- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
lusi -
30 December, 2017 -
1483 klik
Pentingnya Kajian Ilmiah dalam Pengendalian Perubahan Iklim
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 30 November 2017. Kontribusi penelitian dan pengajaran dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim merupakan hal yang penting untuk implementasi NDC (National Determined Contributions) Indonesia. Hal inilah yang melatarbelakangi penyelenggaraan Seminar Nasional dan Rapat Umum Anggota Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIKI) Network di Jakarta, tanggal 29 - 30 November 2017.
Hadir sebagai Keynote Speech mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (30/11/2011), Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Nur Masripatin, menyampaikan bahwa, dengan latar belakang keilmuan yang dimiliki para anggota APIKI Network, merupakan mitra strategis dalam pengembangan kapasitas serta peningkatan partisipasi para pihak dalam pengendalian perubahan Iklim.
“APIKI terdiri dari scientists (para ilmuwan), dan perubahan iklim harus didukung oleh science (ilmu) yang kuat. Mereka berkontribusi kesitu, karena benar-benar memahami isu dan tantangan kedepan seperti apa. Riset yang kita lakukan itu harus didesain untuk menjawab persoalan masa depan, dari situlah harapan besar pemerintah terhadap APIKI,” tuturnya.
Ditambahkan Nur Masripatin, melalui kajian-kajian yang dihasilkannya, peranan kalangan akademisi ini semakin signifikan dalam menunjang komitmen Pemerintah Indonesia, untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan kemampuan sendiri (unconditional), dan 41% dengan dukungan internasional (conditional), dibandingkan tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030.
Target conditional ini, akan dicapai melalui penurunan emisi GRK sektor kehutanan (17,2%), energi (11%), pertanian (0,32%), industri (0,10%), dan limbah (0,38%). Target ini menempatkan sektor kehutanan, terutama REDD+ dengan peran penting akademisi untuk mencapai target tersebut, dari sisi aksi mitigasi perubahan iklim.
APIKI Network merupakan salah satu kelompok stakeholder kunci dan secara simultan telah melakukan berbagai aksi, baik yang bersifat langsung maupun pendukung kepada berbagai stakeholder kunci lainnya di berbagai daerah dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Selain menyampaikan perkembangan kebijakan perubahan iklim di tingkat internasional dan nasional, seminar ini juga memaparkan hasil kegiatan penelitian/pengajaran untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat nasional dan subnasional.
Acara ini dihadiri oleh anggota APIKI Network dan perwakilan perguruan tinggi, lembaga penelitian, lembaga diklat, LSM, dan stakeholder lain yang terkait dengan jumlah peserta 200 orang. Turut diagendakan juga kegiatan penelitian dan pengajaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada tujuh region di Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara, Maluku dan Papua). (*)