Dientry oleh Dyah Puspasari - 12 January, 2021 - 2382 klik
2021, Agenda Baru Perlindungan Mangrove Dunia

" 2021, perlindungan mangrove dunia memasuki agenda baru. Pemerintah Jerman dan Republik Indonesia telah menandatangani perjanjian kerja sama keuangan berbentuk hibah senilai EUR 20 juta untuk Program Perlindungan Hutan Mangrove termasuk Pembentukan World Mangrove Center di Indonesia. "

[FORDA] _2021, perlindungan mangrove dunia memasuki agenda baru. Pemerintah Jerman dan Republik Indonesia telah menandatangani perjanjian kerja sama keuangan berbentuk hibah senilai EUR 20 juta untuk Program Perlindungan Hutan Mangrove termasuk Pembentukan Pusat Mangrove Dunia (World Mangrove Center, WMC) di Indonesia.  Hal ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, dalam Rapat Koordinasi Pengelolaan Mangrove Nasional yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, secara virtual, Senin (11/1).  

Menteri Siti menjelaskan bahwa perjanjian tersebut tertuang dalam dokumen Grand Agreement (GA) dan Separate Agreement (SA) Project Forest Programme (FP) VI "Protection of Mangrove Forest".  Proyek ini akan berlangsung selama 8 tahun dengan tujuan untuk mendukung perlindungan dan restorasi  hutan mangrove di lokasi percontohan melalui pengelolaan yang berkelanjutan secara sosial, ekologi dan ekonomi oleh instansi kehutanan dan masyarakat. Lokasi proyek terletak di Suaka Margasatwa (SM) Karang Gading, Sumatra Utara; Delta Mahakam dan Berau , Kalimantan Timur; serta Kota Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.  

Penandatangan perjanjian dilakukan secara desk to desk oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Lucky Alfirman; Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono; dan Wakil Direktur Bank Pembangunan Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) Office Jakarta, Jens Wirth, di Jakarta, pada 22 Desember 2020. 

Dalam pelaksanaannya, mengacu pada dokumen SA FP VI, Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSI LHK) akan bertindak sebagai Badan Pelaksana Proyek (Project Executing Agency, PEA). Di tingkat nasional, PEA akan menunjuk perwakilan untuk Unit Manajemen Proyek Nasional (NPMU), sementara di tingkat provinsi akan dibentuk Unit Manajemen Proyek Provinsi (PPMU). 

Di tingkat kabupaten, proyek akan dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Proyek (PIU). PIU di SM Karang Gading, adalah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara. Sementara PIU di Kalimantan Timur adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Delta Mahakam/KPHP Berau, dan PIU di Papua Barat adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kota Sorong dan KPHL Sorong Selatan. 

Output proyek mencakup 5 aspek yakni 1) konservasi, restorasi dan pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan; 2) pemberdayaan masyarakat dan mata pencaharian; 3) perencanaan tata ruang, kebijakan dan advokasi; 4) riset terapan dan pengembangan yang inovatif; serta 5) pembentukan World Mangrove Centre (WMC). 

Proyek ini diinisiasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI), Badan Litbang dan Inovasi (BLI) pada 2017 silam. Melalui sebuah Concept Note FP VI bertema “Innovation of Mangrove Ecosystem Management Unit to Support Community Livelihood and Climate Change Mitigation”, P3SEKPI BLI mempresentasikan gagasannya kepada pihak Kwf di Jakarta. Selama 3 tahun terakhir, P3SEKPI BLI bersama para pihak telah mempersiapkan rencana kerjasama dengan Kfw ini.  

Rehabilitasi Mangrove Secara Kolaboratif 

Pemerintah berkomitmen untuk mengimplementasikan secara nyata pemulihan dan perlindungan mangrove.  Menteri Siti menyampaikan bahwa dari seluas 637 ribu hektar lahan kritis mangrove telah direhabilitasi seluas 17 ribu hektar pada 2020, sehingga sasaran indikatif hingga tahun 2024 adalah 620 ribu hektar. 

Untuk mencapai target tersebut, Menteri Siti mengatakan hal pertama yang penting dilakukan yaitu penguatan koordinasi kelembagaan baik di tingkat nasional, maupun antar strata pemerintahan. Agenda-agenda perluasan aspek anggaran melalui kerjasama internasional dalam bentuk hibah akan disinergikan lintas K/L. Saat ini sudah ada kerjasama Kwf antara Jerman dan KLHK senilai EUR 20 juta, dengan kegiatan diantaranya riset dan kajian terapan, serta pembangunan World Mangrove Center. Selain itu, sedang ada proses dukungan dari World Bank melalui Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) yang masih dalam pembahasan bersama Bappenas senilai lebih dari 200 juta USD. 

"Melalui agenda-agenda tersebut, upaya sinergis dengan platform multisektor dan multi stakeholders yang akan dikembangkan," kata Menteri Siti.

Upaya percepatan implementasi sudah dilakukan pemerintah diantaranya melalui pembentukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). BRGM mempunyai tugas melakukan percepatan rehabilitasi mangrove dengan target luasan 600 ribu hektar di 9 provinsi meliputi Sumatra Utara, Bangka Belitung, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat. 

Menteri Siti menegaskan bahwa target 600 ribu hektar ini merupakan target nasional, sebagaimana tercantum dalam RPJM 2020-2024, sehingga dalam implementasinya tidak dilakukan seluruhnya oleh BRGM, tapi bersama dengan KLHK, Kementerian Kelautan Perikanan, dan juga pemegang izin tambang yang mempunyai kewajiban untuk melakukan rehabilitasi mangrove, serta CSR dunia usaha.

Semua kebijakan terkait mangrove atau dapat mengaitkan mangrove seperti kebijakan permukiman, industri dan dana desa, menurut Menteri Siti akan di reviu.  Termasuk pembaharuan regulasi teknis tentang mangrove (rehabilitasi, perlindungan, konversi, industri arang kayu, dll) dan One Map Mangrove

Riset Terapan dan Pengembangan yang Inovatif 

Dalam pelaksanaan riset terapan dan pengembangan yang inovatif di lokasi proyek terpilih, dokumen SA FP VI tersebut mengatur bahwa BSI KLHK akan bekerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kegiatannya juga mencakup pengujian dan penerapan praktik-praktik terbaik konservasi dan restorasi hutan mangrove untuk mendukung output 1 dan 2, sekaligus melindungi mata pencaharian dan mencegah konflik sosial. 

Selain itu juga dilakukan riset pengukuran baseline cadangan karbon untuk menyempurnakan tingkat emisi referensi hutan (Forest Reference Emission Level, FREL) ekosistem hutan mangrove di berbagai lokasi proyek. Termasuk analisis adaptasi hutan mangrove, studi produtivias nipah untuk masyarakat, studi sosial ekonomi, dan melakukan kerja sama riset dengan mitra internasional. 

Pusat Mangrove Dunia (World Mangrove Center) 

Pembentukan World Mangrove Centre (WMC) merupakan output strategis dari proyek ini. Pemerintah Indonesia merencanakan hutan mangrove dapat menjadi salah satu pilar potensi karbon biru nasional dalam strategi pembangunan rendah karbon nasional. Namun upaya ini membutuhkan rangkaian studi yang lebih mutakhir. Keberadaan WMC diharapkan dapat mendukung agenda nasional ini dengan bertindak sebagai platform multisektor dan multistakeholder. 

WMC di definisikan sebagai pusat kerjasama internasional yang mempromosikan pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan dengan menghubungkan, mengoordinasikan dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di semua tingkatan, sektor, dan lintas negara. 

Proyek juga akan mendukung strategi WMC terutama di bidang prioritas: 1) pembentukan WMC dan operasionalisasinya yang akan mencakup semua kegiatan yang terkait dengan aspek legal dan peresmian  WMC, pelibatan negara-negara  pemilik mangrove di dunia, mempromosikan WMC di komunitas nasional dan internasional; dan 2) pembangunan lokasi  percontohan, pendirian pusat pembelajaran dan lain-lain. Selain itu, aspek-aspek seperti penelitian, pengembangan kapasitas, peningkatan kesadaran, koordinasi pemangku kepentingan, dan dialog kebijakan akan didukung oleh proyek ini.*(DP)

Credit foto:

  1. Hutan Mangrove - Kementerian LHK
  2. Penandatangan Kerjasama Desk to Desk - P3SEKPI
Penulis : Dyah Puspasari
Editor : Yayuk Siswiyanti dan Choirul Akhmad