Dientry oleh Rizda Hutagalung - 24 January, 2018 - 825 klik
Berkunjung ke P3SEKPI, Mahasiswa UGM Gali Informasi Kebijakan Perubahan Iklim dan Social Forestry dari Peneliti

P3SEKPI (Bogor, 16/01/2018)_Selasa pagi (16/01), Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) menerima kunjungan mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kunjungan ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan penjelasan tentang kebijakan perubahan iklim dan social forestry.

Pertemuan dengan mahasiswa UGM yang menamakan diri Kelompok Studi Kehutanan yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Kehutanan dari berbagai tingkat semester ini dipandu oleh Agus Harya Setyaki, Kepala Bidang PDTLP. Dua peneliti terkait hadir dalam pertemuan tersebut, yaitu Retno Maryani Yanto Rochmayanto.

Dalam paparannya tentang social forestry, Retno menguraikan terjadinya perubahan kebijakan pengelolaan hutan sejak era 1980-an hingga sekarang. Di era 1980-an, kebijakan pengelolaan hutan bertumpu kepada produk hutan berupa kayu dan hak pengelolaannya diberikan kepada perusahaan besar dalam bentuk hak pengelolaan hutan. Hutan menjadi salah satu sumber utama Pemerintah untuk membiayai pembangunan.

“Sejalan dengan perjalanan waktu, kebijakan ini menimbulkan deforestasi sehingga mulai era 1990-an mulai muncul gerakan sosial dan lingkungan untuk memulihkan fungsi hutan. Di era ini mulai dimunculkan hak masyarakat dalam mengelola hutan untuk kesejahteraan. Kini, isu lingkungan menjadi kian membesar di tengah isu kemiskinan,” kata Retno.

Menurut Retno, respon pemerintah yang dimotori oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah menelurkan kebijakan “Salam Lima Jari”. Inti dari kebijakan tersebut adalah memberikan aspek legal masyarakat dalam mengelola hutan. “Lima jari” yang dimaksud adalah lima program utama yakni Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Lingkungan.

Lebih lanjut dijelaskan, strategi yang digunakan untuk menjalankan program tersebut adalah pemberian akses kelola perhutanan sosial kepada masyarakat dan peningkatan kapasitas usaha perhutanan sosial. Meski masih terdapat perdebatan tentang siapa yang sesungguhnya memiliki hak atas hutan, apabila ke-5 program tersebut dapat dioptimalkan, maka besar harapan angka kesejahteraan masyarakat sekaligus kelestarian sumberdaya hutan akan terus membaik.

Retno mencontohkan proyek kerjasama BLI dengan ITTO sebagai implementasi kebijakan tersebut, yakni Strengthening the Capacity of Local Institutions to Sustainably Manage Community Forestry In Sanggau For Improving Livehood. Proyek yang berlokasi di Kabupaten Sanggau ini merupakan pendampingan HKm bagi masyarakat Dayak.

Untuk topik kebijakan perubahan iklim, Yanto menjelaskan bahwa kalau kita berbicara tentang perubahan iklim, maka ada dua implikasi yang akan timbul, yakni adaptasi dan mitigasi. Di Indonesia, ada lima kebijakan besar untuk perubahan iklim, yakni: Strategi Nasional, Sistem Monitoring Hutan Nasional, Sistem Informasi Jejaring Pengaman, FREL, dan Sistem Registrasi REDD+. Untuk sektor kehutanan, lahan gambut menjadi “arena bermain” utama dengan fokus kepada penurunan deforestasi lahan gambut karena besarnya carbon content yang terkandung di lahan gambut.***

Penulis : Tim website