Dientry oleh priyo - 10 August, 2014 - 6116 klik
Mengerem Deforestasi Melalui Akasia Unggul

FORDA (Bogor, 11/08/2014)_”Acacia mangium” merupakan salah satu jenis pohon andalan dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri di Indonesia. Saat ini telah dibangun lebih dari 1 juta hektar HTI ”Acacia mangium” yang banyak tersebar di Sumatera dan Kalimantan. ”A.mangium” telah mendorong jenis tanaman ini menjadi salah satu andalan dalam pengembangan hutan rakyat.

Hal itu sejalan dengan perkembangan teknologi pengolahan kayu. Diversifikasi produk industri kehutanan berbahan baku kayu Acacia mangium itu bisa untuk suplai bahan baku industri kayu pertukangan. Peningkatan kebutuhan bahan baku berbasis kayu A.mangium yang cukup tinggi, baik untuk industri pulp, kertas, maupun pertukangan, telah mendorong perlunya upaya peningkatan produktivitas tegakan.

Dalam hal ini pemanfaatan benih unggul dipadukan dengan penerapan teknik silvikultur. Selain itu, pola tanam yang baik akan menjadi faktor penting dalam peningkatan produktivitas tegakan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH), Yogyakarta, sejak 1994 secara intensif memiliki kegiatan pemuliaan tanaman mangium dan saat ini sudah memasuki pemuliaan generasi ketiga (F-3).

Benih unggul A.mangium yang dihasilkan telah memberikan kontribusi nyata dalam mendorong peningkatan produktivitas dan percepatan pembangunan hutan tanaman di Indonesia. Tanaman A. mangium yang berdiameter besar kini banyak dimanfaatkan untuk kayu pertukangan, sedangkan kayu berdiameter kecil dimanfaatkan sebagai bahan bubur kertas (pulp and paper). Pemanfaatan A. mangium yang sebaran aslinya ditemukan di Papua, Papua Niugini, dan Australia ini bisa diperoleh maksimal dengan menemukan bibitnya yang unggul. Berdasarkan karakter spesifik dari A.mangium dan keragaman genetik antar populasinya, strategi pemuliaan BBPBPTH dengan memanfaatkan sistem subgalur (sub-line).

Arif Nirsatmanto, peneliti akasia dari BBPBPTH Yogyakarta, mengatakan, sistem ini mengelompokkan jenis tanaman berdasarkan informasi sumber provenansinya (sumber populasi awal) dan metode seleksi berulang pada beberapa generasi (recurrent selection). Materi dasar genetik yang digunakan dalam pemuliaan generasi pertama (F-1) A mangium dikoleksi dari pohon induk terpilih (pohon plus) dari beberapa provenan terbaik di hutan alam.

Setelah serangkaian proses pengujian F-1 selesai, dengan menggunakan materi genetik terpilih pada generasi ini selanjutnya dilakukan pemuliaan generasi kedua (F-2) dengan metode yang sama sebagaimana generasi pertama. Ini diharapkan bisa mendapatkan keturunan tanaman yang unggul. Proses selanjutnya menguji keturunan A.mangium melalui pembangunan Kebun Benih Semai Uji Keturunan (KBSUK).

Dalam plot KBSUK, pengujian keturunan dikombinasikan dengan fungsinya sebagai kebun benih (breeding seedling orchard). KBSUK dari masing-masing subgalur dibangun di beberapa lokasi. Selama proses itu dilakukan pengamatan dan pengukuran pertumbuhan tanaman di KBSUK serta analisis data secara periodik.

 

Seleksi pohon

Pengamatan dan pencatatan data secara cermat menjadi dasar pelaksanaan seleksi secara bertahap di KBSUK, yang meliputi seleksi dalam plot, seleksi famili atau kombinasi dengan seleksi dalam famili, serta seleksi pohon plus. Seleksi diarahkan untuk mendapatkan tanaman A.mangium yang unggul dalam pertumbuhan riap, berbatang tunggal, lurus, dan silindris dengan kualitas kayu yang lebih baik.

Diharapkan, melalui KBSUK didapatkan benih unggul yang memiliki keunggulan ini. Di samping itu, melalui sistem subgalur yang diterapkan, produksi benih unggul juga akan dihasilkan dari kebun benih komposit yang dibangun menggunakan kumpulan pohon induk benih terbaik dari masing-masing subgalur. Dengan rata-rata pohon induk benih terpilih setelah seleksi sebanyak 300 pohon per hektar, kebun benih A. mangium mampu memproduksi benih unggul dengan kapasitas produksi rata-rata sebanyak 50 kilogram per hektar per tahun.

Untuk melihat besarnya peningkatan produktivitas tegakan dari penggunaan benih unggul A.mangium yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan verifikasi melalui uji perolehan genetik (genetic gain trial) di beberapa lokasi. Pengujian dilakukan dengan pola tanam dan teknik silvikultur sebagaimana penanaman dalam skala operasional.

Hasil verifikasi melalui pengujian di lapangan menunjukkan bahwa benih unggul A. mangium mampu meningkatkan produktivitas tegakan mencapai 30-50 persen dibandingkan dengan benih biasa yang tidak dimuliakan, dengan volume tegakan mencapai 290-325 meter kubik per-hektar. Benih unggul A.mangium hasil pemuliaan generasi kedua (F-2) mampu meningkatkan produktivitas tegakan sebesar 13 persen di atas benih unggul F1.

”Dengan penggunaan benih unggul ini, masa panen tegakan A.mangium bisa dilakukan 1,5-2 tahun lebih cepat. Kalau semua HTI menggunakan benih unggul saya kira kita bisa surplus kayu,” kata Mahfudz Mochtar, Kepala BBPBPTH Yogyakarta.

Penggunaan bibit unggul sangat diperlukan mengingat isu deforestasi atau pembukaan hutan yang menuding HTI dan kebun sawit sebagai penyebabnya sangat kencang.

Apalagi, Kementerian Kehutanan menargetkan dibukanya 15 juta hektar dari 9 juta hektar HTI yang kini telah terbentuk. Daripada membuka hutan dan menambah kompleks masalah lingkungan serta sosial, intensifikasi berupa pemanfaatan bibit unggul menjadi solusi yang baik. Target produksi tercapai, deforestasi pun dapat ditekan.***

Penulis: Ichwan Susanto (KOMPAS)

Disadur dari Kompas Siang “Sains”, tanggal 19 Juli 2014, halaman 11, dengan judul Mengerem Deforestasi Melalui Akasia Unggul

 

Koleksi Foto:

Dr. Ir. Budi Leksono, MP

 

http://www.forda-mof.org/

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Penulis : Ichwan Susanto (KOMPAS)