Dientry oleh Rizda Hutagalung - 24 January, 2018 - 1028 klik
Gali Informasi Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, 16 Kepala Desa Kalimantan Barat Kunjungi P3SEKPI

P3SEKPI (Bogor, 16/01/2018)_Sebanyak 16 kepala desa dari Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat menyambangi Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI), Selasa siang (16/01). Kunjungan studi banding yang difasilitasi oleh Aidenvironment, organisasi berbadan hukum Yayasan Indonesia yang bekerja di bidang keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan perspektif baru tentang pengelolaan hutan berkelanjutan.  

Hal ini menjadi penting karena saat ini mereka sedang melaksanakan program pembangunan desa dan kawasan pedesaan berbasis perhutanan sosial, di desa masing-masing. Terkait itu, pertemuan yang dipandu oleh Agus Harya Setyaki, Kepala Bidang PDTLP, menghadirkan tiga peneliti P3SEKPI sebagai narasumber. Peneliti tersebut, yaitu Retno Maryani untuk topik social forestry, Lukas Rumboko Wibowo untuk topik demokrasi lokal tata kelola kehutanan, dan Ismatul Hakim untuk topik desa berkemakmuran hijau.

Salah satu perspektif yang disampaikan para peneliti tersebut sehingga memberikan optimisme bagi para kepala desa adalah nasib hutan ada di tingkat desa. Akan tetapi permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah tidak atau belum berkembangnya kelembagaan pengelolaan. Menurut peneliti, permasalahan ini sesungguhnya dapat diselesaikan dengan sinergitas tiga elemen demokrasi, yakni transparansi, partisipasi, dan  kedaulatan, yang pada akhirnya akan melahirkan trust (kepercayaan) antar warga.

Perspektif lainnya, yaitu pemerintah semakin memberi ruang yang luas bagi pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan. Hal ini tercermin dari kebijakan “Salam Lima Jari”. Inti dari kebijakan tersebut adalah memberikan aspek legal masyarakat dalam mengelola hutan. “Lima jari” yang dimaksud adalah lima program utama yakni Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Lingkungan. Strategi yang digunakan untuk menjalankan program tersebut adalah pemberian akses kelola perhutanan sosial kepada masyarakat dan peningkatan kapasitas usaha perhutanan sosial.

Selain itu, “Desa pertumbuhan berkemakmuran hijau” sesungguhnya ingin menghasilkan tumbuhnya ekonomi, makmurnya rakyat, dan hijaunya lahan di setiap desa. Impian besar ini harus dimulai dengan membangun komunikasi antar semua unsur yang terlibat.

Namun demikian, perspektif yang memberikan optimisme tersebut ternyata bersandingan dengan ironi dan kegelisahan para kepala desa. Adalah sebuah ironi ketika Rino, Pejabat Kepala Desa B. Krio menjelaskan bahwa baru sekarang mendengar istilah “perhutanan sosial” dengan segala produk turunannya, sementara desa mereka bersebelahan dengan hutan dan mereka sudah turun-temurun hidup di sana. Ini menggambarkan tentang tersumbatnya saluran komunikasi.

Di sudut lain, adalah kegelisahan tersendiri bagi Suardi (kepala desa di Kabupaten Sambas), Victor Sriyanto (Kepala Desa Laman Satong, Kabupaten Ketapang), dan mungkin kepala desa yang lain tentang legalitas hak kelola hutan yang mereka gunakan. Hal ini terjadi karena selama ini mereka mengelola lahan yang merupakan kawasan hutan lindung maupun hutan konservasi.***

Penulis : Tim website