy Brief Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Vol. 7 No. 14 Tahun 2013.

Pada artikelnya, Irfan menyampaikan bahwa penyebab bencana banjir pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tingginya pasokan air banjir dari daerah hulu dan tidak memadainya saluran drainase daerah hilir. Untuk itu, penanganan banjir harus komprehensif baik di hulu maupun hilir. Di daerah hilir, memperbaiki saluran drainase memang diperlukan untuk mengalirkan air dengan lancar, namun penanganan daerah hulu sebenarnya lebih efektif, yaitu meningkatkan peresapan air agar bisa menahan air selama mungkin di hulu.

Hal tersebut menunjukkan sumber terjadinya banjir ada pada proses Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu curah hujan sebagai input dan banjir sebagai output dari sebuah DAS. Oleh karena itu, menurut Irfan penanganan banjir tidak bisa dilepaskan dari penanganan DAS.

Data yang ada menyebutkan, pengisian air tanah di DAS Ciliwung, sungai utama dari 13 DAS yang masuk ke Jakarta ini berkurang secara drastis karena sebagian besar air hujan yang jatuh menjadi aliran permukaan yang mengakibatkan meningkatnya banjir di daerah hilir. Hasil pantauan di Stasiun Hidrologi Katulampa, Bogor dan Stasiun Hidrologi Sugutamu, Depok, aliran air tanah (base flow) di kedua stasiun tersebut terlihat menurun secara signifikan selama 30 tahun terakhir.

Lebih lanjut, Irfan menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan penutupan lahan DAS Ciliwung yang berhulu di Kabupaten Bogor dan melewati Kota Bogor dan Kota Depok saat ini didominasi pemukiman, tepatnya 51% dari luas DAS. Diperkirakan, ke depan, luas pemukiman ini akan semakin besar seiring dengan pertambahan penduduk di Jabodetabek. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperbesar banjir yang terjadi di Jakarta.

Dengan demikian, pembuatan sumur resapan tempat air hujan masuk ke dalam tanah dan menambah cadangan air tanah sangat diperlukan dalam penanggulangan banjir di DAS Ciliwung. Namun, kemampuan meresap air tidak sama pada setiap lokasi. Untuk itu, pemilihan lokasi pembuatan sumur resapan harus dilakukan berdasarkan kajian ilmiah tergantung dari faktor jenis batuan, jenis tanah, penutupan tanah, kemiringan lereng, curah hujan, dan kedalaman air tanahnya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan memberi bobot dan skor pada masing-masing faktor, sesuai dengan kemampuannya meresapkan air, maka lokasi sumur resapan berdasar tingkat peresapannya akan dapat diperoleh. Lokasi yang mempunyai resapan paling tinggi adalah yang mempunyai batuan alluvial, curah hujan dengan intensitas rendah, tekstur tanah yang kasar, kemiringan lereng yang kecil dan kedalaman air tanah yang dalam.

Terkait DAS Ciliwung, hasil analisis Irfan, dkk menyebutkan bahwa Kota Bogor mempunyai tingkat peresapan yang paling tinggi, disusul oleh Kabupaten Bogor, Kota Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Sedangkan Jakarta Utara dan Jakarta Barat kurang sesuai untuk pembuatan sumur resapan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, penanganan banjir Jakarta tidak bisa lepas dari peran stakeholder di sekitar Jakarta, baik pemerintah pusat maupun daerah, sesuai dengan DAS yang masuk ke Jakarta.

Terkait dana hibah yang akan diberikan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta melalui Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja Utama kepada daerah-daerah di daerah hulu seperti yang diberitakan pada media tempo.co, 30/10/2013 lalu dalam rangka penanganan DAS untuk mengurangi banjir di Jakarta, menurut Irfan, dkk hal tersebut perlu mengacu pada peta penyebaran tingkat peresapan air di DAS Ciliwung dan sekitarnya.

Dari peta tersebut dapat diketahui: 1) daerah-daerah yang paling besar dapat meresapkan air, 2) lokasi-lokasi yang diprioritaskan untuk pembuatan sumur resapan, dan 3) alokasi bantuan dari Propinsi DKI dapat lebih proporsional sesuai dengan tingkat penyerapan airnya.

Selain teknologi sumur resapan, di artikel lainnya yang dimuat pada republika.co.id, 22/01/2013, Irfan Budi Pramono juga memberikan beberapa rekomendasi Cara Alami Atasi Banjir Jakarta, yaitu dengan memfungsikan Situ-Situ penampung air yang sebagian besar telah berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk dan menanam pohon pada setiap jengkal tanah yang memungkinkan untuk ditanami. Khusus untuk DAS Ciliwung, perlu dibangun waduk-waduk kecil di bagian hulunya sehingga Bendung Katulampa, Bogor tidak perlu menampung air sebanyak saat ini. 

Selain menyehatkan DAS dalam mengurangi banjir, cara alami ini juga akan meningkatkan cadangan air tanah, menambah aliran sungai pada musim kemarau, dan mencegah penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. 

Sumber:

  1. Policy Brief Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Vol. 7 No. 14 Tahun 2013
  2. Cara Alami Atasi Banjir Jakarta, Irfan B. Pramono
  3. Tingkat Peresapan Air DAS Ciliwung dan Sekitarnya, Irfan B. Pramono, dkk.

 

Informasi lebih lanjut bisa menghubungi:

Irfan B. Pramono, email: ibpramono@yahoo.com  

Balai Penelitian Teknologi Konservasi Pengelolaan DAS

Jl. Jend. A. Yani Pabelan Kotak Pos 295, Surakarta 57012

Telp: 0271 - 716709, Fax. 0271 - 716959

Website: http://bpk-solo.litbang.dephut.go.id

 

Reporter: Risda Hutagalung & Priyo Kusumedi

Editor & Foto-foto: Irfan B. Pramono

 

http://www.forda-mof.org

http://litbang.dephut.go.id

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

 

Penulis : Priyo & Risda