Dientry oleh Rizda Hutagalung - 29 May, 2018 - 1475 klik
Melihat Kebun Jati Hutan Rakyat di Surade, Sukabumi yang Tumbuh Baik

BP2TPTH (Bogor, 5/2018)_Dalam rangka melihat dan mengamati penerapan teknik silvikultur dalam pengelolaan tanaman Jati (Tectona grandis) di Hutan Rakyat, tim peneliti Balai Litbang Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BP2TPTH) Bogor berkunjung ke hutan jati di Desa Citanglar, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, 12-13 April 2018 lalu.

“Kita ingin melihat bagaimana teknik silvikultur yang diterapkan pada tanaman jati (Tectona grandis) di Surade ini, dan sudah dibuktikan pertumbuhannya sangat baik, dengan usia 5 (lima) tahun sudah berdiamater 20 (dua puluh) cm,” jelas Ibu Dr. Yuli Bramasto, selaku Ketua Kelti Teknologi Perbenihan pada BP2TPTH.

Dari Ir. Zanzibar, sesama peneliti BP2TPTH selaku pengelola hutan jati tersebut diketahui bahwa jarak tanam 3mx4m dan 4mx4m membuat jati tumbuh maksimal. Zanzibar mengatakan, setelah 8 tahun, tanaman jati hutan rakyat seluas 30 hektar ini akan dilakukan penjarangan/tebang jalur produksi pertama dan umur panen yang diharapkan adalah 12 tahun.

Menurut Zanzibar, yang terpenting adalah bagaimana pemeliharaannya, terutama pemupukan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, NPK dan urea.

“Pupuk kandang diberikan pada saat persiapan lahan agar kesuburan tanah meningkat, setelah satu dan dua tahun penanaman juga masih tetap diberikan. Sedangkan pupuk NPK diberikan pada umur tiga bulan dan satu tahun, pupuk urea pada tahun kedua dan ketiga. Pemupukan ini hanya dilakukan sampai tanaman berumur tiga tahun,” jelas Zanzibar.

Dijelaskan juga, karena ini adalah Hutan Rakyat, pada masa-masa awal juga diterapkan sistem agroforestry dengan sistem tumpang sari. Jenis tanaman yang ditumpangsarikan yakni padi, jagung dan kacang tanah dengan memberikan akses pada masyarakat sekitar sebanyak 60 orang petani penggarap.

Pak Abas, salah seorang masyarakat setempat yang menjadi penanggung jawab atau mandor lapangan mengatakan, sistem pengelolaan tanah dengan tanaman tumpang sari tersebut dilakukan sampai tanaman jati berumur 2 tahun.

“Karena setelah tanaman jati berumur 3 tiga tahun, tajuk tanaman jatinya akan mulai menutupi lahan dan membatasi cahaya matahari sehingga menghambat pertumbuhan tanaman yang berada di bawah naungan,” jelas Abas.

Untuk diketahui, kunjungan tim peneliti ini juga terkait dengan adanya rencana peningkatan produktivitas lahan hutan rakyat dan pelestarian sumber daya genetik Jati di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.

“Kami ada rencana untuk membangun Sumber Benih dan Area Sumber Daya Genetik Jati Muna, yang salah satu kegiatannya juga akan menerapkan sistem agroforestry di Hutan Rakyat,” kata Dr. Agus Astho P, salah seorang peneliti di BP2TPTH.

Menurut Agus, pembangunan Sumber Benih (SB) dan Area Sumber Daya Genetik (ASDG) baik jangka pendek maupun jangka panjang akan berperan positif dalam program rehabilitasi lahan hutan yang tergdegradasi. “Yah, doakan saja semoga disetujui dan dimudahkan rencana kami ini,” kata Agus.***Nia & Dsm

Penulis : Nia & Dsm