Dientry oleh priyo - 07 December, 2015 - 1965 klik
BLI Harus One Step Ahead dalam Pengelolaan Lahan Gambut

P3SEKPI (Bogor, 04/12/2015)_Saat ini, lahan gambut merupakan masalah utama di Indonesia. Bahkan Presiden telah memberikan ultimatum untuk melakukan moratorium dalam pengelolaan lahan gambut. Selain itu, Presiden juga menuntut para pihak terutama Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) untuk mencari solusi yang tepat. Dalam kasus ini, Badan Litbang dan Inovasi (BLI), KLHK sebagai lembaga riset harus one step ahead dibanding eselon 1 lainnya.

Hal ini merupakan salah satu saran yang muncul dalam Focus Group Discussion (FGD) pada acara Workshop Pengelolaan Lahan Gambut dengan tema ‘Over the haze or haze over the peat management problem?’ di Menara Peninsula, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Namun demikian, dalam melaksanakan penelitian tersebut BLI harus bisa bekerjasama dan sinkron dengan lembaga riset lainnya dan pemda dalam (i) Agenda Penelitian (topik yang dibutuhkan oleh Pemda); (ii) Metode komunikasi; (iii) Pemanfaatan hasil penelitian sebelum dipublikasikan; (iv) Standard pelayanan minimal dan kemampuan teknis.

Sedangkan dalam arahannya, Dr. Henry Bastaman, M.Es., Kepala BLI (Kabadan) sangat berharap bahwa BLI bisa berperan aktif dalam memberikan solusi terhadap restorasi lahan gambut. Kabadan menyadari bahwa kebakaran lahan dan hutan dalam 3 (tiga) bulan terakhir ini telah terjadi sangat masif. Meskipun telah ada penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), namun dalam pengambilan kebijakan masih ada gap dengan hasil kajian ilmiah.

“Dibentuknya satgas restorasi kebakaran gambut oleh pemerintah diharapkan mampu mengurangi potensi terjadinya kebakaran gambut. Dalam hal ini, Badan Litbang dan Inovasi harus berperan dalam satgas melalui penelitian yang dapat memberikan solusi terhadap restorasi lahan gambut, dan tahapan penanganan sebagai masukan bagi satgas,”kata Kabadan.

Lebih lanjut, Kabadan berharap bahwa BLI juga bisa menyediakan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar yang praktis dan ekonomis. Kabadan menyadari bahwa karhutla yang terjadi di Indonesia lebih banyak diakibatkan oleh aktivitas manusia (antrophogenik), terutama aktivitas pembukaan lahan. Walaupun telah ada peraturan pelarangan pembukaan lahan dengan pembakaran, hal ini dilakukan karena biaya yang murah, cepat dan petani berasumsi pembakaran dapat meningkatkan kesuburan dan pH tanah.

Oleh karena itu, Kabadan yakin bahwa workshop yang dilaksanakan ini bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dalam pengelolaan ekosistem gambut di Indonesia secara berkelanjutan. Selain itu, forum seperti ini sesuai dengan permintaan Menteri LHK untuk melakukan pembahasan mendalam tentang pengelolaan ekosistem gambut yang ditinjau dari Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).

Dalam pengelolaan ekosistem gambut dilakukan dalam satu Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) harus dipegang oleh pemegang otoritas KHG yang bertanggung jawab atas perencanaan, pengembangan dan pengendaliannya. Perencanaan KHG perlu mengatur buffering untuk zonasi, clustering pada land unit, pada area konsesi kanal dirancang sedemikian rupa mengikuti garis kontur dan tidak merusak hidrologi gambut, mengatur letak sekat kanal, membangun pengontrol air, menentukan arah air dan lainnya.

Sehingga dalam pemulihan ekosistem gambut dalam KHG dapat dilakukan dengan cara canal blocking, rewetting, pengaturan kembali hidrologi dan penerapan system paludikultur. Pemilihan tanaman juga harus diperhatikan dimana tanaman yang dipilih adalah jenis-jenis alami yang tumbuh di rawa gambut dan memiliki nilai ekonomis dan bermanfaat secara ekologis. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut serta pengendalian kebakaran lahan dan hutan harus ditingkatkan.

Workshop yang diikuti oleh 30 peserta dari BAPPENAS, Ditjen Penegakan Hukum LHK, Ditjen PPKL, Litbang Pertanian, Puslitbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim, Puslitbang Hutan, BPK Palembang, BPK Banjarbaru, ICRAF, CIFOR, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Focal Point Pokja Revitaliasi Gambut - Dishut Provinsi Sumsel, Departemen Ilmu Tanah-IPB, dan Wetland International telah menghasilkan satu output nyata dalam bentuk Policy Brief yang dapat digunakan sebagai input dalam pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan.

Policy Brief yang dihasilkan dalam workshop ini berjudul Peat and land clearing fires in Indonesia in 2015: Lessons for polycentric governance, merupakan salah satu bahan satu bahan yang akan disampaikan pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) - Convention of Parties (COP) 21 di Paris ***HTL

 

Artikel terkait:

Peat and land clearing fires in Indonesia in 2015: Lessons for polycentric governance.

Stopping haze when it rains: lessons learnt in 20 years of Alternatives-to-Slash-and-Burn research in Indonesia. ASB Brief no.45. Nairobi. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins. http: http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/policybrief/PB0091-15.pdf

Peat and land clearing fires in Indonesia in 2015: Lessons for polycentric governance. ASB Policy Brief 51. Nairobi. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins. 4 p. http://www.worldagroforestry.org/ sea/Publications/files/policybrief/PB0101-15.pdf

Transforming REDD+ and achieving the SDGs through support for adaptation-mitigation synergy. ASB Brief no 46. Nairobi. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins. 4p. http://www.worldagroforestry.org/ sea/Publications/files/policybrief/PB0097-15.pdf

Ecological rainfall infrastructure: investment in trees for sustainable development. ASB Policy Brief 47. Nairobi. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins. 6 p. http://www.worldagroforestry.org/ sea/Publications/files/policybrief/PB0098-15.pdf

When can oil palm production qualify for a ‘carbon neutral’ claim?. ASB Policy Brief 49. Nairobi. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins. 4 p. http://www.worldagroforestry.org/ sea/Publications/files/policybrief/PB0099-15.pdf

Trees as nexus for Sustainable Development Goals (SDG’s): agroforestry for integrated options. ASB Policy Brief 50. Nairobi. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins. 4 p. http://www.worldagroforestry.org/ sea/Publications/files/policybrief/PB0100-15.pdf 

 

Kontirbutor Foto : Gatot Nugroho (BPK Manokwati)

Penulis : Hesti Lestari Tata