Dientry oleh Rizda - 15 December, 2017 - 4519 klik
pH Air Hujan di Bawah Batas Normal Indikasikan Wilayah Jakarta dan Serpong Alami Deposisi Asam

P3KLL (Serpong, 14/12/2017)_Berdasarkan pemantauan BMKG Jakarta dan Pusat Litbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) Serpong, diketahui bahwa pH air hujan di wilayah Jakarta dan Serpong cenderung menurun, bahkan sampai di bawah batas normal. Hal ini mengindikasikan Jakarta dan Serpong mengalami deposisi asam.

“Deposisi asam adalah fenomena pencemaran udara akibat aktivitas energi yang mengemisikan bahan pencemar gas utama seperti SO2 & NOx  Deposisi Asam juga bisa diartikan terdeposisinya asam-asam yang ada di atmosfer, baik dalam bentuk gas maupun cairan ke tanah, sungai, hutan dan tempat lainnya melalui air hujan, kabut, embun, salju, dan aerosol yang jatuh bersama angin,” demikian kutipan dari peneliti P3KLL pada Laporan Penelitian & Pengembangan Deposisi Asam.

Pantauan BMKG Jakarta dan P3KLL, nilai pH air hujan periode tahun 2001-2006 di Jakarta secara fluktuatif cenderung menurun setiap tahun, berkisar antara 5,42 - 4,31 kemudian pada periode tahun 2007-2015 relatif stabil pada kisaran pH 4,63 - 4,84.

Sementara itu, hasil pemantauan P3KLL, pH air hujan di wilayah Serpong pada periode tahun 2000-2015 berada pada kisaran 4,59 - 5,14. Dengan demikian, kondisi pH di dua wilayah tersebut berada di bawah batas pH air hujan normal yaitu pH 5,6.

Sebagaimana diketahui, deposisi asam terjadi akibat pencucian polutan pencemar di atmosfer dan merupakan salah satu indikator penurunan kualitas udara. Deposisi asam berdampak buruk pada kehidupan ekosistem dan bangunan. Dalam jangka panjang, deposisi asam berpotensi menimbulkan kontaminasi lingkungan, salah satunya akan menimbulkan korosi pada konstruksi bangunan dan infrastruktur. 

Di Tahun 2017 P3KLL melaksanakan pengembangan Aplikasi Formulasi Tingkat Pencemaran Kualitas Udara Berdasarkan Parameter Deposisi  Asam. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik data pencemar dari beberapa parameter deposisi asam yang berurutan setiap tahun di Serpong, Jakarta, dan Bogor serta melihat pengaruh deposisi asam terhadap populasi ekosistem perairan. 

Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk melihat kesesuaian data tersedia dari parameter deposisi kering untuk aplikasi formulasi tingkat pencemaran udara berdasarkan parameter deposisi asam. Kegiatan tersebut merupakan lanjutan dari penelitian P3KLL tahun 2016 yang berjudul Tingkat Pencemaran Udara Berdasarkan Parameter Deposisi Asam. 

Terkait fenomena deposisi asam yang terjadi, dibutuhkan respon mendesak dari pemerintah dalam menanggulangi masalah pencemaran udara. Menurut peneliti P3KLL, saat ini kebijakan pemerintah (stakeholder terkait) dalam hal tersebut belum maksimal, khususnya dalam penerapan penggunaan bahan bakar rendah sulfur. 

Menurut Pertamina pada 2012, keasaman  air  hujan, salah satunya diakibatkan oleh SO2 dan NOx hasil emisi dari kegiatan industri dan transportasi. Sektor pengguna BBM terbesar adalah transportasi (65%), pembangkit listrik (16%), industri (10%), dan sektor lainnya (9%). Menurut Kementerian LH pada 2014, kandungan sulfur dalam bahan bakar diesel  di Indonesia secara umum berkisar antara 2000-3000 ppm, yang dikonsumsi oleh sekitar 97% penduduk Indonesia. 

Pada tahun 2015 BPH Migas menyatakan bahwa penggunaan bahan bakar solar dari 13 juta Kl, dimana sebanyak 96% dialokasikan untuk transportasi darat. Kontribusi penggunaan bahan bakar rendah sulfur dan biofuel yang lebih ramah lingkungan mendukung penurunan emisi sulfur dan menjadi salah satu langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak deposisi asam. Dengan penerapan program ini diharapkan adanya pengaruh nyata bagi pengurangan sumber pencemar deposisi asam akibat dari pembakaran bahan bakar fosil.***AF

Penulis : Ali Fardian