Dientry oleh Tuti - 14 December, 2015 - 1825 klik
Indonesia Harus Mulai Membidik Peluang Pasar Gaharu Budidaya

FORDA (Bogor, 15/12/2015)_”Persediaan gaharu alam akan menipis. Persaingan gaharu budidaya antar negara asia akan meningkat. Kita harus gerak cepat, sehingga pasar demand gaharu budidaya kita tidak direbut oleh negara lain,”kata Dr. Hariyatno Dwiprabowo, Peneliti Puslitbang Sosekjak dan Perubahan Iklim, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian LHK, saat menyampaikan paparan pada acara Workshop ‘Peningkatan Kapasitas Pemahaman tentang Sistem Pasar Gaharu di Indonesia’ di IPB Convention Center, Bogor, Senin (14/12/2015).

Berdasarkan proyeksi dari salah satu perusahaan penanaman gaharu (2015) menyatakan bahwa permintaan gaharu dunia akan meningkat 12% pertahun. Saat ini, permintaan dunia sekitar 15 ribu ton. Sehingga pada tahun 2022 kemungkinan akan menjadi 30 ribu ton.

“Suplai gaharu alam semakin menurun, sedangkan permintaan tetap meningkat. Gap ini harus diisi dengan gaharu budidaya,”kata Hariyatno.

Hariyatno menyatakan bahwa saat ini, terdapat sekitar 3,245 juta pohon gaharu budidaya yang berada di 21 (dua puluh satu) Propinsi di seluruh Indonesia. Selain itu, pangsa ekspor gaharu budidaya di Indonesia juga semakin meningkat. Dimana berurut dari tahun 2011, 2012 dan 2013 kenaikan ekspor gaharu budidayanya adalah 5%, 7,8% dan 10%.

“Sejak tahun 2011, negara penerima gaharu budidaya kita adalah Saudi Arabia, Singapura dan Taiwan. Sedangkan Cina mulai impor pada tahun 2013. Kita juga harus mulai manfaatkan peluang pangsa gaharu budidaya ke Tiongkok, karena ekspor gaharu alam ke sana meningkat dengan pesat,”kata Hariyatno.

Oleh karena itu, Hariyatno berharap bahwa Indonesia harus meningkatkan daya saing gaharu budidaya. Selain itu, adanya review ulang dengan kebijakan perdagangan gaharu atau Kepmenhut No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.

“Kebijakan tersebut sangat ketat sehingga menempatkan petani maupun produsen gaharu budidaya dalam posisi tawar yang lemah,”kata Hariyatno.

Disisi lain, Sanny, Ketua Kelompok Tani dari Sumatera Utara menyatakan bahwa Indonesia harus mulai berubah paradigma atau mulai berpikir tentang gaharu budidaya.

“Kita berkutat terus menerus dengan regulasi gaharu alam. Perhitungkan juga gaharu budidaya. Ke depan akan berubah. Situasi akan berubah. Jangan sampai kita ketimpungan lagi. Petani sudah siap, regulasi belum jadi,”kata Sanny.

Menurut sanny, tanaman sawit yang saat ini menjadi primadona akan tergeser dengan gaharu budidaya. Dimana dalam kajian petani dalam waktu 5 tahun ke depan, secara ekonomi tanaman sawit dalam kurun waktu 10 tahun akan menghasilkan 10 juta/ha. Sedangkan gaharu budidya dengan kualitas rendah dapat menghasilkan 4 milyar/ha.

Soal kualitas, Sanny menyatakan gaharu alam dan gaharu budidaya adalah sama, apabila kekeringannya sama. Sedangkan Ir. Ramzi Salim, Direktur CV Aromindo menyatakan bahwa harga gaharu budidaya dihargai rendah karena petani umumnya memanen gaharu pada usia 1 atau 2 tahun. Seharusnya minimal, gaharu budidaya dipanen pada usia 5 atau 7 tahun.

“Di India, gaharu budidaya yang dipanen dalam kurun waktu 7 tahun di tawar 20 ribu dolar/kg,”kata Ramzi.

Ramzi menegaskan bahwa saat ini Indonesia harus mulai memperhatikan gaharu budidaya. Jangan maju mundur dengan peraturan yang akhirnya akan merugikan petani atau pembuat kebijakan itu sendiri. Negara lain sudah mulai menanam dan kelihatan hasilnya di Pasaran. Di Vietnam, ada perusahaan yang telah berhasil menanam seluas 400 ha. Sedangkan di Kamboja, ada perorangan yang berhasil menanam seluas 200 ha.

Workshop yang dihadiri oleh sekitar 20 peserta dari petani, pengusaha dan pengekspor gaharu, perguruan tinggi serta lembaga pemerintah baik BLI, LIPI, maupun BKSDA ini telah meghasilkan beberapa masukan yang sangat bagus untuk perkembangan pangsa pasar gaharu di Indonesia. Selain itu, hasil ini juga menjadi masukan dalam penyusunan rencana dan aksi nasional (RAN) tentang gaharu sehingga regulasi yang dibuat sesuai dengan kejadian yang di lapangan. ***THS.

 

Artikel terkait:

Akselerasi Pasar Gaharu untuk Kesejahteraan Masyarakat

Penulis : Tri Hastuti Swandayani