Dientry oleh priyo - 29 January, 2015 - 4110 klik
Skema Hutan Desa Memberikan Manfaat Akses Legalitas

BPK Makassar (Makassar, 30/01/2015)_ Pemberian hak kelola dalam bentuk hutan desa bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan di kabupaten Bantaeng, provinsi Sulawesi Selatan terbukti memberikan manfaat nyata bagi perbaikan kehidupan masyarakat. Demikian hasil kajian sosial budaya REDD dan tata kelola REDD+ yang diterbitkan oleh Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makasar, Desember 2014.

Selain tambahan pendapatan dari panen hasil hutan bukan kayu (HHBK), masyarakat juga merasa aman karena adanya kepastian hak kelola lahan.

“Bagi masyarakat, kepastian hak kelola membuat petani tenang menjalankan usaha tanaman. Bagi pemerintah, hal ini berguna mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan akan penebangan liar dan menjaga kemungkinan atas timbulnya kebakaran hutan. Kerja sama ini bersifat saling menguntungkan dan saling membutuhkan,” kata Nurhaedah Muin, peneliti dan penulis kajian.

Hutan desa adalah skema pemberian kesempatan kepada petani dan perambah di sekitar kawasan hutan untuk mendapatkan akses masuk dan pengelolaan hutan di dalam area hutan negara secara legal. Harapan pemerintah, melalui pelaksanaan skema ini, masyarakat lebih paham dan tertarik untuk berperan aktif menjaga kawasan hutan.

Menurut Bugi Sumirat, peneliti BPK Makassar yang terlibat dalam riset,  pemberian akses legal kepada masyarakat ini sejalan dengan konsep utama skema REDD+ yaitu memberikan penghargaan bagi pihak-pihak, termasuk masyarakat yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.

“Konsep REDD+ secara tradisional sudah dilaksanakan oleh masyarakat Bantaeng yaitu menjaga hutan agar ketersediaan sumber air tetap terjaga. Mereka bahkan membuat peraturan desa resmi atas kesepakatan warga dan harus dipatuhi bersama,” ujar Bugi.

Alih-alih menerangkan konsep global REDD+, kata Nurhaedah, pemerintah mengadopsi skema hutan desa sebagai salah satu kegiatan dalam pengayaan cadangan karbon.

Hutan desa memberikan ruang luas terhadap kegiatan konservasi masyarakat. Pemerintah daerah juga mendukung dengan memberi ijin masyarakat masuk ke dalam hutan untuk mengambil hasil hutan seperti rotan. “Namun dilarang untuk menebang pohon dan mengambil kayu. Itu aturannya,” jelas Nurhaedah lagi.

Skema hutan desa berbentuk perjanjian kontrak, artinya lahan dipinjamkan oleh negara untuk dikelola masyarakat selamaa 35 tahun. Uniknya sistim ini dapat diwariskan kepada generasi kedua petani,” katanya seraya menerangkan dengan memperpanjang masa pinjam lahan secara turun temurun maka kegiatan konservasi bisa dilakukan tanpa henti.

Saat ini kabupaten Bantaeng memiliki tiga lokasi hutan desa yaitu di wilayah Campaga, Labbo dan Pattaneteang dengan luas 704 ha. Ketiga wilayah ini dikukuhkan melalui SK Menteri Kehutanan no. 55/Menhut-II/2010 tanggal 21 Januari 2010. 

Tambahan penghasilan

Di dalam kawasan hutan, masyarakat Bantaeng menanam tanaman produktif yaitu kopi, markisa, tanaman hias dan juga lebah madu yang diambil secara lestari dari hutan. Kegiatan ini memberikan kontribusi nyata berupa tambahan penghasilan. Data studi menunjukkan, setiap kepala keluarga di desa Campaga mendapat tambahan penghasilan sebesar Rp 3.200.000 pertahun. Hal yang sama dirasakan juga bagi masyarakat desa Pattaneteang yaitu Rp. 2.000.000 pertahun dan di desa Labbo sebesar Rp. 1.000.000 hingga Rp.4.000.000 pertahun. 

 

Hubungi lebih lanjut:

Balai Penelitian Kehutanan Makassar

URL : http://bpk-makassar.litbang.dephut.go.id atau atau http://www.balithutmakassar.org

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16,5  Makassar 90243, Telp. 0411 - 554049, Fax.  0411 – 554058

 

http://www.forda-mof.org atau www.litbang.dephut.go.id

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Forestry Research and Development Agency (FORDA)

Penulis : Bugi Kabul Sumirat dan Nurhaedah