Dientry oleh Rizda Hutagalung - 25 July, 2018 - 523 klik
Supervisi PUI Kebijakan Perubahan Iklim, Supervisor Tekankan Prioritas P3SEKPI

P3SEKPI (Bogor, Juli 2018)_Seperti diketahui, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) telah ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) Kebijakan Perubahan Iklim dengan kategori pembinaan. Pembinaan tersebut berlaku selama tiga tahun, dimulai tahun 2018 dan berakhir pada tahun 2020.

Terkait itu, Kamis (19/7/2018), tim supervisi dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melakukan supervisi PUI ke kantor P3SEKPI di Gunung Batu Bogor. Supervisi pembinaan ini adalah fasilitas dalam memberikan masukan untuk penguatan kelembagaan PUI P3SEKPI. Melalui supervisi akan terlihat apa yang sudah, sedang, dan akan dilakukan oleh P3SEKPI terkait penguatan lembaga, sekaligus menemukan solusi atas masalah dan kendala yang dihadapi.

Kepala P3SEKPI, Dr. Syaiful Anwar menyambut hangat kedatangan para supervisor. Menurutnya, ini merupakan kesempatan bagi P3SEKPI sebagai kandidat PUI untuk sharing mengenai permasalahan yang sedang dihadapi. “Pada kunjungan supervisi ini, kami senang dengan kesempatan asistensi dalam rangka pembinaan P3SEKPI menuju pusat unggulan iptek,” kata Syaiful.

Ir. Wahjudi Wardojo, M.Sc., Tenaga Ahli Menteri LHK dan Senior Policy Advisor pada Lembaga The Nature Conservancy/TNC, selaku supervisor PUI, menekankan hal-hal penting dan prioritas yang harus dilakukan P3SEKPI. Pertama, produk P3SEKPI adalah kebijakan yang bersifat scientific base sehingga kebijakan yang dihasilkan harus berkualitas.

“Harus disadari bahwa tidak semua pengambil kebijakan mempunyai sense of science. oleh karena itu, P3SEKPI harus menemukan cara agar kebijakan tersebut diterima oleh para pengambil kebijakan,” kata Wahjudi.

Menurutnya, ukuran keberhasilan adalah seberapa jauh kebijakan tersebut diterapkan, bukan berakhir pada buku yang diterbitkan. “P3SEKPI harus berani mengeksplisitkan target-target keberhasilan tersebut,” tambahnya.

Prioritas kedua, peningkatan kapasitas SDM peneliti harus menjadi upaya yang terus-menerus. Sebaiknya ditegaskan bahwa di setiap MoU harus ada kesepakatan untuk pengembangan SDM peneliti. Menurutnya, sinergitas antara P3SEKPI dengan mitra kerjasama harus ‘adil’.

“Proyek yang mereka tawarkan ke kita, membuktikan mereka butuh kita. Sayang jika kita manut saja keinginan mereka tanpa ada sinergi yang adil. Minimal dalam bentuk kerjasamanya ada kesepakatan untuk menyekolahkan peneliti kita,” kata pria yang pernah menjadi Kepala Badan Litbang Kehutanan ini.

Ketiga, personal relationship menjadi sesuatu yang sangat penting untuk terus dibangun guna meningkatkan jejaring kerja. Kedalaman jaringan yang dimiliki oleh peneliti perlu dipetakan. Personal relationship menjadi pintu masuk efektif untuk ‘menjual’ institusi karena akan meningkatkan daya jangkau dan pengakuan dari pihak lain terhadap keberadaan P3SEKPI.

“Hasil penelitian boleh banyak, namun jika kita tidak pernah ‘ngomong’ dan menginformasikan ke masyarakat dengan bahasa mereka, maka hasil-hasil itu tidak akan dianggap,” kata Wahjudi.

Selain itu, Wahjudi juga mengingatkan agar setiap insan P3SEKPI yang mengikuti “event” diharuskan untuk mengabarkan melalui semua media yang dimiliki (website, facebook, instagram, whatsapp). Menurutnya, hal itu akan membantu peneliti untuk terus melakukan improvisasi, baik untuk dirinya sendiri maupun institusi.

“Catat paparan kita, catat bagaimana respon audience saat kita selesai bicara. Semua itu akan sangat membantu ketika kita berfikir bagian mana lagi yang harus ditingkatkan,” kata Wahjudi.

Terakhir, Wahjudi mengingatkan bahwa P3SEKPI tidak boleh melupakan jati dirinya sebagai lembaga penelitian inovasi. Litbang harus leading the way sehingga P3SEKPI harus mampu menghasilkan kebijakan yang merupakan “lompatan ke depan” dan “mendahului”. Outcomenya harus merupakan hasil litbang yang diimplementasikan dan diadopsi menjadi kebijakan oleh pihak lain.***

Penulis : Tim website