Dientry oleh Muhamad Sahri Chair - 25 September, 2019 - 1253 klik
Implementasi Reformasi Birokrasi Dorong Terciptanya Birokrasi Profesional, Siap Berubah dan Keluar dari Zona Nyaman

BLI (Cisarua, September 2019)_Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi tengah mengimplementasikan reformasi birokrasi sebagai upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (proses bisnis) dan sumber daya manusia aparatur. Pelaksanaan reformasi birokrasi ini bertujuan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Hal ini berarti, reformasi birokrasi adalah langkah strategis dalam rangka membangun aparatur negara supaya lebih berguna dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan serta pembangunan nasional.

Dengan visi “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”, reformasi birokrasi bertujuan mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025.

Naptalina Sipayung, Asisten Deputi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan III, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) pada Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) BLI 2019 di Cisarua (19/9), mengatakan “sampai dengan tahun 2019, atau penghujung tahun kedua gelombang reformasi birokrasi dan akan masuk ke gelombang ketiga, masih ada beberapa pekerjaan rumah-PR yang tertinggal”.

Menurutnya, pada periode lima tahun ketiga (2020-2025) jika sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010, maka reformasi birokrasi dilakukan melalui peningkatan kapasitas birokrasi secara terus-menerus untuk menjadi pemerintahan kelas dunia sebagai kelanjutan dari reformasi birokrasi pada lima tahun kedua.

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan Naptalina, visi Indonesia 5 tahun kedepan yaitu Indonesia maju adalah Indonesia yang tidak ada satupun rakyatnya tertinggal meraih cita-citanya, Indonesia yang demokratis yang hasilnya dinikmati oleh seluruh rakyat, Indonesia yang setiap warga negaranya memiliki hak yang sama di depan hukum, Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kelas dunia serta Indonesia yang mampu mengamankan bangsa dan negara dalam dunia yang kompetitif.

Arahan Presiden Joko Widodo lainnya yaitu, pemberian prioritas pembangunan pada pembangunan sumber daya manusia dimana Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan. “Kita harus membangun Indonesia yang adaptif, Indonesia yang produktif, dan Indonesia yang inovatif, Indonesia yang kompetitif” ujar Naptalina.

Menurut Presiden Joko Widodo, reformasi sangat penting terutama reformasi struktural agar lembaga semakin sederhana, semakin simpel dan semakin lincah. Jika pola pikir, mindset birokrasi tidak berubah, maka dipastikan akan dipangkas. “Kalau ada lembaga yang tidak bermanfaat dan bermasalah akan dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo” kata Naptalina.

Efisiensi birokrasi juga menjadi salah satu arahan Presiden Joko Widodo yaitu money follow program tidak lagi money follow function. Anggaran digunakan hanya untuk membiayai program/kegiatan prioritas yang mendukung pencapaian tujuan pembangunan, misalnya infrastruktur, pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan dalam arti lain pemerintahan berorientasi hasil.

Esensi Reformasi Birokrasi yaitu sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Namun Naptalina mengatakan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi salah satunya bahwa reformasi birokrasi dianggap hanya sebagai dukungan administratif dan kelengkapan dokumen, bahkan sebagian beranggapan reformasi birokrasi diperlukan hanya ketika mengusulkan tunjangan kinerja. “Belum terdapat budaya kinerja (mind set dan culture set belum berubah) masih berada di zona nyaman” ungkap Naptalina.

Naptalina lebih lanjut menjelaskan seharusnya ada perubahan mindset  dan reformasi bahwa masyarakat puas dengan performa kita maka kita layak mendapat tunjangan kinerja.  Dalam penentuan indeks reformasi birokrasi ada dua komponen yang harus diperhatikan yaitu komponen pengungkit (nilai 60) dan komponen hasil (nilai 40).

Faktor pengungkit yaitu manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan dan peningkatan kualitas layanan publik. Sedangkan faktor hasil terdiri dari kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi, pemerintah yang bersi dan bebas KKN dan kualitas pelayanan publik. Penentuan indeks reformasi birokrasi dilakukan dengan  survey internal lembaga dan eksternal ke stakeholder terkait.

Diinformasikan, indeks reformasi birokrasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  tahun 2018 yaitu faktor pengungkit 41,05 dan faktor hasil 31,03, sehingga total scorenya yaitu 72,08. Tahun 2019 akan dilakukan survey untuk  mengetahui perubahan indeks reformasi birokrasi sehingga dapat dijadikan dasar dalam meningkatkan tunjangan kinerja lingkup KLHK. Tahun 2020 diharapkan seluruh kementerian/lembaga sudah menyatakan reform dan diberikan tunjangan kinerja 100%.

Untuk mempercepat proses reformasi birokrasi, perlu diperbanyak pembangunan zona integratas yang merupakan miniatur reformasi birokrasi pada tingkat unit. Beberapa pimpinan unit perlu diminta untuk membangun zona integritas wilayah bebas korupsi. Zona integritas untuk menunjukkan kinerja dan layanan yang kita lakukan kepada publik. Untuk mengantisipasi keluhan masyaraka harus ada terobosan inovasi dalan implementasi reformasi birokrasi. Supaya masyarakat merasakan reformasi itu nyata.

“Inilah upaya yang kita lakukan untuk membuat pemerintahan yang berkelas dunia, adaptip responsive memberikan pelayanan netral dan sejahtera” pungkas Naptalina.

Sesi paparan yang dibawakan oleh Naptalina ini dimoderatori oleh Dr. Dwi Sudharto, Kepala Pusat Litbang Hutan BLI, dalam moderasinya Dwi mengatakan, jangan sampai ASN menjadi beban. “Zona nyaman harus ditinggalkan” tegas Dwi menyimpulkan sebagian hasil paparan Naptalina. Tiada yang abadi kecuali perubahan, untuk mencapai perbaikan atau keseimbangan baru. Dalam perubahan senantiasa diiringi ketidaknyamanan. Sebagai birokrat milenial, senantiasa akan siap berubah dan beradaptasi** (TS) 

Penulis : Trihastuti Swandayani