Dientry oleh Rizda Hutagalung - 10 December, 2018 - 886 klik
Delegasi Indonesia mendorong Penyelesaian Katowice Outcome

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sabtu, 8 Desember 2018. Selaku Ketua Perundingan Indonesia pada COP24 UNFCCC di Katowice, Polandia,  Nur Masripatin mengatakan Draft Text kemudian disebut Katowice Outcome yang disediakan oleh CO Chair APA ini dinilai kurang detail (less detail) dari Paris Agreement (PA) itu sendiri. Menjelang 17 jam penutupan penyiapan teks terkait dengan Rules Book Paris Agrement,  Indonesia menyampaikan pandangannya pada Plenary Stocktaking perkembangan persidangan Ad Hoc Working Group on Paris Agreement (APA) yang dihadiri 197 negara. 
 
Mewakili Indonesia, Nur Masripatin selaku National Focal Point untuk UNFCCC menyampaikan  bahwa Katowice Outcome harus seimbang, koheren dan lengkap menjadi tujuan kolektif semua negara untuk mengubah Perjanjian Paris menjadi tindakan nyata. 
 
“Indonesia berpandangan proses selama seminggu ini, meskipun ada beberapa kemajuan signifikan yang harus dilakukan untuk menghasilkan teks negosiasi sebagai bahan persiapan Ministrial Level Meeting, Indonesia masih memiliki sejumlah pandangan berbeda tentang isu-isu penting dari Paris Agreement Work Program, yang tampaknya sulit untuk diselesaikan dalam waktu yang tersedia”, jelas Nur Masripatin (7/12/2018) di Polandia.
 
Nur Masripatin kemudian mengemukakan bahwa ada pesan yang jelas bahwa Katowice Outcome harus berlaku untuk semua negara, tetapi masih menganut prinsip Common But Differentiated Responsobilities –Respective Capabilities. Hasil negosiasi yang mengamankan aspek kelengkapan, keseimbangan, dan hasil dari proses yang transparan dan inklusif adalah apa yang kita harapkan sejak Paris. 
 
“Indonesia ingin mengadopsi Buku Katowice Rules Book yang komprehensif, yang memungkinkan semua Pihak dengan beragam keadaan nasional, kapasitas dan kemampuan untuk menerapkan dalam konteks nasional”, lanjut Nur Masripatin.
 
Nur juga menekankan dalam intervensi Indonesia bahwa  isu yang menonjol terkait implementasi NDC yang membutuhkan kesediaan untuk bekerja lebih keras adalah terkait accounting, tracking progress serta aspek fleksibilitas, mempertimbangkan berbagai kapasitas pihak-pihak yang membutuhkan kesepakatan di antara Para Pihak mengenai bagaimana fleksibilitas agar dapat didefinisikan dan pada tahap mana fleksibilitas dapat diterapkan.
 
Pada kerangka transparansi, Indonesia berbagi kekhawatiran yang diungkapkan oleh beberapa negara dalam plennary, bahwa teks perampingan memiliki sejumlah elemen penting yang dihapus. Perubahan signifikan telah dilakukan pada iterasi terakhir, baik dalam struktur maupun substansi. 
 
“Kami melihat pentingnya Transparancy Framework (TF) dalam buku aturan PA. Dalam hal ini, Indonesia ingin melihat modality, procedure and guideline (MPG) yang komprehensif dan seimbang untuk TF antara tindakan dan dukungan, dan antar elemen dalam tindakan dan dalam dukungan”, lanjut Ibu Nur.
 
Menutup intervensi dari Indonesia, Nur Masripatin menyampaikan bahwa titik-titik kekhawatiran yang berbeda dari Para Pihak harus dicari solusinya untuk mencapai kemungkinan kesepakatan bersama. “Karena itu, sangat diperlukan untuk menunjukkan fleksibilitas serta kesediaan untuk berkompromi untuk mencapai hasil Katowice sebagaimana diamanatkan oleh Perjanjian Paris”, pungkas Nur Masripatin. (*)
 
 
Penulis : PPID