Dientry oleh Rizda Hutagalung - 22 March, 2018 - 741 klik
Tindak Lanjut Sinkronisasi Kegiatan BLI dan Ditjen KSDAE terkait Pulau Pejantan

BLI (Bogor, 21/03/2018)_Sebagai tindak lanjut sinkronisasi kegiatan penelitian dan pengembangan bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem, Badan Litbang dan Inovasi (BLI) dengan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mengadakan pertemuan di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa (20/03/2018). Adapun yang menjadi bahasan yaitu terkait Pulau Pejantan.

Hasil rapat menegaskan, untuk kemandirian hasil penelitian, sangat diharapkan kegiatan eksplorasi dan survey di kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati dengan membentuk Tim Eksplorasi Pulau Pejantan yang melibatkan instansi terkait dari beberapa kementerian/lembaga.

Instansi yang akan dilibatkan, yaitu BLI, Ditjen. KSDAE (KKH, BPEE, BBKSDA Riau), Ditjen. PKTL (BPKH XII Tanjung Pinang), Setjen KLHK, LIPI (Puslit Biologi dan Deputi Ilmu Hayati Kebun Raya), KKP (Dit. Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang berubah nomenklatur menjadi Ditjen. Pengelolaan Ruang Laut), Kemenko Maritim, Kemenhub (Ditjen. Hubla), Pemkab. Bintan dan DPD Bintan (Robi).

Hal ini sesuai dengan arahan Sekretaris BLI, Dr. Sylvana Ratina, yang mengatakan bahwa untuk menindaklanjuti ekspedisi yang telah dilakukan peneliti BLI KLHK, perlu melibatkan banyak tim sesuai kepakaran, agar penelitian lebih mendalam dan menyeluruh untuk mengungkap potensi Pulau Pejantan.

“Perlu segera ada tindak lanjut dengan menggandeng pihak-pihak terkait, sehingga kegiatan ini perlu segera dielaborasi dan dihigh light untuk segera dilaksanakan,” kata Sylvana saat memimpin rapat.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, tim peneliti BLI telah melakukan ekspedisi ke Pulau Pejantan. Dipimpin oleh Dr. Hendra Gunawan, peneliti Pusat Litbang Hutan, ekspedisi tersebut dilakukan selama 13 hari, 25 Januari sampai 6 Februari 2017.

Menurut Hendra dan tim, Pulau Pejantan yang terletak di Desa Mentebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau ini sangat unik, ekslusif dan sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata. Disebut unik karena ekosistem ini belum pernah ada, bahkan di klasifikasi tipe ekosistem.

“Unik, karena vegetasi hutan di atas batu granit, di sela-sela atau lapisan tanah tipis di atas batu granit dan eksklusif karena memiliki perbedaan keanekaragaman hayati yang jauh berbeda dengan pulau-pulau di sekitarnya,” kata Hendra.

Hendra menjelaskan, ekosistem yang ditemukan di Pulau Pejantan seluas 9,63km2 dan berpenduduk 40 orang, 12 kepala keluarga ini terdiri dari ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem hutan hujan dataran rendah, vegetasi di habitat batu granit, ekosistem goa, ekosistem terumbu karang.

Selain itu, indikasi ada spesies-species baru flora dan fauna (proses spesiasi) karena isolasi, adaptasi, evolusi jutaan tahun. Beberapa diantaranya seperti bajing spesies baru, penyu sisik, penyu pipih dan lain sebagainya. Riset awal, terungkap jika berdasarkan karakteristik biologis baik flora maupun fauna di Pulau Pejantan mengindikasikan adanya kedekatan atau kekerabatan dengan ekosistem yang ada di pulau Kalimantan.

Mengenai jumlah sepesies baru, belum dapat dipastikan karena perlu kajian taksonomis dengan dukungan analisis DNA, memerlukan penetapan kawasan sebagai daerah yang dikonservasi/dilindungi, misalnya kawasan konservasi berbentuk Taman Wisata Alam (TWA) dan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), dan bisa menjadi trigger pembangunan wilayah pulau terpencil/terluar dengan basis ekowisata.***

Penulis : EDP