- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
Risda Hutagalung -
11 December, 2019 -
553 klik
Tangkal Kampanye Hitam Sawit, Indonesia Jelaskan Aksi Korektif Pemerintah
Nomor: SP. 501/HUMAS/PP/HMS.3/12/2019
Madrid, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 10 Desember 2019. "Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah korektif untuk menahan laju deforestasi, termasuk dari ekspansi kelapa sawit". Demikian disampaikan oleh Alue Dohong, Wakil Menteri LHK ketika menjadi panelis pada diskusi “Sustainable Food and Land Use Systems for A Cool and Healthy Planet” yang digelar di Paviliun GCF-GEF, Senin 9 Desember waktu Madrid.
Wamen mengklarifikasi pernyataan pihak tertentu dibeberapa negara maju, yang menuding Indonesia melakukan pengembangan kelapa sawit yang menyebabkan deforestasi dan mengakibatkan meningkatnya emisi karbon.
Selanjutnya ditegaskan Wamen bahwa beberapa tahun belakangan ini Indonesia telah menetapkan moratorium pemberian izin baru pengelolaan hutan alam dan lahan gambut. Penghentian ijin sementara tersebut telah ditetapkan menjadi permanen.
"Indonesia juga melakukan moratorium izin baru perkebunan kelapa sawit serta mendorong diberlakukannya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), selain melakukan peremajaan kelapa sawit rakyat (small holder) dan upaya peningkatan produktivitas dengan pemilihan bibit kelapa sawit unggul sebagai upaya mengelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan,” demikian ditegaskan oleh Wamen LHK.
Lebih lanjut Wamen LHK menyatakan bahwa Indonesia telah mengubah pendekatan pengelolaan hutannya dari yang berbasis kayu ke pendekatan lanskap, sehingga lebih mampu mengatasi persoalan-persoalan penyebab deforestasi di luar hutan.
Perubahan paradigma ini telah mampu meningkatkan manfaat keberadaan hutan yang tidak hanya fokus pada hasil hutan kayu dan non kayu saja tetapi juga jasa lingkungan serta dukungan pada kelestarian rantai pasokan (sustainable supply chains).
LPendekatan lanskap yang didukung oleh pendekatan yurisdiksi diharapkan mampu meningkatkan kinerja restorasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi untuk menjaga penyediaan jasa lingkungan hutan dan meningkatkan inklusivitas pengelolaan hutan berkelanjutan yang melibatkan para pemangku yang luas seperti masyarakat setempat dan sektor swasta melalui pengembangan sistem insentif.
Mengakhiri pernyataanya, Wamen LHK menyatakan bahwa Indonesia akan bekerja sama dengan para pemangku, termasuk GEF, untuk menunjukkan bahwa aksi iklim yang ambisius yang berbasis pada hutan dan lahan dapat diandalkan dan sangat mungkin untuk dilaksanakan di berbagai tempat.(*)
Penanggung jawab berita :
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK
Djati Witjaksono Hadi -081977933330