Dientry oleh lusi - 20 December, 2015 - 1583 klik
Paris Agreement : Sinergi dengan Komitmen Pembangunan Bangsa

Paris Agreement telah diadopsi oleh COP21-UNFCCC pada 12 Desember 2015 yang merupakan milestone kemenangan seluruh negara pihak (parties) termasuk Indonesia yang sejak tahun 2011 melalui Adhoc Durban Platform berupaya mendorong negara-negara di dunia mensukseskan konvensi untuk membatasi kenaikan suhu global jauh di bawah 2 derajat celcius dari tingkat pre-industri dan melakukan upaya untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat celcius. Suatu level yg memungkinkan adaptasi ekosistem alami untuk mendukung ketahanan pangan dan pembangunan yg berkelanjutan.

Hal ini disampaikan pada kesempatan konferensi pers “Paris Agreement dan Implikasinya terhadap Indonesia” yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) , Jumat (18/12) di Hotel Sahid Jakarta. 
 
Hadir sebagai pembicara di konferensi pers tersebut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, Ketua Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Nur Masripatin. Hadir pula sebagai moderator Wimar Witoelar.
 
Pasca adopsi Kesepakatan Paris, Menteri LHK Siti Nurbaya atas nama Indonesia menyampaikan bahwa meskipun kesepakatan internasional telah tercapai, hal yang lebih penting dan mendesak adalah implementasi Kesepakatan yang bersinergi dengan kebijakan nasional dan daerah. Untuk itu Indonesia mendorong negara-negara untuk menerapkan apa yang telah disepakati untuk mencapai tujuan bersama dalam upaya menurunkan emisi global. Lebih lanjut lagi, dalam konteks nasional, adopsi paris agreement ini yang sejatinya merupakan pengejawantahan dari UUD 45 dan peraturan perundangan yang terkait dengan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang berkeadilan dan berkelanjutan serta mempertegas upaya pembenahan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan.
 
Lebih lanjut, Siti Nurbaya mencatat ada beberapa isu yang menghangat pada COP 21 Paris. Pertama terkait dengan renewable energy khususnya geothermal, solar dan hydropower. Indonesia mencanangkan akan mencapai 23% energy renewable pada tahun 2025, pembenahan insentif fiscal misalnya melalui pengurangan subsidi BBM dan pembenahan sektor transportasi. Selain itu yang penting untuk diperjuangkan oleh Indonesia adalah sektor pemanfaatan lahan, kehutanan dan pertanian, dimana isu REDD diperjuangkan untuk masuk dalam skenario Paris Agreement. 
 
Selain proses negosiasi dalam COP 21, pemerintah Indonesia membawa prospek kerjasama dengan negara lain Restorasi gambut sudah mendapat dukungan dari dunia internasional, antara lain dari Norwegia, Amerika. Sedangkan Finlandia, Swedia, dan Kanada sedang dalam tahap pembahasan untuk memberikan dukungan ini. Selain itu dengan Australia untuk isu maritim atau blue carbon. Terakhir, yang juga penting adalah isu kehutanan yang juga mendapat dukungan dari Jerman, Inggris dan Norwegia.
 
Rachmat mengatakan bahwa kita bangsa Indonesia patut bangga dengan tercapainya kesepakatan dalam COP 21 di Paris. Pada saat COP 21 berjalan, Indonesia dapat menjembatani kepentingan berbagai pihak terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang. Tragedi terorisme yang terjadi sebelum COP 21 mengubah keprihatinan menjadi kekuatan bersama, yaitu melawan terorisme dan perubahan iklim.
 
Sarwono menyampaikan bahwa Paris Agreement merupakan sukses besar dan Indonesia perlu berbangga sebagai bagian dari sukses itu dengan keunggulan delegasi yang terdiri dari berbagai komponen bangsa, yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi serta dari pihak swata. Selain itu Sarwono mengatakan bahwa ada pekerjaan rumah dari Indonesia yang ditunggu semua pihak termasuk dunia internasional adalah one map policy dan emisi gas rumah kaca yang berasal dari sektor maritim (Blue Carbon). 
 
Nur Masripatin menjelaskan bahwa keikutsertaan perjuangan Delegasi Indonesia di COP21 dilakukan melalui dua jalur utama, yaitu melalui negosiasi dan melalui program penjangkauan (outreach) dan kampanye, serta kombinasi keduanya. Tim negosiasi telah secara aktif melakukan serangkaian rapat koordinasi setiap hari di lokasi COP dan pencermatan teks baru serta mengikuti perundingan sesuai dengan posisi dasar pada pedoman Delri dengan memperhitungkan perkembangan yang terjadi selama proses negosiasi. 
 
Lebih lanjut, Nur selaku Ketua Tim Negosiator menyampaikan melalui berbagai forum, sinergitas kepentingan nasional sembari berkontribusi pada upaya global termasuk: 
 
1. Mendukung perlunya mencapai kesepakatan yang mengikat, ambisius dan adil serta tidak menghambat pembangunan di negara berkembang; 
2. Pencerminan prinsip common but differentiated responsibilities (CBDR) dan respective capabilities (RC) berbasis “Science” dan prinsip kesetaraan akses menuju pembangunan berkelanjutan
3. Pentingnya “Political signal” di dalam agreement terkait Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation serta pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningjatan cadangan karbon hutan (REDD Plus); 
4. Mendukung perlunya ”Robust transparency framework” untuk capaian kontribusi target nasional maupun dukungan (finansial, kapasitas, teknologi) yang sudah diterima dan masih diperlukan.
 
Pada akhir kesempatan, Siti Nurbaya mengatakan ada beberapa langkah krusial yang akan dilakukan, yaitu sbb.:
 
• Revitalisasi Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim yang akan lebih bersifat operasional
• Revisi dari RAN GRK (Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca)
• Membuat detail dari INDC Indonesia 
• Konsolidasi MRV (Measurement, Reporting dan Verification)
• Internalisasi konsepsi paris agreement untuk daerah dan para pemangku kepentingan
• Indentifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas