Dientry oleh Risda Hutagalung - 21 December, 2019 - 1361 klik
Dukung KLHS Ibu Kota Negara Baru, BLI KLHK Paparkan Hasil Kajian dan Rekomendasi

BLI (Jakarta, Desember 2019) _Sebagai bentuk dukungannya dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Ibu Kota Negara (IKN) baru, Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan beberapa rekomendasi terkait aspek ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi. Pada konferensi pers KLHK di Media Center KLHK, Jakarta, Jumat (20/12/2019) rekomendasi para peneliti tersebut dipaparkan Kepala BLI, Dr. Agus Justianto. 

 

Aspek Ekologi

Terkait ekologi, BLI merekomendasikan agar perubahan fungsi mempertimbangkan areal yang teridentifikasi memiliki NKT (Nilai Konservasi Tinggi) dan menjadi tempat hidup jenis-jenis flora dan fauna yang perlu dilindungi dan dipertahankan kelangsungan hidupnya. Keberadaan ekosistem hutan karst dengan luasan sekitar 558 ha perlu untuk dijaga dan dipertahankan.

“Hasil kajian menunjukkan, areal IKN baru tersebut masih saling tersambung (ketersediaan koridor satwa) dengan areal kawasan hutan alam yang berdekatan, yaitu Gunung Parung disambungkan dengan KPPN dan KL mendekati areal hutan alam produksi di PT. ITCI KU,” ujar Agus.

Selain itu, jelas Agus, areal kajian yang dimohon untuk diubah fungsi dari HP menjadi HPK bisa diberikan dengan rekomendasi bahwa areal yang sudah didelineasi oleh perusahaan menjadi kawasan lindung dan konservasi termasuk yang memiliki nilai konservasi tinggi berdasarkan kajian HCVF tetap dipertahankan.

“Pertimbangannya untuk mendukung keanekaragaman hayati dan ekosistem asli setempat serta menjamin kelangsungan hidup organisma/makhluk hidup yang ada diatasnya sebagaimana tertera dalam UU 5 tahun 1990 yang merupakan ratifikasi dari Konvensi Internasional tentang Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD),” jelas Agus.

Terkait rekomendasi ini, sebelumnya Agus menyampaikan gambaran umum dari data primer dan sekunder yang dikumpulkan peneliti BLI. Disebutkan bahwa bentang alam kawasan hutan lokasi IKN baru merupakan hutan sekunder produktif sebagai hutan tanaman dan sebagian lainnya merupakan areal lindung yang memiliki nilai konservasi tinggi untuk mendukung keanekaragamanhayati dan ekosistem alami. 

“Ekosistem alaminya merupakan ekosistem hutan hujan dipterokarpa dataran rendah/dataran tinggi dan ekosistem hutan karst yang saat ini berupa hutan sekunder dan mampu mendukung biodiversitas flora dan fauna lokal,” ujar Agus kepada awak media cetak, daring dan elektronik (televisi) yang hadir.

Dari aspek konservasi, disampaikan bahwa beberapa jenis flora yang dicatat oleh PT. IHM memiliki status dilindungi baik oleh peraturan pemerintah (PP No. 2016 tahun 2018), CITES dan berdasarkan IUCN Red List (2019) serta menjadi ciri khas ekosistem hutan tropis Kalimantan seperti Shorea spp., Eusideroxylon zwagerii, Aquilaria malaccensis, Dryobalanops beccarii., dan Agathis sp.

Jenis jenis flora yang dilindungi dan terancam punah sebagain besar berada di kawasan lindung (trutama Gn Parung dan areal hutan berbukit), Daerah Perlindungan Satwa Liar (DPSL) dan sempadan sungai serta areal hasil delineasi kajian HCVF.

Sementara tentang fauna, berdasarkan data sekunder yang diperoleh, ada 79 jenis yang tercatat berada dalam kawasan PT. IHM terdiri dari 25 jenis mamalia, 42 jenis burung, dan 12 jenis reptil.  Masing masing memiliki status konservasi berdasarkan IUCN Red Data List 2019, CITES dan PP 106 Tahun 2018.

 

Aspek Sosial, Budaya dan Ekonomi

Terkait aspek sosial, budaya dan ekonomi, Peneliti BLI merekomendasikan beberapa hal, diantaranya perlu dicarikan alternatif sumber penghidupan lain bagi masyarakat terdampak IKN baru. Hal ini perlu mengingat adanya kekhawatiran masyarakat yang bekerja di perusahaan PT. IHM akan kehilangan pekerjaannya sebagai dampak sosial yang muncul.

“Masyarakat terdampak juga mengharapkan apabila terjadi perubahan fungsi kawasan hutan, masih membuka peluang ekonomi bagi mereka untuk terlibat dalam berbagai program dan kegiatan terkait perubahan fungsi tersebut,” ujar Agus.

Selain itu, proses pengurusan TORA di Desa Karang Jinawi harus segera diproses atas rekomendasi Gubernur Kaltim dan diusulkan untuk ditetapkan oleh Menteri LHK karena proses validasi dan verifikasi sudah sejak lama selesai (± 1,5 tahun) sehingga tidak menimbulkan kesan dan prasangka masyarakat terkait proses birokrasi yang berbelit-belit.

 

Konsep Forest Smart City

Terkait konsep Forest Smart City yang diusung pemerintah, BLI merekomendasikan pentingnya kriteria pengamanan lingkungan yang jelas di IKN baru ini. Mempertahankan keberadaan hutan minimal 50% dan 50% untuk pembangunan kota IKN adalah salah satu rekomendasi peneliti BLI.

“Pembangunan kota dan fasilitas umum di IKN juga harus mengacu kepada prinsip kota hijau (green city) dan kota cerdas (smart city). Bangunan kantor dan pelayanan publik harus menggunakan prinsip bangunan ramah lingkungan (green building), serta alat dan moda transportasinya harus yang ramah lingkungan dan bebas polusi (green and smokeless transporation mode),” ujar Agus.

 

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 

Bersama Kepala BLI, pada konferensi pers yang dipandu Kepala Biro Humas KLHK ini juga hadir Inspektur Jenderal KLHK, Laksmi Wijayanti dan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK. Pada kesempatan ini dijelaskan progress KLHS yang akan menjadi acuan bagi Bappenas dalam menyusun master plan calon IKN baru tersebut. 

Ada 7 poin penting yang disampaikan Irjen KLHK, diantaranya kekayaan biodiversitas lokasi calon IKN baru ini akan menjadi fitur utama dalam konsep kota modern berbasis lingkungan ekosistem hujan tropis khas Kalimantan. 

“Kami akan memastikan semua sustainable. Kajian kami sudah memastikan, sekitar 40% arealnya adalah green area karena merupakan habitat keanekaragaman hayati,” ujar Laksmi. Untuk menjaga sustainable nya, salah satunya IKN akan berbasis efisiensi penggunaan air menggunakan teknologi penggunaan air terbaru.

“KLHK akan menjadikan IKN baru ini sebagai pintu masuk percepatan revitalisasi tata kelola hutan dan pengembangan keanekaragaman hayati, maupun pengembangan ekonomi berbasis jasa lingkungan, termasuk karbon. Itu adalah bagian dari bagaimana strategi rekomendasi KLHS menjadi dasar bagi kelanjutan pemerintah untuk melakukan visibility study dan menyusun masterplan yang akan dimulai awal 2020,” pungkas Laksmi Wijayanti.***RH

Penulis : Risda Hutagalung