Dientry oleh Rizda Hutagalung - 27 April, 2018 - 842 klik
Sidik Cepat Degradasi Sub DAS, Metode Pemetaan Daerah Banjir dengan Data Minim

Balitek DAS (Solo, 26/4/2018)_Meminimalkan kerugian bencana banjir dapat dilakukan melalui deteksi dini dengan membuat peta daerah banjir. Namun, proses ini sering terkendala kurangnya atau minimnya data pada tingkat tapak.

Kabar baiknya, dengan metode Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ditemukan oleh peneliti Balai Litbang Teknologi Pengelolaan (Balitek) DAS Solo, hal ini tidak lagi menjadi kendala. Dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG), metode ini sangat mudah diaplikasikan pada tingkat tapak meskipun menggunakan data minimal. 

Hal ini diungkapkan oleh Diah Auliyani, S. Hut., M.Si., Peneliti Balitek DAS dalam artikelnya yang berjudul Daerah Bahaya Banjir di Sub DAS Sepauk dan Tempunak Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat  yang dimuat pada Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (JPPDAS), Vol 1, No 2 tahun 2017. 

“Sidik cepat degradasi sub DAS dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat degradasi sub DAS termasuk di dalamnya adalah daerah bahaya banjir,” kata Diah. 

Dalam artikelnya, Diah menyatakan bahwa metode ini telah dipakainya dalam menganalisis daerah banjir di Sub DAS Sepauk dan Sintang, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Adapun data yang digunakan adalah DEN/SRTM (Digital Elevation Model/Shuttle Radar Topography Mission), curah hujan, dan penutupan lahan. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua wilayah penelitian tersebut sebagian besar merupakan daerah rawan banjir. Untuk Sub DAS Sepauk sebesar 78,3% dan Sub DAS Tempunak sebesar 56,0%.    

“Daerah bahaya banjir pada kedua sub DAS tersebut, umumnya berada pada tipe penutupan pertanian lahan kering campur, lahan terbuka, dan pemukiman. Untuk daerah rentan banjir di Sub DAS Sepauk juga dipengaruhi oleh adanya area pertambangan dan pertanian lahan kering,” kata Diah. 

Diah menyatakan bahwa daerah banjir pada kedua sub DAS tersebut ternyata lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya atau penelitian sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pada wilayah tersebut telah mengalami peningkatan luas lahan terdegradasi. Salah satu penyebabnya adalah adanya perubahan penutupan lahan. 

Berdasarkan data yang ada, pada periode 2001-2009, di Sub DAS Sepauk telah terjadi pengurangan luas hutan sebesar 6,6% untuk hutan lahan kering primer dan 8,3% untuk hutan lahan kering sekunder. 

“Penutupan lahan berupa hutan mempengaruhi fungsi penyerapan DAS terhadap air hujan. Hasil penelitian di DAS Kaligarang menyebutkan bahwa penurunan persentase luas hutan mengakibatkan kenaikan koefisien run-off, peningkatan debit maksimum harian, dan menurunkan nilai baseflow,” jelas Diah mengutip hasil penelitian Budiyanto dkk pada 2015.*** 

Sumber Artikel:

  1. Daerah Bahaya Banjir di Sub DAS Sepauk dan Tempunak Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat yang dapat didownload pada http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPPDAS/article/view/4103 
  1. Buku Sidik Cepat Degradasi Sub DAS Edisi Revisi-Cetakan Kedua yang dapat diunduh di http://dassolo.litbang.menlhk.go.id/penelitian/publikasi/tahun/2010/unduh/366/Buku-Sidik-Cepat-Degradasi-Sub-Daerah-Aliran-Sungai-Sub-DAS-Edisi-Revisi-Cetakan-Kedua 

 Informasi Lebih Lanjut:

Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS (Balitek DAS)

Website : http://dassolo.litbang.menlhk.go.id

Jl. Jend. A. Yani Pabelan Kotak Pos 295, Surakarta 57012, Telp.  0271 - 716709, Fax.   0271 – 716959

Penulis : Tim website