Dientry oleh priyo - 11 November, 2014 - 2739 klik
Identifikasi Gap dan Analisis untuk Peningkatan Kemampuan Penilaian SDH di ASEAN

FORDA (Yogyakarta, 04/11/2014)_Beragamnya aplikasi remote sensing dan adanya perbedaan definisi hutan antara negara-negara ASEAN menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penilaian sumberdaya hutan (SDH). Perbedaan tersebut nantinya akan mempengaruhi hasil dan data luasan hutan di ASEAN yang secara langsung akan berimbas pula pada akurasi data yang dirilis Global Forest Resource Assessment oleh FAO. Hal ini mengemuka pada Workshop Regional se ASEAN di Yogyakarta, 3-4 November 2014. Workshop ini merupakan salah satu kegiatan kerjasama ASEAN-Korea Forest Cooperation Regional Project dimana Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi Badan Litbang Kehutanan menjadi lead country.

Kenichi Shono dari FAO Regional Office for Asia and the Pacific mengemukakan untuk GFRA 2015 sampai dengan saat ini sudah 157 negara yang telah menyampaikan datanya secara lengkap merepresentasikan 99% luas areal hutan di dunia yang mencakup sekitar 66 variabel terkait luas, kondisi, penggunaan dan nilai hutan.

Kenichi Shono menambahkan pula bahwa kombinasi dari berbagai sumber termasuk country report dari setiap negara sangat diperlukan selain gambaran tutupan lahan dari citra satelit. Perbedaan definisi hutan menurutnya juga membutuhkan upaya harmonisasi. Laos dan Myanmar mendefinisikan hutan dengan tutupan kanopi lebih dari 20% sedangkan Indonesia mendefinisikan hutan sebagai areal dengan luas minimal 6.25 hektar tetapi tidak secara jelas memberikan batasan prosentase tutupan kanopinya.

Country

Forest

Primary forest

Brunei

-

-

Cambodia

≥ 20% canopy cover

≥ 90% canopy cover with no access roads

Indonesia

No canopy threshold, min area 6.25 ha

Forests with no visible logging roads

Lao PDR

≥ 20% canopy cover

Assumed that 50% of the forest is primary

Myanmar

Same as FAO

No classification of primary forest

Philippines

Same as FAO

Areas identified as National Protection Areas in 1992

Singapore

-

-

Thailand

10% canopy cover, 5 m in height, min area of 5 ha

National parks and sanctuaries

Viet Nam

30% canopy cover or 30m3/ha stocking, 3 m in height, min area 0.5 ha

“Rich forest” without disturbance and high standing volume

                                                                                                            Source: Shono, 2014.

Dalam workshop ini Korea juga membagi pengalaman dan perkembangan penilaian sumberdaya hutannya yang dipresentasikan oleh Hyunkook Cho dari Korea Forestry Promotion Institute. Dimulai pada era 1960an, saat ini pemetaan hutan di Korea tidak hanya mencakup estimasi areal hutan dan perubahan penggunaan lahannya saja, tetapi dengan menggunakan hasil interpretasi foto udara dan citra satelit sudah mencakup pula pemetaan spesies pohon, diameter dan kelas umur serta kerapatan kanopi dengan skala 1:5.000. Penilaian sumberdaya hutan di Korea dilakukan secara lintas departemen antara Korea Forest Service, Korea Forestry Promotion Institute, dan National Forest Cooperatives Federation dengan biaya tak kurang dari 2.5 juta dollar USA setiap tahunnya.

Dihadiri oleh delegasi dari setiap Implementing Country yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Myanmar, Laos, Filipina, Thailand dan Vietnam, workshop ini diisi juga dengan Country Report tentang perkembangan dan tantangan penilaian sumberdaya hutan di masing-masing negara.

Hari kedua workshop para delegasi mengunjungi Hutan Rakyat Desa Terong yang merupakan binaan LSM ARuPA. Peserta melihat secara langsung praktek penilaian hutan yang dilakukan oleh para petani dalam Kelompok Tani Hutan yang melakukan inventarisasi dan pengukuran biomassa hutan. ***(AYW)

 

Materi terkait, silahkan download pada link berikut :

  1. Overview on FAO Gloabal FRA 2015
  2. Development and Implementation of FRA in Korea

 

http://www.forda-mof.org atau www.litbang.dephut.go.id

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Forestry Research and Development Agency

Penulis : Ayun Widyoningrum