Dientry oleh Dyah Puspasari - 05 September, 2019 - 1482 klik
Merajut Kolaborasi untuk Komersialisasi Inovasi BLI

BLI (Bogor, September 2019)_Ajang Open Day Campus Badan Litbang dan Inovasi (BLI) 2019 sebagai rangkaian dari The 5th INAFOR, juga dimanfaatkan untuk merajut kolaborasi dengan para pihak untuk komersialisasi teknologi dan inovasi yang telah dihasilkan BLI.  Beberapa pengalaman keberhasilan para pihak atas komersialisasi yang dilakukannya, dipaparkan dalam talk show “Hutan untuk Kesehatan dan Kecantikan,” di Bogor (30/8). 

Acara ini merupakan salah satu bentuk implementasi paradigma baru BLI untuk lebih menggerakkan jaringan yang dimiliki serta memperluas jangkauan inovasi-inovasi BLI. Oleh karenanya, dalam acara yang digelar oleh Sekretariat BLI dan Dharma Wanita Persatuan (DWP) BLI tersebut, dihadirkan beberapa pengusaha tingkat nasional, yang telah berhasil memasarkan produk-produk alami dari hutan Indonesia yang diolah berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Kepala BLI, Dr. Agus Justianto, dalam sambutannya menyampaikan bahwa BLI telah banyak menghasilkan inovasi yang bisa diolah dan dikembangkan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan, termasuk kosmetik. Oleh karena itu, BLI akan berkolaborasi dengan berbagai pihak, untuk mewujudkan visi memasarkan produk-produk riset melalui berbagai saluran (channel). 

“Kami siap untuk berkolaborasi,”ujar Agus. Melalui kolaborasi ini diharapkan BLI dapat memasarkan produk-produk iptek dan inovasinya. 

Dipandu oleh Dr. Yayuk Siswiyanti sebagai moderator, para narasumber yakni Dwiko Gunawan, Direktur Serambi Botani; Isabella Silalahi, Marketing & SPA Director Mustika Ratu; dan Lenny Listyarini dari Rumah Madu Wilbi, berbagi pengalaman, strategi dan konsep yang mereka terapkan. Selain itu, salah satu peneliti dari Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Cut Rizlani Kholibrina, S.Hut, M.Si., juga memaparkan inovasinya berupa Parfum Tobarium berbahan minyak kemenyan sebagai base note

Harapannya, dari talkshow ini dapat diperoleh informasi lebih banyak tentang bagaimana produk lokal Indonesia dapat dipasarkan dan dikonsumsi secara luas berdasarkan pengalaman para narasumber. Dengan demikian, BLI mendapat pembelajaran sekaligus dapat menilai produk-produk inovasi yang dimiliki dan potensial untuk dikomersialisasikan. 

Parfum Tobarium BLI 

Parfum Tobarium merupakan salah satu produk inovasi dari Pusat Unggulan Iptek (PUI) Pengelolaan Hutan Tropis Dataran Tinggi yang dilakukan para peneliti BP2LHK Aek Nauli.  Cut Rizlani yang menekuni penelitian ini menyampaikan saat ini sudah 7 varian aroma yang berhasil diciptakan. Seluruhnya berasal dari paduan racikan minyak kemenyan dan minyak atsiri dari flora hutan tropis Indonesia yang berada di sekitar Aek Nauli, kawasan wisata Danau Toba, Sumatera Utara. 

Tobarium telah dipamerkan di Indonesia Innovation Day 2019 di Jerman. Pada ajang tersebut, berhasil diraih 2 kerjasama. Pertama dengan Saar Science Park, Saarland University untuk riset dan inovasi produk-produk berbasis kemenyan dan propolis kemenyan. Kerjasama kedua dilakukan dengan salah satu perusahaan eksportir minyak atsiri nasional, yaitu PT. Winros Sukes Indonesia.  

Langkah berikutnya, Tobarium sedang berkompetisi bersama 23 produk inovasi lainnya. Oleh  Dewan Riset Nasional, produk-produk inovasi tersebut ditawarkan ke Presiden untuk dipilih 2-3 produk yang dituntaskan penelitiannya hingga menjadi produk yag mampu meningkatkan GDP nasional Indonesia.

“Semoga parfum kemenyan atau minyak atsiri Indonesia, menjadi yang dipilih Bapak Presiden untuk dituntaskan permasalahannya,”harap Cut. 

Rumah Madu Wilbi 

Berasal dari kata Wild dan Bee, lahir brand Wilbi, untuk rumah madu dari Kampar, Riau. Lenny Listyarini dari Wilbi menceritakan upayanya untuk menghasilkan produk terbaik yang akan memberikan manfaat dan kesehatan untuk para konsumen. Semua Produk madu Wilbi dijamin keaslian dan kemurniannya. Pemanenan yang dilakukan menggunakan teknik khusus serta dilakukan quality control yang ketat untuk menjaga kualitas.  Saat ini terdapat sekitar 29 jenis produk Wilbi dalam berbagai produk dan kemasan yang telah terdaftar di MUI dan Dinkes-PT Kabupaten Kampar. 

Pada akhir 2018 lalu, Rumah Madu Wilbi mendapatkan penghargaan Siddhakarya dari Gubernur Riau. Penghargaan ini diberikan atas pencapaian produk yang berkualitas dan produktivitas terbaik. Saat ini sedang diajukan untuk masuk nominasi penghargaan Paramakarya 2019 dari Presiden. 

Mustika Ratu 

Berawal dari sebuah garasi rumah pada tahun 1975, Mooryati Soedibyo merintis Mustika Ratu salah satu brand kosmetik dan jamu berbahan sumber daya alam yang terkemuka di Indonesia. Isabella Silalahi, Marketing & SPA Director Mustika Ratu menyampaikan bahwa Mustika Ratu secara aktif melakukan penelitian dan pengembangan untuk memanfaatkan hasil alam Indonesia. 

Melalui rangkaian studi empiris, produk Mustika Ratu terbukti efektif untuk memelihara kecantikan, kesehatan, dan kesejahteraan secara holistik. Produk berkualitas dibuat dari bahan-bahan pilihan alami Indonesia dan diproduksi dengan perusahan  berstandar internasional yang sudah memiliki ISO 9001, 14001, GMP, izin BPOM dan bersertifikat HALAL. 

Terkait komersialisasi produk inovasi BLI, Isabella menyarankan agar 3 unsur yaitu penghasil, pemasar dan pengambil kebijakan duduk bersama merumuskan strategi yang tepat untuk memasarkan produk inovasi tersebut.  Menurutnya, diperlukan keberadaan lembaga yang berperan memoderasi proses tersebut, sehingga dapat memenuhi sebanyak mungkin kepentingan para pihak terkait. 

Serambi Botani 

Dwiko Gunawan, Direktur Serambi Botani menyampaikan bahwa mereka menerapkan 3 strategi dan konsep, yaitu konsep produk, konsep distribusi serta sinergi konsep produk dan distribusi.  Konsep produk mencakup aspek sehat, unik dan muatan lokal.  Konsep distribusi meliputi toko khusus, image berkelas dan gaya hidup. Sementara konsep terakhir mengusung kesamaan merek pada produk dan gerai. 

Sebagai gerai pelopor yang menyediakan produk lokal berkonsep alami dan sehat, Serambi Botani terus melakukan penelitian dan pengembangan secara konsisten. Itu dilakukan untuk memastikan bahwa produk-produk mereka adalah produk alami, higienis dan bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh. 

Terkait komersialisasi produk BLI, Dwiko menyampaikan bahwa dari sekian banyak produk, sebaiknya dipilih 3-5 produk lebih dahulu. Selanjutnya dilakukan pengukuran kesiapan teknologi yang akan dikomersialkan. Terdapat dua skala yang disebut dengan Technology Readiness Level (TRL) dan Demand Readiness Level (DRL).   

Acara talk show ini dihadiri oleh sekitar 70 peserta. Diantaranya Persatuan Wanita Kehutanan (Perwita) tingkat Pusat dan Kota Bogor lingkup KLHK, Kelompok Kerja 4 PKK Kota Bogor, DWP BLI, DWP KLHK, para istri kepala unit kerja lingkup BLI, Ketua Tim PKK Kota Bogor dan perwakilan IWAPI Kota Bogor. Selain acara ini DWP-BLI juga menyelenggarakan kursus pemanfaatan limbah kain (perca).

Pada kesempatan open day ini, juga diadakan pertemuan singkat dengan Meika Syahbana Rusli, Direktur PT Bogor Life Science and Technology (BLST) untuk berbagi pengalaman kepada para kepala unit kerja lingkup BLI tentang pemasaran hasil-hasil riset.*(DP)

Penulis : Dyah Puspasari