Dientry oleh Rizda - 24 March, 2017 - 2445 klik
Macan Tutul Semakin Sering Masuk Kampung, Puslitbang Hutan Membuat Peta Rawan Konflik Macan Tutul

P3H (Bogor, 23/03/2017)_Dalam satu dekade terakhir, kasus masuknya macan tutul ke pemukiman dan memangsa ternak, semakin sering terjadi. Sebagai langkah mitigasi, peneliti Puslitbang Hutan, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK melakukan penelitian untuk membuat peta rawan konflik macan tutul.

Prinsip pembuatan peta ini mirip dengan pembuatan peta rawan gempa atau peta rawan bencana alam, yaitu menggunakan analisis pemodelan spasial menggunakan GIS. 

Diinformasikan, peneliti macan tutul dari Puslitbang Hutan, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, Dr. Hendra Gunawan yang telah meneliti macan tutul sejak tahun 2009 mencatat, di Jawa Barat saja telah terjadi 75 kasus macan tutul keluar hutan dan memasuki pemukiman. Sebanyak 51 kasus (68%) terjadi di sekitar Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis. Ada 20 desa di sekitar Gunung Sawal yang pernah didatangi oleh macan tutul dari Gunung Sawal. 

Peta –peta kesesuaian habitat dan kerawanan konflik yang dibuat oleh Puslitbang Hutan memiliki validitas di atas 80% atau dengan perkataan lain disebut akurat. Hasil penelitian menemukan bahwa di Jawa Tengah 79,17% populasi macan tutul berada di daerah rawan konflik sehingga terancam.  Sementara 70,59% populasi macan tutul yang sudah punah seara lokal, memang berada di daerah kerawanan konflik yang tinggi. 

Di Jawa Barat dan Banten, 40% habitat macan tutul rawan konflik (15% kerawanan tinggi) dan 60% dalam keadaan aman.  Sementara di Jawa Timur 65% Kerawanan tinggi, 19% kerawanan sedang dan hanya 16% kerawanan rendah atau aman. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara kerusakan hutan dengan peningkatan kasus keluarnya macan tutul dari hutan. Peningkatan kasus masuknya satwa liar ke pemukiman dan memangsa ternak seiring dengan peningkatan kerusakan hutan, habitat satwa liar tersebut. 

Disamping membuat peta kerawanan konflik antara macan tutul dan manusia, penelitian ini juga membuat peta kesesuaian habitat (habitat suitability) untuk macan tutul.  Dengan peta ini dapat diketahui, dimana saja habitat yang sesuai bagi macan tutul. Peta ini berguna ketika akan melakukan pelepasliaran macan tutul yang tertangkap dan sudah direhabilitasi. 

Untuk menyusun peta kesesuian habitat macan tutul, ada delapan parameter yang digunakan. Sedangkan untuk membuat peta kerawanan konflik macan tutul menggunakan pendekatan tiga parameter utama yaitu topografi, elevasi dan status fungsi kawasan hutan. 

Topografi digunakan sebagai parameter karena terkait dengan kerawanan perambahan, dimana kawasan hutan yang dirambah umumnya adalah yang bertopografi datar sampai landai. Demikian juga dengan elevasi atau ketinggian dari permukaan laut. Umumnya pemukiman padat terpusat di daerah elevasi rendah, misalnya di bawah 1000 meter dpl, sehingga kawasan hutan yang menanggung tekanan dari masyaraat pun umumnya pada ketinggian di bawah 1000  dpl. 

Oleh karena itu, status fungsi kawasan, baik hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi sangat menentukan pola dan model manajemennya. Misalnya, hutan produksi ditujukan untuk memproduksi kayu, sehingga ada areal yang ditebang atau digarap oleh masyarakat dengan pola tumpang sari atau pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM). Ini yang menyebabkan rawan konflik dibandingkan dengan hutan konservasi dan hutan lindung yang dalam pengelolaannya tidak ada penebangan dan tidak ada penggarapan oleh masyarakat.***

 

Informasi lebih lanjut, hubungi:

Pusat Litbang Hutan

Jl. Gunung Batu No. 5,  Po. Box. 165, Bogor 16610, Telp. 0251- 8633234, 520067,  Fax.  0251 - 8638111

Dr. Hendra Gunawan

Peneliti Utama Bidang Konservasi Sumberdaya Hutan

Ketua Forum Konservasi Macan Tutul Jawa/FORMATA

Email: hendragunawan1964@yahoo.com

 

Penulis : Tim website