- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
Risda Hutagalung -
09 December, 2019 -
535 klik
Gender dan Perubahan Iklim
Nomor: SP. 493/HUMAS/PP/HMS.3/12/2019
Madrid, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sabtu, 7 Desember 2019. Dalam Conference of the Party (COP) 25 UNFCCC juga dilakukan pembahasan Gender. Perempuan umumnya menghadapi risiko lebih tinggi dari dampak krisis iklim, khususnya dalam situasi kemiskinan. Hal ini menjadi benang merah dari diskusi Agenda Gender and Climate Change pada Kamis, 5 Desember 2019. Diskusi yang difasilitasi Uni Eropa, menghadirkan Jorge Pinto dari Uganda dan Winifred Masiko dari Europian Union (EU) untuk membahas Program Kerja Lima dan Rencana Aksi Gender.
Pada diskusi ini terungkap jika ternyata sebagian besar delegasi negara-negara pihak masih fokus pada bagaimana meningkatkan jumlah peserta perempuan di dalam proses internal UNFCCC. Hal ini berkebalikan dengan Indonesia, isu gender bukanlah isu utama Indonesia karena tidak ada kendala bagi peserta perempuan untuk aktif dalam proses UNFCCC, posisi Indonesia dalam hal ini sangat maju, Indonesia telah mengimplementasikan kesetaraan gender pada berbagai sektor.
Lebih lanjut, Pada kesempatan tersebut, Kartini Sjahrir (Penasehat Senior Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman untuk Perubahan Iklim) menyampaikan kebijakan dan program Pemerintah RI terkait pengarusutamaan gender (PUG) bahkan sudah pada perencanaan tingkat daerah.
"Sebagaimana diketahui bahwa Menteri LHK telah menerbitkan Peraturan Menteri No 31 tahun 2017 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender Bidang LHK. Di samping itu, Menteri LHK telah menandatangi kesepakatan bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta mendorong PUG dalam hal penganggaran maupun pelaksanaan kegiatan LHK," ujar Kartini
Kartini menekankan pentingnya tiga hal termasuk meningkatkan basis data termasuk disagregasi data gender (gender disagregration data) tentang perempuan yang terkait dengan perubahan iklim. Kedua pentingnya memahami kearifan lokal, kurangnya akses perempuan terhadap permodalan/pendanaan, pelayanan kesehatan pendidikan dan pelatihan menyebabkan kaum perempuan umumnya bertumpu pada pengetahuan yang berasal dari kearifan lokal, diwariskan turun temurun secara oral.
Perempuan dan kearifan lokal adalah ibarat koin dengan dua sisi, saling melengkapi dan dan saling berinteraksi. Proses yang inklusif untuk pemberdayaan perempuan dalam penanganan perubahan iklim sangat diperlukan dan harus, utamanya memberdayakan kaum muda khususnya anak laki laki untuk memahami dengan baik tentang peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat luas.(*)
Penanggung jawab berita :
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK
Djati Witjaksono Hadi -081375633330