Dientry oleh lusi - 20 December, 2016 - 2316 klik
Sumber Daya Alam dan Ekosistem untuk Pembangunan Wilayah

Jakarta, 21 Desember 2016: Kawasan konservasi yang tersebar pada seluruh wilayah Indonesia mempunyai nilai strategis yang dapat dikembangkan menjadi pusat pembangunan wilayah. Kekayaan keanekaragaman hayatinya yang tinggi juga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk pembangunan sosial-ekonomi (bioprospecting) termasuk konservasi keanekaragaman hayatinya. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mencegah kepunahan flora dan fauna di habitat aslinya. Disamping sebagai sumber penghidupan masyarakat, kawasan konservasi menyimpan potensi stok karbon yang turut berperan dalam menurunkan gas emisi rumah kaca. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang juga Plt. Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Bambang Hendroyono pada acara “Refleksi Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Capaian dan Tantangan” di Ruang Rimbawan II Gedung Manggala Wanabakti, Rabu, 21 Desember 2016.

 
Beberapa pemanfaatan potensi kawasan konservasi diantaranya potensi air, panas bumi, wisata alam dan karbon. Potensi air di kawasan konservasi mencapai 600 milyar m3. Target pemanfaatan energi air sampai dengan tahun 2019 sejumlah 200 MW (1m3 air = 19,5 watthour, red). Jumlah ini mampu menerangi dan mendorong industri di 4000 desa, dengan asumsi 1,5 kwh/KK. Progress pemanfaatan energi air tahun 2016 sejumlah 14.159 kwh yang dimanfaatkan oleh 680 KK. Untuk massa airnya sendiri saai ini telah dimanfaatkan oleh 4.780 KK. Penerimaan PNBP pemanfaatan air yang sebelumnya Rp. 100 juta pada tahun 2015 meningkat menjadi Rp. 159 juta pada tahun 2016.
 
Selain potensi air, kawasan konservasi juga memiliki potensi panas bumi. Data Direktorat Panas Bumi Kementerian ESDM tahun 2014 menyatakan potensi panas bumi di kawasan konservasi mencapai 6.157 MW yang tersebar di 19 UPT Kementerian LHK. Presentase perbandingan potensi panas bumi di Hutan Konservasi berdasarkan fungsinya yaitu 42% di Taman Nasional, 37% di Cagar Alam, 16% di Taman Wisata Alam, dan 5% di Suaka Margasatwa. Kawasan konservasi berstatus internasional (warisan dunia, cagar biosfer dan sebagainya) perlu menjadi perhatian khusus dalam pengembangan panas bumi. Perlu adanya penyempurnaan regulasi terkait hal ini. Kompetensi pengelola kawasan juga diperlukan dalam memberikan pertimbangan teknis terkait panas bumi ini.
 
Berbicara kawasan konservasi tentu saja tidak terlepas dari pemanfaatan wisata alamnya. Wisata alam menyumbang penerimaan PNBP Rp. 123,84 milyar pada tahun 2016. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yakni Rp.122,07 milyar pada tahun 2015. “Kita patut bangga karena pemanfaatan kawasan wisata kita masuk 2 besar penghasil PNBP,” ujar Bambang Hendroyono. Jumlah pengunjung wisata alam juga mengalami kenaikan. Tahun 2016 tercatat 7,12 juta wisatawan berkunjung ke wisata alam kawasan konservasi. Sedangkan pengunjung pada tahun 2015 sejumlah 4,04 juta orang. Yang tidak kalah penting, kawasan konservasi berperan dalam pemeliharaan karbon (penurunan emisi, konservasi stok karbon) dan peningkatan stok karbon. Potensi karbon di kawasan konservasi mencapai 625 Giga Ton.
 
Secara keseluruhan, sektor konservasi sumber daya alam dan ekosistem berkontribusi terhadap penerimaan PNBP senilai Rp.143 milyar pada tahun 2016. Jumlah ini melebihi target yang ditetapkan senilai Rp.98,1 milyar. “Dari jumlah ini, wisata alam menyumbang 87% serta tumbuhan dan satwa liar 9%.” tutup Bambang Hendroyono.(***)
 
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330
Penulis : PPID, KLHK