- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
Rizda Hutagalung -
30 July, 2018 -
1291 klik
Segitiga Cinta Pendidikan Lingkungan Hidup
P3SEKPI (Bogor, Juli 2018)_Ide-ide segar yang kolaboratif diperlukan dalam menyikapi persoalan lingkungan hidup yang terjadi saat ini. Ide-ide kolaboratif dapat menjadi alternatif penyelesaian dalam membangun generasi ramah lingkungan. Konsep Segi Tiga Cinta yang ditawarkan Latipah Hendarti dari De Tara Foundation adalah salah satu contoh inisiasi pendidikan lingkungan hidup (PLH).
Menurut Latipah, perubahan perilaku seseorang dimulai dengan cintanya kepada Tuhan (Sang Maha Pencipta), manusia, dan alam. Ketiga hal itu yang harusnya ditekankan oleh para guru terkait dalam pelajarannya. Maksudnya, pelajaran lingkungan hidup tidak hanya diberikan pada pelajaran PLH saja, namun pelajaran yang lain seperti pendidikan agama.
“Contoh dari segi pendidikan agama, hanya cinta kepada manusia yang ditekankan; padahal cinta kepada alam, seperti kalau membuang sampah ke sungai, maka akan mendzalimi sungai di hilir,” jelasnya dalam agenda Pojok Iklim (18/7/2018) di Manggala Wanabhakti, Jakarta.
Tidak hanya konsep, Latipah juga merumuskan penerapan praktis Segi Tiga Cinta dalam wujud Si KAASP, akronim dari Knowledge, Awareness, Attitude, Skill, dan Participant. Penerapan praktis itu merupakan sebuah langkah yang harus ditapaki secara bertahap.
“Berawal dari knowledge, murid harus diberi pengetahuan terlebih dahulu mengenai lingkungan hidup dan bagaimana merawatnya. Setelah itu diberikan kesadaran untuk menjaga dan melestarikannya (awareness). Ketika sudah sadar, tinggal diubah perilakunya (attitude), lalu diberi pembekalan skill (kemampuan) yang diperlukan,” paparnya. Terakhir, orang-orang yang telah dididik dengan metode Si KAASP harus didorong untuk mengajak (participant) orang lain yang belum berkesempatan mendapat hal yang sama.
“Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” demikian Latipah menutup paparannya.***