Dientry oleh Rizda Hutagalung - 14 November, 2018 - 2080 klik
US Forest Service Mengusung “Multiple Use Public Land (Forest)” dalam Mengelola Kawasan Hutan

BLI (Arizona, November 2018)_”Multiple use public land (forest), dimana semua warga negara berhak mendapatkan banyak manfaat dari hutan” merupakan poin penting yang diusung US Forest Service (USFS) dalam rangka USFS International Programme,  yang diselenggarakan di Arizona, United States of America (Amerika Serikat) selama 7 hari, 4 - 10 November 2018 lalu.

Dr. Ayu Dewi Utari, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia, yang mengikuti program tersebut mengatakan, hal penting yang didapatkan dari kegiatan High Level Visit to USFS 2018 ini adalah bagaimana kita melihat sistem yang dibangun USFS dalam implementasi multiple use of the forests, mencakup SDM, keuangan, kemitraan dan kewenangan yang diberikan dalam setiap levelnya.

“Sebab kalau dari sisi ekosistem hutan, jelas berbeda antara hutan tropis dan hutan sub tropis.” kata Ayu Dewi.

“Kepala KPH harus mampu melihat potensi, memetakan mitra serta membaca regulasi agar mampu membawa KPH yang dipimpinnya dapat mencapai target yang dibebankan,” lanjut Ayu Dewi.

Sebagai informasi, USFS, instansi yang berada di bawah Departemen Pertanian Amerika Serikat ini saat ini mengelola kawasan hutan seluas 78,1 juta ha. Di Amerika, selain USFS Instansi lain yang melakukan pengelolaan lahan kawasan hutan juga dilakukan oleh Bureau of Land Management, Fish & Wildlife Service, Forest Service, yang berada di bawah US Department of Agriculture  dan National Park Service (Department of Interior).

Dalam acara High Level Visit 2018 ini, peserta diajak mengunjungi Coconino National Forest, Kaibab National Forest dan Grand Canyon National Park. Selama kegiatan tesebut, peserta diajak melihat bagaimana kegiatan dilaksanakan oleh Ranger District yang dikunjungi berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Secara garis besar, setiap Ranger District memiliki kekhasan dalam memanfaatkan potensi kawasan hutan yang dimiliki.

Sebagai contoh, Red Rock Ranger District, yaitu kawasan dengan ikon formasi Red Rock, yang memfokuskan pada kegiatan ekowisata seperti hiking, biking, picnicking, swimming dan off road driving yang mampu menarik wisatawan sejumlah 3 juta per tahun. Selain itu ada juga Flagstaff Ranger District  yang memiliki andalan berupa Snowball Ski Area yang dikunjungi oleh lebih dari 2 juta pengunjung per tahun dan timber harvesting.

Kegiatan lain yang dilakukan adalah manajemen kawasan baik dengan tujuan menjaga kesehatan hutan termasuk untuk perlindungan hewan, manajemen DAS dalam bentuk restorasi berupa prescribed burning dan penanaman. Belajar dari bencana kebakaran hutan yang hebat di Arizona dan kawasan Amerika lainnya, seluruh pihak tergerak untuk mengurangi resiko kejadian kebakaran hutan.

Secara alami, kebakaran memang sering melanda kawasan hutan mengingat kondisi iklim yang kering dan kejadian petir yang tinggi turut menyumbang terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu, restorasi yang dilakukan difokuskan pada bagaimana mengurangi standing stocks  (tegakan hutan) yang menjadi bahan bakar bila terjadi kebakaran melalui kegiatan penjarangan, prescribed burning, dan penanaman kawasan yang telah terbakar.

Prescribed burning harus dilakukan secara hati-hati melalui perencanaan yang matang (luasan yang direncanakan, kondisi cuaca setempat, sarpras yang diperlukan) melalui koordinasi dengan semua pihak terkait termasuk adanya contingency plan  dan pemantauan dampak pembakaran terhadap kualitas udara dan transportasi.

Secara alami, hutan pinus di Amerika tumbuh secara berkelompok sehingga restorasi dilakukan agar kondisi hutan kembali alami dengan mengurangi tegakan yang rapat melalui penjarangan dan prescribed burning, yang tentu saja sangat berbeda dengan kondisi hutan di Indonesia.

Satu hal yang menarik adalah semua kegiatan Ranger Station  selalu membuka peluang untuk kerjasama dengan pihak yang tertarik membantu, baik individu, asosiasi (profesi, hobi, keilmuan), yayasan, maupun perusahaan swasta. Peran volunteer atau kerjasama sangat vital dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi. Ranger station diberikan kewenangan yang cukup besar untuk bekerja sama dengan pihak lain ditingkat tapak sesuai dengan skala kegiatan kerjasama. Dengan kerjasama, maka kendala ketersediaan anggaran, sumberdaya manusia, kebutuhan kepakaran dapat teratasi.

Peningkatan kesadaran masyarakat dilakukan secara kontinyu dengan berbagai metode, termasuk aplikasi berbasis media sosial. Yang tak kalah menarik adalah inaturalist project  (www.inaturalist.org), dimana semua orang dapat melaporkan temuan melalui foto terkait keberadaan hewan atau binatang. Nantinya akan diidentifikasi dan dicatat sebagai salah satu pendekatan untuk mengetahui kondisi lingkungan sekitarnya, yaitu sebuah aplikasi bersifat interaktif dan membuka ruang semua bagi pihak untuk menyampaikan pendapat, dan melaporkan hal yang berbeda.

Sementara itu, dalam diskusi yang dilakukan dengan Ms. Vicki Christensen, Chief of the Forest Service, melalui video conference membahas informasi umum mengenai kebijakan yang dimiliki Amerika Serikat dalam pengelolaan hutan. Ayu berharap pada kegiatan ini dapat dilakukan pertukaran informasi dan berbagi pengalaman dalam pengelolaan hutan kedua Negara.

Selain itu dibahas tentang hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam bidang kehutanan, dimana telah dilakukan pertemuan bilateral dengan Menteri LHK.

Lebih lanjut, Ayu menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan kegiatan ini dan menyampaikan bahwa Indonesia tertarik untuk meningkatkan kerjasama yang telah tertuang dalam LoI yang ditandatangani pada tahun 2006. Area kerjasama yang diusulkan diantaranya:

  1. Kerjasama mengenai kebijakan kehutanan
  2. Kerjasama terkait forest fire dan disaster management system
  3. Peningkatan kapasitas dan sumber daya manusia antara lain:
    • Peningkatan kapasitas SDM untuk Polisi Kehutanan dan PPNS terutama kegiatan kontra intelegent
    • Peningkatan kapasitad dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan
  4. Pemanfaatan teknologi dengan menggunakan pendekatan forensic dalam penegakan hukum, timber tracking system dan chain of custody
  5. Sharing expertise dalam penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan

Vicki menyambut baik usulan yang disampaikan dan merespon pentingnya dalam pengelolaan ekosistem dengan memperhatikan masyarakat di sekitar hutan, selain itu pentingnya partnership, dimana perlu dukungan multipihak dalam pengelolaan hutan serta memperhatikan isu global seperti climate change.

Untuk rencana kerjasama, KLHK menunggu tindak lanjut USFS terhadap surat Menteri LHK yang ditujukan kepada Chief of Forest Service yang diinformasikan oleh Vicki bahwa surat tersebut telah direspon. 

Kunjungan ini diikuti perwakilan Kementerian LHK yaitu Kepala Biro Perencanaan, Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung, Biro Kerjasama Luar Negeri, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Litbang dan Inovasi, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan 5 Aceh, USAID Bijak, dan USAID Lestari.***

Penulis : Lusi dan Danu