Dientry oleh lusi - 20 December, 2016 - 1349 klik
Untuk Transparansi, KLHK Kembangkan Sistem Online Persetujuan Ekspor Limbah B3

Jakarta, 21 Desember 2016: Limbah, yang menurut KBBI berarti barang sisa, sejatinya harus dibuang, apalagi bila limbah tersebut merupakan limbah berbahaya dan beracun. Limbah-limbah berbahaya pun bila ingin diolah, sebaiknya dikelola semakin dekat dengan sumbernya. Hal inilah yang mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berusaha tetap mendorong untuk dikembangkannya pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) di Indonesia.


Setelah meratifikasi Konvensi Basel melalui Kepres No.61 tahun 1993, bahwa Indonesia tercatat sebagai salah satu negara pengekspor Limbah B3. Sisa-sisa yang menjadi limbah berbahaya di negara kita, mungkin dibutuhkan oleh negara lain, yang memiliki kemampuan pengelolaan dan teknologi limbah yang lebih baik. Ekspor Limbah B3 merupakan salah satu pilihan dalam hal mengelola limbah berbahaya dan beracun bilamana disuatu negara belum/ tidak tersedianya sistem pengelolaan yang baik, dan sistem ekspornya pun harus mengacu pada Konvensi Besel tadi.

Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan publik yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terutama dalam hal penerbitan Notifikasi dan Rekomendasi/Persetujuan Ekspor Limbah B3 dan untuk menyelaraskan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pelayanan Perijinan Ekspor dan Impor dengan Sistem Elektronik INATRADE dalam Kerangka National Single Windows, maka diluncukanlah sistem elektronik ekspor limbah B3 yaitu APRIEL ONLINE (Aplikasi Rekomendasi Impor Ekspor Limbah Online) yang dapat diakses melalui situs http://apriel.menlhk.go.id/ .

Secara nasional ekspor limbah B3 diperbolehkan berdasarkan Peraturan Pemerintah yang berlaku saat ini yaitu PP 101 tahun 2014. Secara prosedur, setelah disetujuinya validasi administrasi permohonan ekspor selanjutnya adalah notifikasi dari Focal Point Basel Pemerintah Indonesia kepada focal point negara tujuan dan negara transit sebagai pemberitahuan terlebih dahulu kepada otoritas negara tujuan ekspor limbah B3 dan negara transit limbah B3 yang mana ekspor limbah B3 hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan jawaban persetujuan atas notifikasi ekspor dari negara tujuan ekspor. Informasi yang tercakup dalam notifikasi beberapa diantaranya adalah jenis limbah B3 yang akan diekspor, jumlah limbah yang akan diekspor dan karakteristik dari limbah tersebut. Adapun Focal Point Konvensi Basel Indonesia adalah Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, KLHK.

Tujuan dikembangkannya siste APRIEL Online ini adalah sebagai sistem perdagangan/pengeksporan Limbah B3, dengan sistem online ini diupayakan terciptanya pelayanan ekspor Limbah B3 yang terintegrasi dengan rekomendasi persetujuan ekspor limbah tersebut yang sebelumnya telah dilakukan dengan sistem elektronik juga yaitu sistem INATRDE. Aplikasi ini dibuat dengan harapan seluruh pengurusa. Ekspor limbah berjalan pada satu pintu atau dikoridor Indonesia National Single Windows (INSW).

Sepanjang tahun 2015-2016, sedikitnya ada 10 jenis Limbah B3 yang diekspor oleh Indonesia, yang dikirimkan ke lebih kurang, sepuluh negara penerima limbah ini. Salah satu limbah berbahaya yang diekspor Indonesia adalah limbah merkuri.

Tentu KLHK tidak dapat bekerja sendiri untuk mengawal limbah-limbah ini. Diperlukan kerjasama yang kuat antara KLHK dengan Kementerian Perdagangan serta Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Bea dan Cukai. Dengan dikembangkannya sistem elektronik ini, maka diharapkan agar proses pengajuan Notifikasi dan Rekomendasi/Persetujuan Ekspor Limbah B3 dapat dilakukan dengan lebih transparan dan dwelling time yang ada dapat diperpendek, yang mana hal-hal tersebut menjadi tolok ukur Reformasi Birokrasi.(*)

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330

Penulis : PPID, KLHK