- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
Rizda Hutagalung -
31 May, 2018 -
755 klik
Bahaya Erosi - Sedimentasi pada DAS Berhutan Jati
Balitek DAS (Solo, 30/5/2018)_Persentase penutupan hutan jati yang tinggi dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun sub DAS tidak menjamin air sungai yang mengalir melalui DAS tersebut bebas dari masalah sedimen terlarut. “Oleh karena itu bahaya erosi - sedimentasi pada DAS berhutan jati perlu diwaspadai,” kata Tyas Mutiara Basuki, peneliti pada Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS (Balitek DAS) Solo di kantornya, baru-baru ini.
Menurut Tyas, pada musim kemarau, daun jati gugur dan tanah terbuka. "Jika pada awal musim penghujan turun hujan maka tanah yang terbuka tersebut akan mengalami erosi. Tanah hasil erosi pada lahan berlereng akan terangkut oleh limpasan permukaan menuju ke sungai dan menjadi sedimen,” tambah Tyas.
Tyas menjelaskan, sumber erosi lain dapat berasal dari areal dengan tanaman jati muda yang tajuknya belum rapat melindungi permukaan tanah, erosi pada tampingan teras pada sistem tumpangsari jati dengan tanaman semusim.
“Sumber erosi-sedimentasi lain yang penting untuk diperhatikan adalah erosi tebing sungai. Sedimen terlarut pada sub DAS dengan penutupan hutan jati tua 82% berkisar antara 3 hingga 17 ton/tahun, sedangkan untuk sub DAS dengan penutupan hutan jati tua 53% sedimen terlarut berkisar antara 8 hingga 59 ton/tahun,” jelas Tyas.
Untuk mengatasi permasalahan erosi tersebut, menurut Tyas, tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mencari sumber-sumber erosi - sedimentasi. Selanjutnya, berdasarkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat perlu dilakukan beberapa hal, dimulai dari penanaman tanaman penutup tanah dengan legum yang tahan naungan. Sebagaimana diketahui, fungsi legum tersebut selain menutup tanah dari pukulan energi kinetik air hujan juga untuk melembabkan tanah sehingga tidak terbakar pada musim kemarau.
Selain itu perlu penguatan tampingan teras dengan batu yang ada di sekitar lokasi atau rumput pada lahan-lahan tumpang sari jati dengan tanaman semusim; Penerapan sekat bakar baik yang vegetatif maupun yang struktural; Stabilisasi tebing-tebing sungai yang potensial terjadi erosi dengan metode vegetatif maupun sipil teknis; dan stabilisasi lereng untuk mencegah erosi tebing dan longsor; serta pengamanan daerah sempadan sungai.
Tak dapat dipungkiri bahwa hutan jati telah mendatangkan pendapatan negara melalui perdagangan kayunya yang bernilai ekonomi tinggi. Selain itu sistem agroforestri jati dengan tanaman pangan maupun empon-empon yang diberlakukan pada pengelolaan hutan jati telah memberikan sumbangsih kepada masyarakat di sekitar hutan.***TMB
Sumber Artikel :http://dassolo.litbang.menlhk.go.id/penelitian/publikasi/tahun/2017/unduh/899/Buku-Tempat-Tumbuh-Hasil-Air-dan-Sedimen
Informasi lebih lanjut: Balai LitbangTeknologi Pengelolaan DAS (Balitek DAS)
Website : http://dassolo.litbang.menlhk.go.id
Jl. Jend. A. Yani Pabelan Kotak Pos 295, Surakarta 57012, Telp. 0271 - 716709, Fax. 0271 – 716959