- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
priyo -
18 January, 2016 -
3568 klik
Siaga Longsor dengan Sensor Peringatan Tanah Longsor
FORDA (Bogor, 18/01/2016)_Pada tahun ini, Indonesia siaga longsor. Dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan longsor. Hal ini disebabkan karena tanah di Indonesia banyak berupa lembah, bukit dan gunung berapi. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam dua tahun terakhir telah terjadi bencana tanah longsor sebanyak 600 kali.
Selain itu, diketahui bahwa adanya bencana tanah longsor juga membawa kerugian yang sangat banyak. Bahkan juga menelan korban jiwa. Sepanjang tahun 2014 telah menelan korban jiwa sebanyak 338 orang dan 46 orang pada tahun 2015. Sedangkan korban terluka dalam dua tahun terakhir sebanyak 221 orang dan rumah yang rusak mencapai 2.337 unit.
Siaga bencana longsor sangat diperlukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak bencana longsor tersebut. Sistem peringatan dini tanah longsor mempunyai peranan yang sangat vital dalam proses siaga tersebut.
Untuk keperluan tersebut, Hasnawir,S. Hut., Ph.D Peneliti BPK Makassar, salah satu UPT Badan Litbang dan Inovasi (BLI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah berhasil menciptakan alat sensor peringatan tanah longsor. Bahkan alat ini telah diaplikasikan di beberapa daerah, antara lain Kecamata Tambolo Pao, Kabupaten Gowa (diserahkan pada tanggal 19 April 2014).
Diketahui bahwa sensor peringatan tanah longsor ini merupakan suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi terjadinya tanah longsor pada daerah yang beresiko tinggi untuk runtuh. Dimana alat ini dapat mencapai hasil yang maksimal apabila sudah diketahui daerah-daerah yang rawan banjir.
“Prediksikan dahulu daerah yang mempunyai resiko tinggi untuk runtuh, kemudian sensornya dipasang pada daerah tersebut. Dimana dalam jangka waktu tertentu akan mengiring warning atau peringatan sebelum bencana terjadi,”kata Hasnawir.
Lebih lanjut, Hasnawir menyatakan bahwa alat ini mudah digunakan dan diaplikasikan. Dimana sensor ini terdiri atas dua bagian utama, yaitu pemancar (transmitter) dan penerima informasi (receiver). Dimana pemancar dapat dipasang di daerah pegunungan atau rawan longsor. Sedangkan penerima informasi dipasang di daerah pemukiman. Dimana jarak antara kedua alat tersebut bisa lebih dari 2 km.
“Cara kerja peralatan ini adalah sensor accelerometer (alat pengukur percepatan, pendeteksi dan pengukur getaran) akan bekerja secara terus menerus dan memberikan informasi ke micro controller (pusat sistem) apabila accelerometer menunjukkan arah pergerakan yang tidak wajar,”kata Hasnawir.
Hasnawir menjelaskan bahwa pergerakan dianggap tidak wajar jika membuat alat pemancar berubah posisi menjadi miring dengan sudut 45O. Selanjutnya micro controller akan memberikan sinyal informasi ke pemancara yang selanjutnya akan diterima oleh receiver atau penerima informasi dan membuat trigger atau perintah ke micro controller untuk mengaktifkan sistem alarm dan sirine bahaya.
Hasnawir berharap bahwa untuk mengurangi kerugian bencana tanah longsor di Indonesia, pemerintah daerah lain bisa mengikuti langkah Kab. Gowa untuk memanfaatkan alat ini pada wilayah wilayah rawan bencana yang ada di daerahnya masing-masing. ***THS-PKM
Sumber berita:
- Artikel berjudul “Sensor peringatan tanah longsor” pada Buku Seri 3 Iptek Kehutanan
- Alat Sensor Peringatan Tanah Longsor (landslide warning sensor) diaplikasikan di Kab. Gowa
Tanah Lonsor, Bencana yang Paling Mematikan