Dientry oleh Rizda Hutagalung - 19 April, 2018 - 756 klik
Menakar Kerugian Negara Akibat Rusaknya Sumber Daya Hutan dan Lahan

BP2LHK Palembang (Palembang, 18/04/2018)_Luasnya dampak kerugian negara akibat kerusakan lingkungan, mendorong banyak pakar melakukan kajian terhadap isu ini. Salah satunya, Nur Arifatul Ulya, peneliti Balai Litbang LHK Palembang, telah melakukan beberapa kajian terhadap isu ini sejak tahun 2014.

Berdasarkan hal itu, Nur diminta menjadi salah satu narasumber dalam Focus Grup Discussion (FGD) bertema Pemetaan Hidden Population Akibat Pengelolaan SDHL di Sumatera Selatan. Acara yang diselenggarakan Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) ini dilaksanakan di hotel Batiqa (Rabu, 18/04/2018).

Dalam paparannya, Nur Arifatul menjelaskan bagaimana kerusakan lingkungan tersebut berdampak signifikan baik bagi negara maupun masyarakat sekitar hutan khususnya di wilayah Sumsel, antara lain pendapatan negara yang menurun, berkurangnya kuantitas pangan, dan penurunan pemanfaatan fungsi hutan sehingga menyebabkan rendahnya kualitas air dan udara.

“Selain itu, kerusakan SDHL juga mengakibatkan tingginya gangguan kesehatan bagi masyarakat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rata-rata kerugian yang diderita responder akibat terganggunya fungsi perlindungan lingkungan hutan rawa gambut sekitar Rp. 4,5 juta per orang per tahun,” kata Nur.

Senada dengan Nur Arifatul, Najib Asmani, Staf Ahli Gubernur Sumsel juga membeberkan berapa besar kerugian negara akibat kerusakan ini. Menurut data yang yang dirilis oleh the Asia Foundation, nilai kerugian yang disebabkan karhutla 2015 mencapai 221.414 triliun, dimana kerugian di sektor kehutanan sebesar 13,348 milyar dan emisi karbon sebesar 15,565 milyar.

Lebih lanjut, Najib memaparkan hasil penelitiannya yang menyimpulkan bahwa pembangunan HTI dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Bertolak belakang dengan apa yang dipaparkan Najib, Amilda Sani memaparkan bahwa penguasaan SDHL oleh korporasi malah membuat masyarakat adat (indigenous people) tersingkir dari lahannya dan membuat mereka harus mengemis di lahannya sendiri.

“Mereka diakui secara de facto, tapi mereka tidak punya tanah sebagai identitas diri mereka,” tegas dosen UIN Raden Fatah ini. Dikhawatirkannya, kehilangan identitas diri ini akan mengakibatkan hilangnya local knowledge.

Masukan lain yang disampaikan di FGD ini datang dari Yenrizal Tarmizi, dosen UIN Raden Fattah. Yenrizal menyarankan untuk melihat dampak kerusakan lingkungan perlu membagi masyakat itu ke dalam lingkaran-lingkaran (Ring). “Kan bisa saja kebakarannya di Kalimantan, tapi dampaknya juga ikut dirasakan warga Palembang,” kata Yenrizal. Menurutnya ring-ring ini bisa membantu peneliti dalam menginvestigasi dampak kerusakan lingkungan secara lebih efektif.

FGD ini diselenggarakan sebagai salah satu rangkaian persiapan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti-peneliti dari Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim. Penelitian yang berjudul “Pemetaan hidden population terkena dampak dan valuasi ekonomi kerugiannya: sebuah tinnjauan ekonomi politik atas praktik penguasaan sumberdaya hutan dan lahan di Indonesia“ ini digawangi oleh Handoyo, Yanto Rochmayanto, Fitri Nuratriani, dan Dian Charity Hidayat.

FGD ini bertujuan untuk menjaring pengetahuan dan pengalaman para peserta FGD dalam mengidentifikasi hidden population yang terkena dampak pratik penguasaan SDHL di Sumatera Selatan serta mengidentifikasi indikasi kerugian ekonomi yang diterima masyarakat tersebut. Selain itu juga untuk menentukan lokasi penelitian yang cocok sebagai representasi penelitian ini.***FA

Penulis : Fitri Agustina