Dientry oleh Dyah Puspasari - 03 September, 2019 - 1479 klik
Kisah Sukses Implementasi Riset untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

BLI (Bogor, Agustus 2019)_Hutan lestari yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan adalah visi bagi setiap pengelola hutan. Penelitian dan pengembangan (litbang) diyakini mampu memberikan input terbaik untuk mewujudkan visi itu. Beberapa kisah sukses implementasi riset untuk pengelolaan hutan berkelanjutan Indonesia, dipaparkan dalam The 5th International Conference of INAFOR pada Sesi Pleno III bertema Success Implementation Based Research and Development, di Bogor (27/8). 

Dipandu oleh Dr. Syaiful Anwar, Kepala Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) sebagai moderator, tiga institusi memaparkan pengalaman menerapkan hasil-hasil riset serta iptek dalam pengelolaan hutan dan sumber daya air. PT. Mayangkara Tanaman Industri,  APRIL (Asia Pacific Resources International Holding Ltd ) dan APP (Asia Pulp & Paper Co Ltd) Sinar Mas memaparkan tentang pengelolaan berkelanjutan di hutan rawa gambut. Sementara PT. Sampoerna Tbk memperlihatkan upaya yang dilakukan dalam pengelolaan sumber daya air berkelanjutan untuk mendukung proses perusahaannya dan kebutuhan masyarakat setempat. 

Dari dunia akademisi, 3 fakultas kehutanan di Kalimatan, yaitu dari Universitas Mulawarman (Unmul) Kaltim, Universitas Tanjungpura Kalbar dan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Kalteng, juga memaparkan pengalaman mengelola hutan pada areal penggunaan lain (APL) di Kalimantan. Sementara pada tataran filosofi, The Nature Conservancy (TNC) Indonesia memaparkan tentang restorasi ekosistem. 

Pengelolaan Lahan Gambut 

Tendi, General Manager PT. Mayangkara Tanaman Industri, mewakili Tsuyoshi Kato, Vice President Director, menyampaikan bahwa Lahan gambut dapat dikelola secara berkelanjutan dengan teknologi yang tepat dan berdasarkan iptek untuk mencegah isu lingkungan global. “Teknologinya harus mencakup 3 aspek penting yaitu sederhana, rendah biaya dan mudah dikelola. Teknologi juga harus mampu memberikan kontribusi yang lebih luas khususnya bagi masyarakat lokal dan perusahaan lain dalam mengurangi risiko kebakaran gambut untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan,” paparnya. 

Dian Novarina, Deputy Director of Sustainability & Stakeholder Engagement – APRIL sebagai narasumber kedua, juga menyampaikan pengalaman perusahaannya dalam menerapkan manajemen lahan gambut dan teknologi berbasis riset dan iptek untuk keberlanjutan. Operasional APRIL di seluruh benua menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan, pengelolaan lahan berbasis iptek, penggunaan teknologi-teknologi baru, inovasi dan prinsip sirkularitas. 

APRIL memiliki komitmen Integrated Sustainable Forest Management Plan (ISFMP). Diantaranya berkomitmen tidak melalukan deforestasi, tidak lagi menggunakan kayu dari hutan alam sejak 2015,  melakukan pengelolaan lahan gambut karena 51% lahan yang dikelola adalah lahan gambut.  Selain itu, juga melaksanakan komitmen one to one, yaitu setiap 1 ha yang ditanami, harus merestorasi 1 ha juga. Saat ini capaian APP telah mencapai 82% dari komitmen tersebut.  Capaian lain adalah  tidak ada lagi ada mix hardwood yang digunakan, serta hampir tidak ada lahan terbakar di areal konsesi. Perbaikan juga terus menerus dilakukan ARIL hingga sat ini.  

Iwan Setiawan, Deputy Director of Corporate Strategic & Relation at APP Sinar Mas, memaparkan lebih detil mengenai bagaimana penerapan iptek dalam membangun hutan tanaman industri (HTI) di APP. Sejak 2012, APP meluncurkan meluncurkan sustainability roadmap vision 2020. Visi ini diturunkan menjadi kebijakan praktis yaitu forest conservation policy yang diluncurkan tahun 2013. Terdapat ada 4 kegiatan utama sebagai pilarnya yaitu perlindungan hutan alam, pengelolaan lahan gambut, komitmen sosial dan rantai suplai global yang bertanggung jawab. Untuk menjalankan policy tersebut, APP menerapkan ISFMP yang bertujuan untuk menentukan tata ruang HTI yang ideal, dengan mempertimbangkan banyak hal.  

Serangkaian studi yang dilakukan adalah studi High Conservation Value (HCV), studi High Carbon Stock (HCS), studi growth and yield management (GYM), pengelolaan gambut dan pemetaan sosial management.  Keluaran dari studi HCV adalah peta HCV yang menggambarkan wilayah mana yang perlu dilindungi, ditingkatkan nilainya dan yang perlu diperbaiki nilai konservasinya. Demikian pula dari hasil studi HCS dan GYM, dapat diketahui wilayah mana yang stok carbonnya perlu dilindungi dan dikembangkan serta peta produktivitas lahan (tinggi, sedang, rendah) di wilayah konsesi APP. Sementara dari pemetaan sosial, diketahui 8 kategori konflik kawasan dan kemudian disusun 8 tipologi penyelesainnya.  

Untuk pengelolaan lahan gambut, APP melakukan overlay peta landskap gambut dengan 4 hasil studi di atas dan kemudian menentukan tata ruang HTI dengan 3 kelola, yaitu kelola produksi, lingkungan dan sosial. 

Pengelolaan Sumber Daya Air  

Sulung Prasetyo, Manager of Environmental Sustainability& System-PT. Sampoerna Tbk., sebagai pembicara ketiga memaparkan komitmen mereka untuk menjaga keberlanjutan sumber daya air di Pasuruan, khususnya di Gunung Arjuna, Pasuruan, yang digunakan dalam seluruh kegiatan operasional perusahaan.  Dalam 20 tahun terakhir, deforestasi dan degradasi lahan telah terjadi di lereng gunung tersebut, sehingga keberlanjutan sumber daya air terancam. Program berkelanjutan yang dilakukan fokus di lingkungan dan kolaborasi multipihak, dan saat ini PT. Sampoerna sedang menjalani proses sertifikasi AWS (Alliance for Water Stewardship). 

Kalimantan Forest (KALFOR) Project 

Rudianto Amirta, Dekan Fakultas Kehutanan Unmul, mewakili Kalimantan Forest (KALFOR) Project memaparkan studi baseline tentang penguatan perencanaan dan pengelolaan hutan di luar kawasan hutan di Kalimantan. KALFOR menginisiasi kegiatan untuk mengurangi deforestasi dan meningkatkan pengelolaan hutan pada level site, terutama di Sintang dan Ketapang (Kalbar), Kotawaringin Barat (Kalteng) dan Kutai Timur (Kaltim). KALFOR dimulai dengan membangun baseline High Conservation Value Forest (HCVF) pada lokasi tersebut berkolaborasi dengan  Fakultas Kehutanan Untan, Unmul dan Universitas Muhammadiyah. 

Sementara dari Universitas Tanjung Pura, Gusti Hardiansyah memaparkan tentang upaya konservasi hutan di areal penggunaan lain (APL) di Kabupaten Ketapang dan Sintang, Kalbar. Dari hasil studi di sana, diketahui hutan di APL memiliki nilai konservasi tinggi. Perlindungan dan pengelolaan HCVF harus dipromosikan untuk mengurangi tingginya deforestasi di APL. Kerangka regulasi HCVF harus jelas insentif dan disinsentifnya baik bagi masyarakat dan sektor swasta, termasuk institusi pengelolanya. Dalam pengelolaan HCVF disarankan harus menerapkan konsep adaptif.  

Siti Maimunah dari Departemen Kehutanan dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya menyampaikan data baseline di 6 lokasi  pada kawasan APL di Kotawaringin Barat, Kalteng. Hutan APL sebagian terletak di area perkebunan kelapa sawit dalam bentuk hutan lindung lokal dan sisanya ada di sekitar perkebunan dan tanah komunitas. Salah satu rekomendasi dari studi ini untuk pemeliharaan APL adalah melalui pemberian insentif dalam pengembangan usaha pemanfaatan dan pengelolaannya. 

Restorasi Ekosistem

Wahjudi Wardojo, Senior Advisor The Nature Conservancy Indonesia, memaparkan tentang filosofi dasar tentang restorasi ekosistem. Pertanyaan penting yang diajukan Wahjudi yang juga sebagai Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini adalah, “Mengapa ekosistem direstorasi? tidak hanya menanaman dan tidak hanya merehabilitasi?”

Hutan alam sangat penting karena Indonesia adalah negara tropis. Hutan alam menyediakan sangat banyak variasi spesies. Restorasi ekosistem adalah sebuah proses untuk membantu memulihkan suatu ekosistem yang telah terdegradasi, rusak atau hancur. Konservasi dan rehabilitasi tidak memadai.  Hal ini karena restorasi berupaya mengembalikan hutan ke posisi awal, yang tidak mungkin diwujudkan hanya dengan konservasi dan rehabilitasi saja.

Rekomendasi yang disampaikan Wahjudi diantaranya adalah kawasan lindung dan pengelolaan hutan lestari akan tetap menjadi strategi konservasi hutan yang penting, namun kawasan hutan yang terdegradasi dengan cepat membutuhkan perhatian segera. Hutan alam menempati prioritas pertama.  Strategi implementasi inovatif serta skema pembiayaan berkelanjutan dan insentif perlu diterapkan.

The 5th International Conference of INAFOR ini dihadiri oleh hampir 1000 peserta, diselenggarakan pada 27-30 Agustus 2019. Selain sesi pleno III ini, juga diselenggarakan pleno I bertema Research and Development in SDGs: Global States dan pleno II bertema Operationalizing Research and Development.*(DP)

Penulis : Dyah Puspasari