Dientry oleh lusi - 29 December, 2016 - 1857 klik
Presiden RI Resmikan Pengakuan 13.122 Ha Hutan Adat

Jakarta, Biro Humas Kementerian LHK, Jum’at, 30 Desember 2016. Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, akhirnya di penghujung tahun 2016 keberadaan wilayah hukum masyarakat adat diakui negara. Negara hadir melindungi nilai-nilai asli bangsa Indonesia. Negara juga hadir untuk berpihak kepada masyarakat, khususnya masyarakat hukum adat. Tekad tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo sebagai pengakuan terhadap hak masyarakat adat dalam mengelola hutan secara administratif.

 
"Kita semua mengetahui bahwa sejak dulu masyarakat hukum adat sudah mampu mengelola hutan adat secara lestari berdasarkan kearifan lokal yang ada. Masyarakat hukum adat sejak dulu juga sudah tahu dan sudah bisa menjaga harmoni hidup manusia dengan alam. Saya rasa nilai-nilai ini yang penting kita ingat semua di masa modern sekarang," ujar Presiden di Istana Negara, pada acara Peresmian Pengakuan Hutan Adat.
 
Saat ini telah diselesaikan dan telah memenuhi peraturan perundangan untuk hutan adat bagi 9 kelompok masyarakat adat, yang untuk pertama kalinya diserahkan oleh Presiden RI kepada Tokoh Adat yang mewakili, dengan total luas areal hutan adat 13.122,3 Ha, yaitu:
 
1. Hutan Adat Ammatoa Kajang, Desa Tanah Towa, Desa Pattiroang, Desa Malleleng, dan Desa Bonto Baji, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, luas ± 313,99 Ha;
2. Hutan Adat Marga Serampas, Desa Rantau Kermas, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, luas ± 130,00 Ha;
3. Hutan Adat Wana Posangke, Desa Taronggo, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, luas ± 6.212 Ha;
4. Hutan Adat Kesepuhan Karang, Desa Jagaraksa, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, luas ± 486 Ha;
5. Hutan Adat Bukit Sembahyang dan Padun Gelanggang, Desa Air Terjun, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi luas ± 39,04 Ha;
6. Hutan Adat Bukit Tinggai, Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, luas ± 41,27 Ha;
7. Hutan Adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam, Desa Pungut Mudik, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, luas ± 276 Ha;
8. Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan, Desa Kemantan Kabalai, Desa Kemantan Tinggi, Desa Kemantan Darat, Desa Kemantan Mudik, Desa Kemantan Raya, Desa Kemantan Agung Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, luas ± 452 Ha;
9. Hutan Adat Tombak Haminjon (Kemenyan), Desa Padumaan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, luas ± 5.172 Ha.
 
Akses kelola hutan adat ini akan memberikan beberapa manfaat kepada masyarakat adat, yaitu: penguatan pengelolaan hutan adat berdasarkan kearifan lokal yang telah teruji selama puluhan tahun, melindungi pengelolaan kearifan lokal sehingga berbagai sumber daya genetika dalam kawasan hutan dapat terjaga, menyelesaikan konflik, penguatan ekonomi domestik dengan basis sumber daya alam dan kearifan lokal. Praktik-praktik hutan adat yang menjaga alam ikut mengatasi emisi gas rumah kaca, emisi global, dan mata air, serta aktualisasi partikularistik wilayah dan masyarakat adat sebagai wujud kemajemukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
 
Dalam laporan di hadapan Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyatakan “keberadaan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus diakui dan dihormati keberadaannya sebagai hak asasi manusia sesuai prinsip NKRI”.
 
Turut hadir dalam acara pengakuan hutan adat tersebut di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead dan sejumlah duta besar negara sahabat.
 
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330
Penulis : PPID, KLHK