Dientry oleh lusi - 28 November, 2016 - 1219 klik
Hasil Menggembirakan Keikutsertaan Indonesia di Perundingan COP22

Conferensi of Parties ke 22 (COP22) yang diselenggarakan di Maroko telah berakhir pada minggu yang lalu, 194 negara yang menghadirinya akan kembali berkumpul pada COP 23 di Bonn pada akhir tahun 2017.  Disamping keputusan formal melalu COP22/CMP12/CMA1, hasil penting dari pertemuan tahunan ini berupa deklasari Marrakech Action Proclamation for Our Climate and Sustainable Development”yang berisi tentang penyambutan atas pemberlakuan Perjanjian Paris lebih awal,  keterkaitan  pelaksanaan antara UNFCCC dengan 2030 Agenda for Sustainable Development and its Sustainable Development Goals; penegasan kembali atas mobilisasi 100 milyar USD per tahun dari Negara Maju; seruan terhadap percepatan pencapaian pengendalian perubahan iklim sebelum tahun 2020 khususnya bagi Negara Pihak Protokol Kyoto, serta seruan kepada semua non-state actors untuk bergabung bersama para Negara Pihak UNFCCC dalam upaya mobilisasi dan aksi yang segera dan ambisiusDeklarasi ini merupakanrangkuman dari pernyataan 64 (enam puluh empat) Kepala Negara/Kepala Pemerintahan dan 116 (seratus enambelas) Menteri Negara pada kesempatan High-Level Segment, 15-17 Nov 2016

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI  menegaskan bahwa Deklarasi tersebut merupakan sinyal bagi seluruh pemangku kepentingan untuk segera beranjak dari fase komitmen menuju realisasi aksi penanganan perubahan iklim melalui implementasi Perjanjian Paris, dan mobilisasi means of implementation yaitu pendanaan,  alih teknologi dan peningkatan kapasitas. Seperti yang diketahui bersama,  Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris dan telah menyampaikan first Nationally Determined Contribution yang berisi garis-garis besar pelaksanaan pengendalian perubahan iklim pada 30-50 tahun mendatang.  Dari hasil COP 22 ini,  Indonesia bersama-sama Negara Pihak lain siap mengimplementasikan Perjanjian Paris memenuhi target yang ambisius, melalui upaya inklusif, yang merefleksikan prinsip-prinsip equity, common but differentiated responsibilities, respective capabilities, dengan memperhatikan perbedaan kondisi masing-masing negara, lanjut Siti. 

Nur Masripatin, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim-KLHK mengatakan sangat penting masyarakat Indonesia mengetahui tindak lanjut Marrakesh,  karena dampak dari perubahan iklim tidak pandang buluh dan harus bekerjasama untuk mengendalikannya.  Pemerintah pusat,  pemerintah daerah,  akademisi,  peneliti, tokoh masayrakat, pihak swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat,  masayarakat umum bahkan sampai individual memiliki peran masing-masing yang secara simultan dapat berkontribusi dalam upaya nasional mengendalikan perubaan iklim.  Cuaca ekstrim yang terjadi baru-baru ini di Solo, Bandung dan Samarinda menjadi bukti nyata pengaruh dari perubahan iklim.  Itulah sebabnya kita perlu segera melakukan komunikasi stakeholder tentang hasil COP 22 yang berisi tentang implementasi Perjanjian Paris, yang dilaksanakan pada hari ini (29 November) dan akan berlanjut ke beberapa region di Indonesia.

Lebih lanjut Nur mengatakan pencapaian dari DELRI bergantung pada seberapa besar kepentingan Indonesia terakomodasi di dalam hasil-hasil keputusan COP22 ini, dimana posisi Indonesia yang telah disusun berdasarkan pada mandate RPJM kita. Dari semua yang diikuti dan diperjuangkan dan dipersiapkan dari Jakarta jauh hari sebelum berangkat ke Marrakesh,  dapat dikatakan posisi Indonesia terakomodasi lebih dari 80%. 

Sebagai ketua negosiator,  Ia membeberkan beberapa elemen dari posisi Indonesia  yang telah masuk dalam keputusan seperti dalam hasil open ended informal consultation, resume dari pembahasan Perjanjian Paris akan dilakukan selambat-lambatnya pada tahun 2018,  pelaksanaan facilitative dialoque pada tahun 2017.  Indonesia juga berhasil memberikan masukan terkait dengan feature,  informasi yang bersifat Clarity, Transparance and Understanding (CTU) serta accounting untuk NDC.  Pada agenda transparency framework,  Indonesia telah memberikan contoh dengan telah selesainya penyusunan MRV framework serta peluncuran Sistem Registrasi Nasional.  Pada bagian peningkatan kapasitas,  Indonesia bersama China menjadi wakil dari Asia Pacific sebagai anggota Paris Committee on Capacity Building (PCCB) dimana akan menentukan program-program peningkatan kapasitas di negara berkembang termasuk di Indonesia

Demikian juga halnya dengan adaptation communication, dimana Indonesia berhasil memberikan masukan agar lebih simple dan fleksibel untuk setiap Negara agar tidak menjadi beban baru.  Meskipun kita sudah siap mengkomunikasikan pelaksanaan adaptasi di Indonesia,  namun kita juga sudah toleransi dengan banyak Negara yang belum siap, jangan sampai ada beban tambahan untuk mengkomunikasikan adaptasi.  Pada dasarnya pencapaian DELRI dapat dikatakan melebihi dari target yang direncanakan untuk COP 22 ini,  namun kita tidak boleh lengah untuk mempersiapkan DELRI pada pertemuan-pertemuan UNFCCC sebelum COP berikutnya, lanjut Nur.

Penulis : Ditjen PPI