Dientry oleh Dyah Puspasari - 24 January, 2020 - 1522 klik
Geronggang, Jenis Lokal Potensial Bumi Lancang Kuning

BP2TSTH (Kuok, Januari 2020)_Akhir-akhir ini, pohon geronggang (Cratoxylon arborescens) ramai diperbincangkan. Geronggang merupakan salah satu jenis asli ekosistem hutan Indonesia yang dapat tumbuh dengan baik di lahan gambut. Jenis ini memiliki banyak kegunaan dan potensial dikembangkan dalam bentuk hutan tanaman industri maupun hutan rakyat. Menyambut antusiasme pada jenis tersebut, Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) Kuok mempublikasikan hasil-hasil riset geronggang dalam Buku Bunga Rampai “Geronggang, Jenis Lokal Potenisial Bumi Lancang Kuning” pada akhir tahun 2019 lalu. 

“Beberapa penelitian telah menunjukkan jenis ini memiliki karakteristik serat kayu yang baik untuk bahan baku pulp dan kayunya telah sejak lama digunakan untuk kayu pertukangan di beberapa daerah di Indonesia,”ungkap Junaedi, peneliti di BP2TSTH Kuok, salah satu penulis artikel dalam buku geronggang tersebut.

Lebih lanjut Junaedi menjelaskan bahwa geronggang juga mempunyai manfaat ekologi yang besar. Jenis ini berpotensi mengurangi risiko terjadinya kebakaran hutan di lahan gambut. 

“Kemudian kaitannya dengan upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan, geronggang termasuk jenis pohon dengan tingkat kerentanan terhadap kebakaran yang relatif lebih rendah dibandingkan jenis pohon lainnya karena mempunyai nilai kalor terendah yakni sekitar 16 kJ/g dan tegakan geronggang mampu menjaga kelembaban lahan gambut,”lanjut Junaedi. 

Terkait aspek industri, Yeni Aprianis, peneliti teknologi hasil hutan BP2TSTH memaparkan bahwa dengan kualitas bahan baku pulp yang dimiliki geronggang dan kemampuan tumbuhnya di lahan gambut, menjadikan jenis ini berpotensi sebagai alternatif bahan baku pulp pada HTI. 

“Hal ini menjadi suatu yang menarik bagi industri pulp dan kertas karena geronggang ini dapat tumbuh di lahan gambut sehingga dapat menjadi substitusi bagi jenis Acacia crassicarpa yang selama ini menjadi andalan HTI pulp di lahan gambut namun memiliki berbagai permasalahan seperti tingginya mortalitas dan tingkat kerobohannya yang juga tinggi,”kata Yeni. 

Tanaman geronggang telah sejak lama dimanfaatkan masyarakat Bengkalis, Provinsi Riau untuk berbagai keperluan seperti konstruksi ringan, kayu cerocok, bahan bangunan, termasuk sebagai sumber pakan lebah madu dan bahan obat tradisional. 

Opik Taupik Akbar mengungkapkan bahwa geronggang telah dimanfaatkan sebagai tanaman biofarmaka dengan mengambil bagian daun, kulit kayu, dan akar untuk pengobatan. Secara tradisional tanaman ini telah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit oleh sebagian masyarakat di Malaysia, Burma Selatan, Sumatera, dan Kalimantan. 

“Pemanfaatan geronggang di bidang kesehatan dapat diketahui dari beberapa hasil penelitian, diantaranya sebagai obat maag, obat kanker, anti HIV, obat tumor, obat leukemia dan anti inflamasi serta geronggang juga mengandung antioksidan yang baik,” jelas Opik. 

Melalui penelitian terbaru BP2TSH Kuok, diketahui jenis ini berpeluang dikembangkan sebagai material maju berbasis nanoteknologi. “Karakter dan kualitas kayunya memungkinkan untuk lebih lanjut dikaji potensinya sebagai bahan baku produk hasil hutan maju lainnya seperti komposit kayu dan produk nanocellulose,”jelas Eka Novrianti. 

“Geronggang termasuk kayu dengan kekuatan rendah dan tidak awet, namun dengan investasi nanoteknologi, propertis kayu yang lemah ini dapat ditingkatkan, misalnya dengan impregnasi nanopartikel untuk memperbaiki stabilitas dimensi, keawetan dan daya tahan bakarnya, selain itu juga berpotensi sebagai bahan baku untuk nanomaterial,”lanjut Eka. 

Masyarakat Bengkalis saat ini sudah banyak mengusahakan tanaman geronggang. Analisis finansial terkait pengusahaan geronggang perlu dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih riil tentang potensi ekonomi geronggang. “Nilai harapan lahan pengusahaan geronggang sangat menjanjikan bila dibandingkan dengan karet, sagu dan sawit, terlebih geronggang juga memiliki fungsi ekologi yang sangat sesuai dengan lahan gambut di Bengkalis,” papar Hery Kurniawan dan Enggar. 

Masyarakat Bengkalis, menurut Kurniawan dan Enggar, telah lama mengenal dan memanfaatkan geronggang dengan tetap memperhatikan kelestariannya. Kearifan lokal yang telah lama dipraktekkan diantaranya adalah menjaga anakan geronggang yang ada di alam, serta merawat geronggang yang tumbuh di pekarangannya. Kayu geronggang memang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat di Bengkalis karena memiliki fungsi yang sangat luas termasuk sebagai fungsi adat dan budaya.*(PK) 

Bagaimana #SahabatInovasi ,tertarik mengetahui lebih detail tentang geronggang? Silakan unduh bukunya pada tautan ini.

Informasi lebih lanjut hubungi:

Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) Kuok
Jalan Raya Bangkinang Kuok Km. 9, Bangkinang, Riau 28294
http://www.balithut-kuok.org

Penulis : Priyo Kusumedi