Dientry oleh lusi - 05 January, 2017 - 1668 klik
Hasilkan 33 Keputusan, COP13 Konvensi Keanekaragaman Hayati Haruslah Sejahterakan Indonesia

Jakarta, Biro Humas Kementerian LHK, Jum’at, 6 Januari2017.Pertemuan Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati (Conference of the Party UN Convention of Biological Diversity) kembali digelar untuk ke-13 (COP 13 CBD) yang diselenggarakan pada tanggal 2 – 17 Desember 2016 di Moon Palace Cancun, Quintana Roo, Mexico. Dalam kesempatan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya dan Ekosistem, berperan sebagai salah satu penentu dari Konvensi Keanekaragaman Hayati.

 
Indonesia mengikuti pertemuan tersebut, dan delegasi Indonesia ini dipimpin oleh Ir. Arief Yuwono, MA (Staf Ahli Menteri Bidang Energi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dengan anggota terdiri dari Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati-LIPI, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati-KLHK, Direktur Bina Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial-KLHK, Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI, Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan-KemenkoPerekonomian, Peneliti di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian, dan unit terkait keanekaragaman hayati KLHK serta didampingi oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Belize, El Salvador, Guatemala dan Mexico.
 
COP 13 CBD menghasilkan 94 dokumen dan 33 keputusan (sumber: https//www.cbd.int) terkait Rencana Strategis untuk Keanekaragaman Hayati 2011-2020: tindaklanjut hasil penelitian perkembangan dan pengembangan implementasi keanekaragaman hayati dan perubahan iklim, kesehatan manusia, kelautan dan keanekaragaman hayati kawasan pesisir, synthetic biology dan hal-hal lain yang merupakan hasil dari kerangka kerja konvensi.
 
Sebagaimana disampaikan oleh Arief Yuwono, bahwa keberlangsungan bidoversitas di Indonesia sangat terkait erat dengan isu-isu strategis saat ini antara lain kebakaran hutan dan lahan, pencurian sumber daya genetika /biophacy, Invasive Alien Species (IAS), Genetic Molecular Organism (GMO), pencemaran, perubahan tata ruang, dan fenomena perubahan iklim. Arif juga menjelaskan bahwa seluruh hasil konvensi ini haruslah juga memberi keuntungan bagi Indonesia, baik dalam perlindungan keanekaragaman hayati, juga bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
 
Tema yang diangkat dalam pertemuan High Level Segment (HLS) COP 13 CBD adalah “Mainstreaming biodiversity for well-being” atau dengan kata lain Pengarusutamaan Keanekaragaman hayati untuk Kesejahteraan dengan fokus pada integrasinya terhadap sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan pariwisata yang dipandang sangat tergantung dengan keanekaragaman hayati, yang semuanya terangkum dalam Deklarasi Cancun.
 
Seiring dengan pelaksanaan COP 13 CBD, juga dilaksanakan Pertemuan Para Pihak Protokol Cartagena yang ke-8 (COP-MOP 8 Cartagena Protocol) terkait penjaminan keamanan terhadap keaneka ragaman hayati (biosafety) dan Pertemuan Para Pihak untuk Protokol Nagoya yang kedua (COP MOP 2 Nagoya Protocol) terkait pemanfaatan keanekaragaman hayati (benefit sharing). Salah satu keputusan penting yang dihasilkan adalah pernyataan sikap Indonesia terhadap keberadaan organisme hidup yang dibentuk melalui synthetic biology. Diharapkan agar para pihak lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan aspek sosial ekonomi, budaya dan etika dalam melakukan penilaian keuntungan maupun dampak dari organisme, komponen dan produk yang dihasilkan dari teknik tersebut.
 
Selain itu, isu menarik yang dibahas disini adalah pengakuan terhadap pemanfaatan pengetahuan tradisional, berupa inovasi dan praktek-praktek yang relevan untuk mendukung konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati dalam bentuk pengadopsian pedoman untuk implementasinya dengan mempertimbangkan kondisi lokal.
 
Sementara itu sebagai bentuk upaya perlindungan dan pengamanan keanekaragaman hayati untuk kawasan perairan Indonesia, telah disepakati beberapa kawasan yang termasuk kedalam Ecologically and Biologically Significant Marine Area in Need of Protection (EBSA) Upwelling Zone of the Sumatra-Java Coast (Zona bagian atas area pesisir Jawa – Sumatera), Raja Ampat and Northern Bird’s Head (Wilayah Raja Ampat dan wilayah utara Kepala Burung di Papua Barat), Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (Kawasan Ekoregion Perairan Sulu-Sulawesi), dan Southern Straits of Malacca (bagian Selatan Selat Maluku) yang akan ditindaklanjuti dengan konsultasi publik dan penyempurnaan data, yang direncanakan akan dilaksanakan pada akhir Januari 2017.
 
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pemimpin utama dalam gerakan konservasi keanekaragaman hayati ini, juga akan segera membentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk menindaklanjuti protokol Nagoya dan Cartagena dan seluruh hasil-hasil COP13 CBD ini, bersama Kementerian/ Lembaga, akademisi, universitas dan NGO. (*)
 
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330
Penulis : PPID, KLHK