Dientry oleh BP2TSTH Kuok - 23 December, 2020 - 695 klik
Enkapsulasi Flavonoid Daun Gaharu

" Senyawa yang terkandung di daun gaharu yaitu flavonoid, glikosida, tannin, dan steroid/triterpenoid dan lain sebagainya. Hasil penelitian Cheng dan Wang (2009) menyebutkan bahwa senyawa flavonoid bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena adanya gugus hidroksil yang dikandungnya mendonorkan hydrogen kepada radikal bebas "

Oleh: Agus Wahyudi dan Fras Setiawan

Peneliti Teknologi Ilmu Kayu dan Teknologi Hasil Hutan- Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan

Indonesia memiliki pohon penghasil gaharu yang beragam. Ada sekitar 26 jenis tumbuhan yang masuk dalam tujuh marga pohon penghasil gaharu tumbuh di hutan alam yaitu Aetoxylon, Aquilaria, Enkleia, Gonystylus, Gyrinops, Phaleria dan Wikstroemia. Pohon penghasil gaharu yang utama atau paling potensial berasal dari famili Thymelaeaceae yang umumnya tumbuh di Indonesia bagian Barat, yaitu Sumatera dan Kalimantan. Beberapa spesies juga tersebar di Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua (Mulyaningsih dan Yamada, 2007).

Hasil penelitian Mega dan Swastini (2010) menyebutkan bahwa selain gubal, potensi lain dari pohon penghasil gaharu ini adalah daunnya yang kaya berbagai senyawa yang baik untuk kesehatan tubuh, salah satunya flavonoid. Jika dikembangkan potensi ini tentu saja akan berimplikasi pada konservasi jenis-jenis pohon penghasil gaharu yang ada.

Seperti diketahui, jenis Aquilaria spp., jenis penghasil gaharu yang paling banyak dimanfaatkan mulai sulit ditemukan. Redlist IUCN 2004 menetapkan status Aquilaria spp. sebagai jenis terancam punah, langka, dan rentan. PP No.7/1999 dan Permenhut No. 447/Kpts-II/2003 juga telah menetapkan Aquilaria spp. sebagai jenis yang dilindungi dan dilarang untuk ditebang.

Secara konvensional daun-daun pohon ini dapat diolah menjadi teh seduh, yang dengan konsep modernisasi dikemas menjadi teh celup. Masyarakat pedesaan telah mengenal khasiat daun gaharu untuk “minuman teh keluarga” secara tradisional dan dikenal sebagai teh herbal. Masyarakat Bangka Tengah secara empiris telah mengkonsumsi teh dari daun gaharu untuk menyegarkan badan, menurunkan kadar gula darah dan kolesterol serta menjadikan badan terasa nyaman dan nyenyak tidur (Kamaluddin et al., 2017).

Produksi daun ini sejatinya dapat dimulai sejak pohon penghasil gaharu berumur dua tahun atau setahun sejak ditanam di lapangan. Potensinya yang melimpah dan senyawa kandungannya yang baik, menjadi latar belakang proses diversifikasi produk dari pohon penghasil gaharu.  

 

Kandungan Senyawa Daun Gaharu 

Senyawa yang terkandung di daun gaharu yaitu flavonoid, glikosida, tannin, dan steroid/triterpenoid dan lain sebagainya. Hasil penelitian Cheng dan Wang (2009) menyebutkan bahwa senyawa flavonoid bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena adanya gugus hidroksil yang dikandungnya mendonorkan hydrogen kepada radikal bebas. Kondisi ini secara teoretis disebut mampu menjadi penetralisir radikal bebas melalui skema donor elektron.

Potensi inilah yang menjadi dasar pengolahan daun pohon penghasil gaharu menjadi serbuk dan dikemas secara enkapsulasi. Proses ini diupayakan untuk memastikan optimalisasi fungsinya bagi tubuh.

 

Proses Enkapsulasi Flavonoid Daun Gaharu

Peneliti Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) telah melakukan pengolahan daun pohon penghasil gaharu menjadi serbuk simplisia dan dikemas secara enkapsulasi. Daun gaharu dipetik dari jenis pohon Aquilaria malaccensis yang ditanam di arboretum BP2TSTH Kuok. Daun-daun tersebut kemudian disterilkan dengan air mengalir dan dikeringkan sampai rapuh. Pembuatan serbuk simplisia daun gaharu dilakukan dengan alat blender kemudian disaring dengan saringan ukuran 100 mesh.

Proses pembuatan enkapsulasi flavonoid gaharu dilakukan dengan memasukkan serbuk simplisia daun gaharu ke dalam kapsul. Komposisinya per kapsul ± 2 gram simplisia daun gaharu murni, dengan kadar kehalusan simplisia lolos 100 mesh dan kadar air 5-7%. Hal ini harus diperhatikan untuk menjaga keawetan produk dan memudahkan penyerapannya oleh tubuh.

Selain memudahkan untuk dikonsumsi, keunggulan dari produk enkapsulasi ini diasumsikan juga dapat memaksimalkan penyerapan flavonoid oleh tubuh. Produk ini dapat dilakukan oleh semua orang, hanya saja harus memperhatikan kesterilan dan kebersihan bahan dan peralatan dalam proses pembuatannya.   

 

Kelayakan Usaha

Berdasarkan analisa usaha yang dilakukan BP2TSTH, perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR), pembuatan enkapsulasi flavonoid gaharu sebesar 1,23. Nilai tersebut menunjukkan bahwa produk enkapsulasi flavonoid gaharu layak untuk menjadi sebuah usaha secara ekonomi.

Usaha ini dapat dilakukan dalam skala rumah tangga dengan melibatkan ibu-ibu rumah tangga dalam kegiatan divesifikasi produk gaharu, khususnya pemanfaatan daun gaharu.

Dukungan bahan baku yang berkualitas dan berkesinambungan tentunya berperan penting dalam siklus produksi agar dapat berjalan dengan efisien. Pada aspek ongkos produksi tentunya akan bersifat fluktuatif, yang akan menyesuaikan dengan kecakapan pelaku usaha dan komposisi input teknologi yang digunakan.

Teknologi packaging secara tidak langsung juga berperan besar dalam menaikkan harga jual. Hal tersebut tercapai dengan tidak mengeliminir kegiatan promosi sebagai penarik minat beli. Di samping itu, modifikasi produk melalui ragam variasi juga turut menciptakan brand produk yang akan diproduksi. 

Pohon penghasil gaharu kini layaknya komoditi dengan segudang manfaat. Pemanfaatannya secara ekologis untuk reforestasi dapat dipadupadankan dengan upaya kemitraan bersama masyarakat di sekitar hutan. Hadirnya varian herbal melalui enkapsulasi flavonoid gaharu memberikan nilai tambah dan mendorong nilai ekonomi pohon penghasil gaharu itu sendiri.*** 

Informasi teknis silakan hubungi: agus.kuok@gmail.com  

Penulis : Frasetiawan, Agus Wahyudi dan Eko Sutrisno
Editor : Risda Hutagalung