Dientry oleh Risda Hutagalung - 04 January, 2021 - 740 klik
Dua Strategi untuk Wujudkan Lahan Gambut Produktif Berkelanjutan

" Tantangan pengembangan food estate saat ini tidak hanya untuk produksi pangan yang berkelanjutan, namun juga agar tidak mengulangi kegagalan sebelumnya. Apalagi pemerintah sudah menggarisbawahi bahwa pemulihan ekosistem gambut merupakan syarat utama pengembangan program pangan di lahan eks PLG dengan konsep food estate di Provinsi Kalimantan Tengah tersebut "

[FORDA] _Untuk mendukung suksesnya agenda food estate Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  di lahan gambut, Badan Litbang dan Inovasi (BLI) bersama para mitra dari perguruan tinggi merekomendasikan dua strategi utama. Kedua strategi ini, apabila diimplementasikan secara terintegrasi, diyakini dapat berkontribusi pada upaya pemulihan ekosistem gambut, sehingga akan mampu mewujudkan lahan gambut produktif berkelanjutan.

Strategi pertama adalah menerapkan multi-sistem silvikultur pada lanskap gambut dalam satu Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Multi sistem silvikultur yang dapat diterapkan di lahan gambut adalah sistem monokultur, paludikultur, agroforestri, silvofisheri, silvopastura, pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan lain-lain.

Implementasi multi-sistem silvikultur tersebut tentunya harus menyesuaikan dengan tipologi dan fisiografi lahan gambut di tingkat tapak dengan mengacu pada kondisi ekosistem di tingkat KHG yang dipersyaratkan. Selain kesesuaian dengan kondisi ekologi, kesesuaian dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat juga harus menjadi pertimbangan utama agar multi-sistem silvikultur dapat diimplementasikan dengan baik. Kesukaan masyarakat pada jenis tertentu, sistem budi daya, pemasaran, dan aturan-aturan lokal yang masih berlaku, adalah beberapa faktor sosial budaya yang memegang peran penting.

Strategi kedua adalah penerapan multi usaha yang terintegrasi dengan karakteristik tipologi, fisiografi, dan sosial budaya tersebut. Dalam menentukan kegiatan multi usaha di lahan gambut, aspek tipologi menjadi filter utama.  Misalnya pada zona kubah gambut kawasan hutan yang belum ada intervensi masyarakat, maka multi usaha yang dikembangkan harus berprioritas pada fungsi ekologi, baru menyusul fungsi sosial dan ekonomi. Sebaliknya, pada zona kubah gambut, kawasan hutan yang sudah ada intervensi masyarakat harus mempriorotaskan pada fungsi sosial, diikuti fungsi ekonomi dan ekologi. Usaha-usaha yang dapat dikembangkan sangat banyak, mulai berbasis produk, jasa air, wisata alam, bahkan jasa penyerapan karbon.

Kedua strategi utama tersebut mengemuka dari formulasi rumusan Webinar Nasional “Kajian Kubah Gambut dan Penerapan Metode Paludikultur dalam Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambut”, yang dilaksanakan baru-baru ini di Jakarta. Kajian ini sangat penting, mengingat lokasi food estate tersebut berada di lahan eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) sejuta hektar tahun 1995 silam, yang berakhir dengan kegagalan dan meninggalkan kerusakan ekosistem gambut.

Karenanya, tantangan pengembangan food estate saat ini tidak hanya untuk produksi pangan yang berkelanjutan, namun juga agar tidak mengulangi kegagalan sebelumnya. Apalagi pemerintah sudah menggarisbawahi bahwa pemulihan ekosistem gambut merupakan syarat utama pengembangan program pangan di lahan eks PLG dengan konsep food estate di Provinsi Kalimantan Tengah tersebut.

Food estate merupakan program strategis nasional dalam kerangka pemulihan ekonomi nasional (PEN), untuk mendukung ketahanan pangan nasional. KLHK berkontribusi aktif mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN), salah satunya dengan penyediaan kawasan hutan dan memberikan dukungan Iptek dan inovasi untuk pembangunan food estate tersebut.

Urgensi food estate ini menurut Wakil Menteri LHK, Dr. Alue Dohong, terkait dengan jumlah angka kelaparan yang diperkirakan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa akan naik akibat berbagai keterbatasan selama Pandemi Covid-19. “Untuk itu, Pemerintah Indonesia saat ini tengah berupaya mencari sumber-sumber pangan alternatif dengan memanfaatkan lahan gambut sebagai medium untuk pengembangannya,” ungkap Wamen dalam keynote speech nya pada Webinar Nasional Kajian Kubah Gambut tersebut.

 

Litbang Berperan Strategis

Menyambut baik kajian yang dilakukan Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK bersama perguruan tinggi tersebut, Wamen Alue berharap hasil-hasil yang dipaparkan pada webinar tersebut, dapat menyukseskan program food estate di Kalimantan Tengah. Menurutnya, penelitian dan pengembangan (litbang) memainkan peran strategis dalam program food estate yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di lahan gambut Kalimantan Tengah (Kalteng).

“Saya ingin ini bukan penelitian biasa, tetapi riset terapan, yang bisa kita pakai. Kenapa kita lakukan riset melalui Pemulihan Ekonomi Nasional ini, karena harapannya nanti hasil-hasil riset ini menjadi pendukung yang scientific based untuk menyukseskan food estate di Kalteng,” ujar Wamen Alue di hadapan sekitar 430 orang peserta webinar dari berbagai kalangan.

Baginya, kajian ini memperkaya kajian-kajian yang pernah dilakukan sebelumnya di sana. Dijelaskannya, pada kawasan eks PLG 1 juta hektar ini, secara umum kajian tidak dimulai dari nol lagi. Sudah ada banyak kebijakan, perencanaan, dan kelembagaan sosial sebagai modal yang dimiliki daerah ini.

“Banyak kajian yang telah dilaksanakan di eks PLG ini. Semua knowledge based, scientific based ini kita ramu dalam rangka wajah baru pengelolaan pangan di eks PLG, termasuk yang dikerjakan BLI bekerja sama dengan perguruan tinggi lewat 10 riset yang dilakukan,” lanjutnya.

Wamen Alue mencontohkan bahwa pengelolaan gambut harusnya lebih banyak waterbased atau berbasis air dan berbasis jasa lingkungan berupa air, karbon, dan ekowisata. Landbased atau berbasis lahan juga boleh dan penting, salah satunya dengan metode paludikultur. Namun menurutnya defenisi paludikultur harus diluruskan terlebih dahulu.

“Intinya kita ingin membudidayakan tanaman di lahan gambut, bisa tumbuh dengan baik dalam kondisi gambut basah dan lembab, bukan dikeringkan (minimum drainase),” ujarnya.

“Paludikultur ini, disamping untuk memperkuat ketahanan pangan kita melalui budidaya penganekaragaman pangan, ada aspek lain juga yaitu supaya gambut kita tidak hilang, mencegah drainase, mencegah kebakaran, dan lain-lain,” tambahnya.

Dalam pengelolaan gambut, disamping aspek regulasi, juga penting berbasis Iptek (science based). ini tidak semata-mata didominasi dari global thinking, global scientific efidence tapi bisa juga digali dari local wisdom (kearifan lokal). Ini banyak terdapat di Kalteng, pada masyarakat Dayak dan suku Banjar. Mereka punya kearifan lokal dalam mengelola gambut secara arif dan bijaksana.

“Ini yang kita gali. Kearifan lokal ini penting dalam keberhasilan food estate yang akan kita capai di Kalteng dan di tempat lain,” ujar Wamen.

Terkait itu, Wamen Alue berharap ke depan, center of excellence (CoE) pengelolaan gambut tropis bisa dibangun di Kalteng dan dikelola Universitas Palangkaraya selaku hostnya. CoE akan menjadi tempat untuk sharing hasil penelitian tentang ekosistem gambut sekaligus menjadi pusat informasi bagi masyarakat. Pembangunannya akan memberikan banyak manfaat bagi pengelolaan gambut di Indonesia.

“Peneliti dari mana saja bisa meneliti ke sana. Orang mau tahu tentang Food Estate, kearifan lokal, terkait cara mengelola gambut, bisa datang ke sana. Ketika masyarakat ingin tahu tentang knowledge, scientific ekosistem gambut, bisa datang ke sana. Ada lapangan untuk melihat, belajar dan praktik di sana,” harap Wamen Alue.

Di akhir acara, Wamen Alue berterima kasih atas kontribusi perguruan tinggi yang terlibat dalam kegiatan penelitian ini. “Semoga upaya pengelolaan gambut kita, bukan saja aspek budidaya, tapi juga aspek konservasinya dapat mendukung program pemerintah dalam menyukseskan kegiatan food estate di Kalteng,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Dr. Agus Justianto dalam keynote speech nya menyampaikan perlunya pola-pola budidaya yang ramah gambut diadopsi oleh masyarakat menggantikan pola pemanfaatan yang eksploitatif terhadap sumber daya alam gambut. Salah satunya dengan paludikultur, yang merupakan implementasi dari “ekonomi hijau (green economy)” atau “ekonomi amanah (responsible economy)”.

Menurutnya, keberlanjutan paludikultur memerlukan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut, baik di areal penggunaan lain (lahan milik) maupun di kawasan hutan (skema perhutanan sosial).

“Kearifan lokal dan praktik-praktik paludikultur yang sudah berkembang luas di masyarakat perlu tetap dipertahankan dan dikembangkan, salah satunya melalui dukungan kajian riset litbang dan mitra perguruan tinggi,” kata Agus yang mengapresiasi para pelaksana kegiatan kajian ini, yang dalam waktu yang cukup singkat, kurang lebih tiga bulan, dapat memenuhi target output yang direncanakan.

Kajian tersebut terbagi ke dalam 10 sub judul kegiatan kajian dan 1 judul pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Judul kajian tersebut yaitu Kajian Implementasi Model Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat; Kajian Konektivitas Sistem Lindung dan Budidaya Gambut Berkelanjutan; Kajian Implementasi Multisistem Silvikultur Menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan; Kajian Model Bisnis Ketahanan Pangan dalam Mendukung Pengelolaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah; dan Strategi Penerapan Teknik Budidaya Gambut Berkelanjutan (Paludikultur) oleh Masyarakat.

Kajian lainnya yaitu Kajian Strategi Konservasi Biodiversitas Ekosistem Gambut; Implementasi Iptek Arang Terpadu dalam Pengembangan Sistem Budidaya Gambut oleh Masyarakat Untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangan dan Sumber Pendapatan Alternatif; Kajian Pengembangan Wisata Tradisional Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Gambut; Kajian Pengelolaan Tata Air Lahan Gambut secara Lanskap dalam Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG); Kajian Aspek Lingkungan Restorasi dan Rehabilitasi Kubah Gambut.

Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh BLI KLHK bersama dengan mitra dari 5 perguruan tinggi, yaitu Universitas Palangkaraya, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Tanjung Pura dan Universitas Lambung Mangkurat.***

Acara dapat dilihat kembali di kanal YouTube Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK pada link berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=2uI6pQjLX1k&t=4072s

Materi dapat diunduh di http://bit.ly/MateriWebNasPENBLI

 

Penulis: Risda Hutagalung

Editor: Dyah Puspasari dan Krisdianto

Penulis : Risda Hutagalung
Editor : Dyah Puspasari and Krisdianto