Dientry oleh Rizda Hutagalung - 19 October, 2018 - 1217 klik
Diskusikan Konservasi Satwa Liar, Tim Komodo Survival Program Kunjungi BP2LHK Kupang

BP2LHK Kupang (Kupang, Oktober 2018)_Tim Komodo Survival Program (KSP), Muhammad Azmi dan Ayu Wijayanti mengunjungi Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Kupang, Selasa (9/10/2018). Adapun maksud kunjungan tersebut, berdiskusi mengenai konservasi satwa liar khususnya komodo (Varanus komodoensis) dan rusa timor (Rusa timorensis).

Beberapa hal yang diutarakan tim KSP pada pertemuan ini diantaranya bahwa sejak tahun 2015 sampai sekarang KSP telah melakukan konservasi komodo di daerah Pota sampai Riung Pulau Flores Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Kenapa harus konservasi Komodo? Agar masyarakat dapat memahami bahwa komodo bukanlah hama, melainkan aset yang berharga dari daerah tersebut untuk perkembangan pariwisata,” kata Ayu Wijayanti, salah satu tim KSP.

Tim KSP menyampaikan bahwa masyarakat sekitar mengeluhkan banyaknya hewan ternak yang mati tanpa diketahui penyebabnya dan mereka berpendapat bahwa komodo telah memangsa hewan ternaknya. Namun berdasarkan hasil survei tim KSP, bahwa 50% ternak masyarakat dimangsa oleh anjing liar, bukan komodo.

Menanggapi hal tersebut, peneliti BP2LHK Kupang, Dr. Kayat, M.Sc dengan kepakaran Konservasi Biodiversitas yang turut dalam diskusi tersebut mengatakan, sebaiknya diberikan insentif kepada masyarakat yang ternaknya dimangsa oleh komodo, sehingga masyarakat tidak membalas dengan membunuh komodo yang telah memangsa ternaknya.

“Kawasan Tanjung Torong Padang merupakan habitat satwa liar yang ideal untuk konservasi komodo karena banyak satwa mangsa yang tersedia seperti rusa timor, babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan landak (Hystrix javanica),” kata Kayat.

Pada pertemuan ini juga diutarakan bahwa tujuan lain dari konservasi ini adalah untuk memetakan distribusi konflik antara komodo dengan masyarakat di desa-desa dari sepanjang Pota sampai ke Riung, yaitu bagaimana pemahaman masyarakat dalam hal konservasi satwa.

Terkait itu, KSP telah menginisiasi pelatihan pembuatan patung komodo sebagai souvenir, dimana pelatihan tersebut dilakukan dengan mengirim 1 orang masyarakat ke Taman Nasional Komodo. Program selanjutnya yaitu mengedukasi melalui pemutaran film tentang komodo, pelatihan bahasa inggris, dan ilmu pariwisata untuk meningkatkan sumber daya masyarakat.

Selain itu, KSP juga melakukan pendekatan sosial budaya kepada masyarakat sekitar kawasan Tanjung Torong Padang yang merupakan habitat komodo yang sangat potensial, seperti Suku Baar yang berada di Sambinasi Raya (Desa Sambinasi, Sambinasi Tengah, dan Sambinasi Barat). Sehingga kelembagaan adat yang ada diharapkan dapat mendukung pengelolaan kawasan Tanjung Torong Padang dan dapat memberikan nilai tambah kepada masyarakat Suku Baar.

Mendukung apa yang sudah dilakukan KSP, Kayat mengatakan pendekatan sosial budaya kepada masyarakat sekitar habitat komodo adalah hal penting.

“Sebaiknya KSP merangkul segala lapisan masyarakat Suku Baar, mulai tokoh adat, tokoh agama, generasi muda, dan lapisan masyarakat lainnya agar programnya berjalan lancar dan masyarakat Suku Baar merasakan dampak positif dari kegiatan tersebut,” kata Kayat kepada tim KSP sambil melanjutkan diskusi.***DISP

Penulis : Tim website