SEKILAS INFO
- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
BP2LHK Banjarbaru -
22 July, 2020 -
934 klik
Pentingnya Pengembangan Ekonomi Kreatif Lahan Rawa Gambut Berbasis Paludikultur
" Di era milenial saat ini, adalah hal penting mengembangkan hasil dari paludikultur dalam bentuk ekonomi kreatif. Hasilnya tentu saja berupa produk-produk yang sarat dengan kreativitas dan diperlukan oleh pasar. "
[FORDA] _Paludikultur bukanlah konsep baru dalam pengelolaan gambut di Indonesia. Paludikultur telah dilakukan masyarakat Indonesia dalam berbagai varian bentuk. Di era milenial saat ini, adalah hal penting mengembangkan hasil dari paludikultur dalam bentuk ekonomi kreatif. Hasilnya tentu saja berupa produk-produk yang sarat dengan kreativitas dan diperlukan oleh pasar.
Hal ini diungkapkan Marinus Kristiadi Harun, S.Hut, M.Si, peneliti Balai Litbang LHK (BP2LHK) Banjarbaru dalam presentasinya pada webinar bertajuk “Riset, Inovasi dan Strategi Pengembangan Paludikultur di Era New Normal” yang digelar PaludiFor dan Yayasan Lahan Basah, Kamis (9/7/2020) lalu.
“Ekonomi kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama. Konsep ini biasanya akan didukung dengan keberadaan industri kreatif yang menjadi pengejawantahannya,” ujar Marinus.
Untuk mendorong kegiatan ekonomi masyarakat berbasis paludikultur, menurutnya peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) menjadi sangat penting. BUMDES menjadi wadah penerapan Green Circular Economy Concept.
“Langkah selanjutnya yaitu membuat masyarakat memahami kondisi sekitarnya dan mendorong untuk berdaya dan mandiri secara lokal, semua itu menjadi kunci utama konsep ini,” tegas Marinus dalam paparannya.
Apa saja berbagai ide kreatif pengembangan paludikultur oleh masyarakat, Marinus mencontohkan peternakan bebek/kambing/sapi secara terpadu, pemanfaatan limbah organik untuk menjadi pupuk organik dan compost block, budidaya lebah, burung walet, ikan hias, pembuatan silase (pakan ternak yang difermentasi), pemanfaatan serat nanas, pembuatan pelet ikan dan albumin dari ikan rawa.
Konsep kreatif lainnya yaitu pemanfaatan purun sebagai bahan anyaman, sedotan, dan bahan makanan, pemanfaatan teratai untuk bahan tepung dan bahan piring ramah lingkungan, hingga ekowisata kunang-kunang, dan susur sungai.
“Intinya saya pribadi sebagai peneliti akan terus memberikan contoh ide kreatif kepada masyarakat. Harapannya ke depan, masyarakat dapat memunculkan ide-ide kreatif lainnya yang dihasilkan dari lingkungan sekitar mereka,” pungkas Marinus mengakhiri presentasinya.
Turut hadir sebagai narasumber, Ir. Bastoni MSi, peneliti Balai Litbang LHK Palembang berbagi materi “Paludikultur dengan Pendekatan Agrosilvofishery untuk Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis KHG”. Narasumber lainnya, Muhammad Varih Sovy M.Sc. (Winrock International, anggota PaludiFor) berbagi tema "Strategi pengembangan paludikultur untuk kedaulatan pangan dan restorasi gambut di Era New Normal".
Sebagai informasi, acara webinar yang diawali dengan pidato kunci Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) ini dipandu oleh Sekretaris PaludiFor sekaligus Manager Konservasi dan Restorasi di Yayasan Lahan Basah/Wetlands International Indonesia, Iwan Tri Cahyo Wibisono.***