Dientry oleh Rizda - 18 January, 2017 - 1344 klik
BP2LHK Aek Nauli Inisiasi Kerjasama Pengembangan Desa Model Perlebahan Agroforestri di Aceh Selatan

BP2LHK Aek Nauli (Aek Nauli, 16/01/2017)_Dalam rangka inisiasi kerjasama pengembangan desa model perlebahan agroforestri di Kabupaten Aceh Selatan, tim Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli menemui Bupati Aceh Selatan di Pendopo Bupati Tapaktuan, Sabtu (14/1). 

Pada kesempatan ini, Kepala BP2LHK Aek Nauli, Pratiara, S.Hut, M.Si menawarkan model Integrated Agroforestry Apiculture System sebagai salah satu skema pemecahan persoalan tersebut. Pratiara menggambarkan bahwa model IAAS merupakan pengintegrasian praktek budidaya lebah pada sistem agroforestry. 

Selain mengoptimalkan pemanfaatan lahan, skema ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pencegahan gangguan hutan dan lingkungan. Dalam kesempatan yang sama, Pratiara juga menyampaikan rencana jangka pendek pembangunan desa model IAAS dan pelatihan lebah madu pada beberapa calon kluster budidaya. 

Inisiasi ini disambut positif oleh H. Teuku Sama Indra, SH, Bupati Aceh Selatan sebagai upaya pengembangan lebah madu sebagai alternatif sumber pendapatan masyarakat yang mendukung kelestarian hutan dan lingkungan. 

Menurutnya, Aceh Selatan dahulunya merupakan sentra penghasil madu alam selain pala (Myristica frangrans). Namun, produksinya saat ini jauh menurun akibat perubahan lahan dan keterbatasan penguasaan teknik budidayanya. 

Mewakil tim peneliti IAAS, Dr. Aswandi menjelaskan peluang budidaya lebah Apis dan Trigona sebagai penghasil madu lebah dan propolis. Dengan potensi pakan berupa nectar dan resin yang melimpah, teknik budidaya yang tidak rumit, waktu panen yang pendek dan curahan waktu yang relatif singkat, diharapkan kluster-kluster budidaya yang akan dikembangkan dapat meningkatkan ekonomi dan pembangunan daerah. 

Aswandi mengidentifikasi beberapa pohon yang memiliki karakter pembungaan yang sesuai seperti mangga (Mangifera sp.), pala (Myristica fragrans) dan kopi yang umum ditemui. Sedangkan pohon-pohon penghasil resin seperti tusam (Pinus merkusii), mangga, kapur (Dryobalanops aromatica), rotan jernang (Daemonorops spp.) dan lainnya dapat dimanfaatkan oleh Trigona untuk menghasilkan propolis. Beberapa tanaman holtikultur dengan pembungaan masif seperti jagung dan tanaman penghasil kayu seperti mahoni juga dapat diaplikasikan. 

Karena pengembangan komoditas lebah madu sangat terkait dengan potensi pasar, investasi dan iptek pengolahan bahan baku, Cut Rizlani Kholibrina, peneliti lainnya menegaskan pentingnya sinergi para pihak, seperti Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Badan Kerajinan Daerah dan Pengusaha. 

Menurut Cut, kader-kader terbaik terutama dengan memperhatikan isu gender dapat dilatih pada berbagai sentra budidaya lebah madu, sehingga keahlian yang dimilikinya dapat disebarluaskan. 

Senada dengan itu, Kepala Bappeda Aceh Selatan, Drs. H. Mufti A. Bakar yang mendampingi Bupati juga berharap ada transfer teknologi sehingga produksi madu tidak lagi mengandalkan lebah alam melainkan dari lebah budidaya. Hal ini mengingat potensi kawasan hutan yang merupakan tutupan terbesar di wilayah ini, 76,69% dari luas total 400.510 hektar. 

Mufti menggambarkan riwayat panjang pemungutan lebah madu alam oleh masyarakat di Trumon. Hingga sepuluh tahun lalu seorang petani pencari lebah dapat memanen madu 100 liter per sekali panen. Dalam setahun terdapat dua kali panen. Namun, produksi lebah di sentra lebah ini semakin menurun. 

Diakhir pertemuan, Bupati Aceh Selatan dan Kepala BP2LHK Aek Nauli sepakat menindaklanjuti pertemuan ini dengan kerjasama dalam rangka membangun desa-desa model IAAS dan menjadikan Aceh Selatan sebagai Kabupaten Lebah Madu dan Propolis.***Asw/ CRK

Penulis : Aswandi & Cut