Dientry oleh priyo - 12 January, 2016 - 3365 klik
Optimalisasi Tata Air DAS Cisadane dengan Modeling Tata Guna Lahan

FORDA (Bogor, 12/01/2016)_Dalam kurun waktu 2010-2014, Dr. I Wayan Susi Dharmawan, M.Si dan sejumlah peneliti Puslitbang Hutan (P3H), Badan Litbang dan Inovasi (BLI) telah berhasil menciptakan beberapa model pemanfaatan lahan untuk optimalisasi tata air di DAS Cisadane.

Dari beberapa model yang telah dilakukan, ternyata model pemanfaatan lahan untuk hutan (30%), kebun rakyat (30%), sawah (30%) dan pemukiman (10%) memberikan tata air yang optimal untuk DAS Cisadane bagian hulu dan Cipeucang. Sedangkan pemanfaatan lahan untuk agroforestry (30%), hutan tanaman (30%) dan pemukiman (40%) merupakan model ideal untuk diaplikasikan di wilayah DAS Cisadane Bagian Tengah.

Dari hasil analisis fleksibilitas model terhadap perubahan lahan menunjukkan bahwa lahan hutan dan kebun rakyat merupakan bentuk penggunaan lahan yang peruntukkannya harus diprioritaskan dan dipertahankan keberadaanya.

“Dengan menggunakan model penggunaan lahan tersebut diharapkan produktivitas air akan semakin meningkat pada wilayah DAS Cisadane sehingga kelestarian air tetap terjamin untuk memenuhi konsumsi air bagi warga sekitar DAS Cisadane,”kata Wayan.

Disadari bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane merupakan salah satu DAS yang memiliki peran penting yang sangat strategis untuk mendukung pemenuhan kebutuhan air di wilayah Bogor, Tangerang dan Depok. Namun sangat disayangkan, bahwa kondisi DAS ini sangat kritis. Hal ini terlihat dari persentase penutupan lahannya. Dimana di DAS Cisadane Hulu dan Cipeucang didominasi oleh ladang, perkebunan dan semak belukar. Sedangkan di DAS Cisadane Tengah mayoritas terdiri dari kebun dan pemukiman penduduk.

“Perubahan penutupan lahan di DAS Cisadane Hulu dan Cipeucang serta DAS Cisadane bagian tengah semestinya menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan terutama Pemerintah Daerah setempat dalam mengatur penggunaan lahan yang dapat meningkatkan daya dukung Sub DAS Sicadane Hulu dan Cipeucang, serta DAS Cisadane Bagian Tengah,”tegas Wayan.

Wayan menjelaskan lebih lanjut bahwa peningkatan persentase penutupan lahan hutan menjadi 30% dan 45% diharapkan dapat meningkatkan fungsi hidrologi Sub DAS Cisadane Hulu dan Cipeucang yang terlihat dari menurunnya limpasan dan erosi yang terjadi. Sedangkan peningkatan areal hutan menjadi 25% sampai dengan 30% di DAS Cisadane bagian tengah dapat meningkatkan fungsi hidrologis yang terlihat dari menurunnya nilai limpasan dan erosi yang terjadi.

Oleh karena itu, Wayan sangat mendukung kebijakan Pemda Jabar tentang Jabar Green Province yang mengatur tentang luas kawasan hutan lindung minimal 45%. Dimana aturan tersebut sangat diperlukan untuk mengembalikan fungsi hidrologis, diorientasikan kepada kemampuan daya tampung wilayah, pertimbangan penurunan daya dukung lingkungan, menjaga kestabilan ntanah dan erosi, kemampuan daya dukung sumber daya alam yang tersedia dan menjaga keseimbangan ekosistem antar wilayah berbasis DAS.

Wayan menyadari bahwa kebijakan tersebut harus segera diambil dan diterapkan karena berdasarkan hasil analisis diprediksi bahwa pada tahun 2025 kebutuhan air di Jawa Barat adalah 28.179,26 juta m3/th, sedangkan ketersediaan air sungai pada tahun tersebut hanya mencapai 14.150,2 juta m3/th atau hanya memenuhi 50% dari kebutuhan air.***PK/THS.

 

Penulis : Priyo Kusumedi dan Tri Hastuti Swandayani