Dientry oleh Dyah Puspasari - 13 October, 2019 - 1639 klik
Mencegah Karhutla dengan Gerunggang

BP2TSTH (Kuok, Oktober 2019)_Gerunggang (Cratoxylum arborescens) direkomendasikan oleh Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) Kuok sebagai salah satu tanaman rehabilitasi pada lahan gambut. Selain termasuk jenis pionir dan fast growing, gerunggang memiliki toleransi hidup pada lahan tergenang, memiliki nilai kalor rendah sekitar 16 kJ/g sehingga tidak mudah terbakar, serta termasuk jenis yang tahan terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, gerunggang diyakini dapat berkontribusi mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerap melanda lahan gambut di Indonesia, terutama pada tahun-tahun dengan fenomena El Nino yang bersamaan dengan musim kemarau, seperti yang terjadi tahun 2015 lalu dan pada tahun 2019 ini.

Baca juga: Gerunggang, Jenis Potensial untuk Restorasi Lahan Gambut

Berdasarkan penelitian BP2TSTH Kuok, diketahui jenis ini mampu menjaga kelembaban lahan gambut sekitar 80% dan suhu di bawah 30oC. Gerunggang juga dinilai lebih dapat beradaptasi pada lahan gambut dengan tinggi muka air tanah hingga 20 cm di bawah permukaan tanah dibandingkan jenis lokal lainya seperti mahang, skubung dan bahkan dibandingkan jenis eksotik Acacia crassicarpa. Hasil penelitian BP2TSTH Kuok menunjukkan persen hidup gerunggang pada kondisi tersebut sampai umur 5,5 tahun sebesar 80%. Ini jauh lebih besar dibanding persen tumbuh A. crassicarpa yang kurang dari 30% maupun mahang (65,6%) dan skubung (<40%).

Baca juga: Performa Pertumbuhan 3 Jenis Pohon Asli untuk HTI Pulp di Pelalawan Riau

Dari aspek ekonomi, jenis asli pada lahan gambut ini cukup menjanjikan. Hasil penelitian BP2TSTH Kuok menunjukkan jenis kayu ini cocok untuk pulp semi-mekanis, yang diperuntukkan untuk campuran kertas koran dan majalah. Jenis ini memiliki serat yang cukup panjang, yakni 1.327 μm. Ini lebih panjang dari serat A. crassicarpa sebesar 1.166 μm yang merupakan salah satu tanaman utama penghasil pulp.

Baca juga: BP2TSTH Rekomendasikan 2 Jenis Pohon Penghasil Pulp di Lahan Gambut

Karakteristik gerunggang lainnya adalah mempunyai produktivitas sebesar 13,1 m3/ha/tahun dan konsumsi kayu untuk memproduksi 1 ton pulp sebesar 4,55 m3/ton (gerunggang alam) dan 4,83 m3/ton (gerunggang tanaman). Nilai produktivitas gerunggang tersebut memang hanya sekitar 40% dari produktivitas A. crassicarpa, dan konsumsi kayunya pun masih lebih tinggi dibanding A. crassicarpa yang sebesar 4,13 m3/ton. Namun, dengan teknologi pemuliaan tanaman, terbuka peluang untuk meningkatkan produktivitas gerunggang tersebut.

“Tanaman jenis lokal penghasil pulp tersebut masih memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut dari silvikultur dan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan produktivitas yang optimal,” jelas Ahmad Junaidi, S.Si., M.Sc., peneliti serat pada BP2TSTH Kuok.

Baca juga: Bibit Gerunggang < 40 cm Lebih Adaptif pada Kondisi Ekstrim Lahan Gambut

Hasil penelitian BP2TSTH Kuok juga mengindikasikan bahwa kayu gerunggang alam dan tanaman menunjukkan sifat kimia (ekstraktif, selulosa, dan hemiselulosa) dan dimensi serat yang sama, kecuali kadar lignin. Sifat pulp kraft kedua kayu gerunggang juga memiliki sifat yang sama terutama rendemen dan bilangan Kappa, kecuali kadar lignin. Kondisi ini mendukung potensi gerunggang dikembangkan sebagai tanaman alternatif penghasil pulp.

Potensi lain dari gerunggang adalah, bunganya mengandung nektar yang disukai lebah penghasil madu sehingga dapat mendukung budidaya lebah madu pada lahan yang ditanami gerunggang. Selain itu, berdasarkan informasi yang dihimpun BP2TSTH Kuok dari beberapa buku dan jurnal ilmiah nasional dan internasional diketahui bahwa gerunggang juga memiliki keistimewaan lain. Kayunya selain cocok untuk pulp, juga dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan gitar dan biola (kayu akustik). Kemudian, kulit batang gerunggang pun diketahui berpotensi sebagai bahan baku obat kanker, dan bahkan peneliti di Thailand menyebutkan daun dan rantingnya berpotensi sebagai anti-HIV.

Secara sosial, gerunggang juga mendapat dukungan masyarakat. Di Riau, misalnya, masyarakat Bengkalis dan Kepulauan Meranti sudah turun temurun familiar dengan gerunggang. Masyarakat memanfaatkan kayunya antara lain untuk cerocok dan bahan bangunan rumah. Bahkan sudah tumbuh inisiatif untuk melestarikannya, antara lain dengan membentuk kelompok-kelompok tani untuk melakukan budidaya gerunggang.

Melihat keistimewaan gerunggang, baik secara ekologi, ekonomi dan sosial tersebut, maka gerunggang layak didorong dan dilibatkan menjadi bagian penting dalam sistem besar pencegahan karhutla di lahan gambut. Penelitian lebih intensif terhadap jenis lokal ini pun telah dan sedang dilakukan BP2TSTH antara lain mencakup budidaya, sifat kayu dan pemanfaatannya. Plot gerunggang pun sudah berhasil dibangun, bahkan sudah bisa dijadikan sebagi sumber benih. Tentu tidak ada yang instan. Dalam prakteknya, keberhasilan akan ditopang oleh hasil riset yang memadai. Untuk itu, dukungan terhadap riset gerunggang pun perlu diberikan secara optimal.*(PK&AJ)

 

Penulis : Priyo Kusumedi dan Ahmad Junaedi