Dientry oleh Rizda - 01 November, 2017 - 2885 klik
Akasia Krasikarpa Serap Karbon Maksimal Bila Bidik Lahan Tepat

BP2LHK Palembang (Palembang, 30/10/2017)_Pembangunan hutan tanaman di lahan basah menjadi salah satu upaya penting untuk menyerap karbon dan mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir. Salah satu jenis tanaman yang dikembangkan di lahan basah adalah jenis tanaman krasikarpa (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth.).

Peneliti BP2LHK Palembang, Hengki Siahaan dan Agus Sumadi menyatakan bahwa pembangunan hutan tanaman pada lahan basah haruslah dilakukan pada kondisi lahan yang tepat, sehingga pengelolaan lahan basah tersebut dapat meningkatkan cadangan karbon. Bila bidik lahan tepat, krasikarpa akan menyerap karbon maksimal.

“Masih jarang ditemukannya informasi mengenai pertumbuhan dan seberapa besar peran krasikarpa sebagai penyerap karbon pada hutan tanaman yang dibangun pada tipe lahan basah yang berbeda membuat kami melakukan penelitian ini,” kata Hengki Siahaan dikutip dalam  Jurnal Penelitian Kehutanan Sumatrana Vol. 1 No. 1.

Dalam tulisannya berjudul “Serapan Karbon Hutan Tanaman Krasikarpa pada Lahan Basah di Kabupatan Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan ini, dijelaskan bahwa rangkaian analisis dan pengolahan data dilakukan terdiri atas tiga tahap, yaitu menghitung kandungan karbon dalam setiap pohon dengan menggunakan persamaan allometrik, analisis regresi non linear yang mengunakan program Curve expert versi 1.3 untuk penyusunan model serapan karbon, dan riap serapan karbon.

Penelitian ini dilakukan di areal konsesi perusahaan PT. SBA Wood Industries di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, menggunakan data pengukuran Petak Ukur Permanen (PUP) periode tahun 2005-2014. PUP tersebut dibangun pada tiga tipe lahan yaitu tipe lahan endapan liat (marine clay), gambut dangkal (peat IV) dan gambut dalam (peat VII).

Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa model serapan karbon pada semua tipe lahan menunjukkan keseragaman pola pada akumulasi karbon, yaitu lambat pada awal pertumbuhan, meningkat di tahap berikutnya, dan menurun di tahap akhir. 

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa potensi serapan karbon terbesar terdapat pada tipe lahan endapan liat sebesar 34,82 ton/ha. Sedangkan riap serapan karbon dibagi menjadi dua, yaitu riap rata-rata tahunan (Mean Annual Increment) dan riap pada tahun berjalan (Current Annual Increment). 

Untuk MAI, serapan karbon maksimum terbesar terdapat pada tipe lahan endapan liat yang dicapai pada umur 4,25 tahun yaitu sebesar 7,0 ton/ha/tahun, berikutnya pada gambut dangkal sebesar 5,08 ton/ha/tahun yang dicapai pada umur yang sama. 

Sedangkan di tipe lahan gambut dalam MAI maksimum tercapai lebih awal, yaitu pada umur 3,5 tahun sebesar 5,89 ton/ha/tahun. Untuk CAI, serapan karbon krasikarpa menunjukkan pola kurva yang berbeda pada setiap tipe lahan. 

Pada tipe lahan gambut dalam, CAI maksimum terjadi lebih awal dibanding dua tipe lahan lainnya, yaitu pada umur 2,75 tahun sebesar 9,30 ton/ha/tahun. Pada tipe lahan endapan liat dan gambut dangkal CAI maksimum terjadi pada umur 3,5 tahun, masing-masing sebesar 11,7 ton/ha/tahun dan 6,5 ton/ha/tahun.

“Sejalan dengan perkembangan umur tanaman, rata-rata serapan karbon terbesar terdapat pada tipe lahan endapan liat, diikuti oleh tipe lahan gambut dangkal (peat VI), dan yang paling rendah terdapat pada tipe lahan gambut dalam (peat VII),” jelas Hengki. 

Dijelaskan pula bahwa hal ini dapat terjadi disebabkan salah satunya oleh unsur hara yang terdapat dan tersedia pada tipe lahan endapan liat yang lebih besar dibanding lahan gambut. Walaupun kandungan bahan organik banyak terdapat pada lahan gambut, unsur-unsur yang diperlukan oleh tanaman tidak tersedia secara langsung. Serapan maksimum ini umumnya telah tercapai pada umur 6 tahun sesuai dengan daur produksi tanaman. 

Enam puluh lima persen dari total emisi nasional disumbang dari sektor penggunaan lahan yang meliputi pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Emisi di lahan basah terutama di lahan gambut, bisa menjadi sumber emisi terbesar bila lahan basah tidak dikelola dengan baik. Di Sumatera Selatan, lahan basah terdegradasi semakin meluas, sehingga krasikarpa menjadi potensial untuk dikembangkan selain karena karena tanaman ini merupakan salah satu jenis yang adaptif pada kondisi anaerob, juga mempunyai pertumbuhan yang cepat.***FA

Penulis : Fitri Agustina