Dientry oleh BP2LHK Aek Nauli - 10 February, 2021 - 628 klik
Peneliti BLI KLHK, Doktor Orangutan Tapanuli Pertama di Indonesia

" Lahirnya doktor baru di bidang orangutan tapanuli ini diharapkan dapat memotivasi para peneliti muda untuk melakukan berbagai topik riset satwa liar, sebagai bagian dalam menjaga kelestarian lanskap Batangtoru sebagai kekayaan alam yang tersisa di Sumatera Utara "

[FORDA] _Selamat! Peneliti Badan Litbang dan Inovasi (BLI)– Kementerian LHK, Dr. Wanda Kuswanda resmi menjadi Doktor Orangutan Tapanuli pertama di Indonesia. Hal ini diraihnya setelah berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Model Mitigasi Konflik Manusia dan Orangutan Tapanuli pada Lanskap Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan” di hadapan sidang terbuka yang dipimpin oleh Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, dengan predikat Cum Laude (dengan pujian), Selasa (9/2/2021).

Sidang terbuka yang dilaksanakan secara virtual ini turut disaksikan Bupati Tapsel selaku pemangku wilayah riset, Kepala Pusat Litbang Hutan mewakili Kepala BLI KLHK, serta Ketua Program Studi S3 Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana USU, tempat Kuswanda menempuh pendidikannya.

Disertasi yang diselesaikannya di bawah bimbingan Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, dan Prof. Dr. Robert Sibarani ini merupakan satu-satunya penelitian komprehensif tingkat doktoral yang secara khusus meneliti orangutan tapanuli di Indonesia. Melalui program doktoral ini, Kuswanda menghasilkan sebuah model mitigasi konflik manusia-satwa liar dengan pendekatan ekologi, sosial-ekonomi, budaya dan kelembagaan dalam skala lanskap. Hal inilah yang menjadikan Kuswanda saat ini menjadi satu-satunya Doktor Orangutan Tapanuli di Indonesia.

"Lahirnya doktor baru di bidang orangutan tapanuli ini diharapkan dapat memotivasi para peneliti muda untuk melakukan berbagai topik riset satwa liar, sebagai bagian dalam menjaga kelestarian Lanskap Batangtoru sebagai kekayaan alam yang tersisa di Sumatera Utara," ungkap Prof. Dr. Jito Sugarjito, Ahli Orangutan senior dari Universitas Nasional Jakarta, menyambut baik kelulusan ini.

“Orangutan itu adanya di sini, ini adalah kesempatan untuk generasi muda menjadi ahli-ahli di negeri sendiri. Sudah semestinya kita menjadi terdepan untuk mengelola aset bangsa kita, termasuk orangutan,” tambah Prof. Sugarjito.

Terkait gelar barunya tersebut, Kuswanda menegaskan bahwa dirinya sangat tertarik untuk terus meneliti orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang telah menjadi perhatian nasional dan dunia sebagai spesies paling terancam punah dari jenis orangutan lainnya di Indonesia.

"Penelitian terkait orangutan tapanuli sangat dibutuhkan untuk menjadi rujukan strategi dan rencana aksi dalam mengembangkan program konservasi orangutan ke depan yang berbasis data dan informasi ilmiah," ungkap Kuswanda.

Dalam disertasinya, Kuswanda menjelaskan bahwa sebagai spesies yang terancam punah, populasi orangutan tapanuli masih dapat meningkat dengan mitigasi yang tepat dalam menangani konflik manusia dan orangutan. Mitigasi tersebut antara lain dengan memberikan kompensasi dalam bentuk non tunai kepada petani pemilik lahan, pengamanan habitat dan monitoring populasi pada hutan konservasi, membangun koridor melalui pengayaan pakan di lahan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), serta mengembangkan ekonomi alternatif yang tidak membutuhkan lahan yang luas untuk mengurangi pembukaan lahan baru di habitat.

Kuswanda juga memaparkan bahwa populasi orangutan tapanuli terdapat di area seluas 29.192 ha, yaitu di Blok Timur (CA Dolok Sipirok dan daerah penyangganya) dan Blok Barat (Selatan) yang meliputi CA Dolok Sibual-buali dan penyangganya, di Kabupaten Tapanuli Selatan. Diperkirakan kepadatannya 0,41-0,65 individu/km2 dengan total populasi sekitar 155 (121-187) individu.

Dikaitkan dengan hasil kajian daya dukung habitatnya yang dapat mencapai 247 individu, menurutnya  populasi orangutan tapanuli masih dapat meningkat. “Apabila kondisi habitatnya bisa dipertahankan, terutama pohon-pohon yang menjadi makanannya, populasi orangutan tapanuli masih dapat meningkat, meskipun dengan laju pertumbuhan yang lambat,” ujarnya.

Namun banyaknya orangutan tapanuli yang tinggal dan mencari makan di kebun masyarakat di daerah penyangga telah mengakibatkan konflik yang merugikan manusia dan orangutan itu sendiri. Tanaman masyarakat, seperti durian dan petai, sering dikonsumsi terlebih dahulu oleh orangutan sebelum bisa dipanen manusia.

"Akibatnya masyarakat sering mengusir orangutan yang ada di kebunnya terutama saat musim buah, sehingga orangutan bisa menjadi stres bahkan mengakibatkan kematian," papar Kuswanda.

Lebih lanjut, Kuswanda memaparkan bahwa konflik antara manusia dan orangutan tapanuli akan tinggi pada daerah yang banyak ditemukan pohon pakan, aktivitas penebangan, dan rusaknya tanaman masyarakat, seperti di Daerah Bulu Mario, Aek Batang Paya, Aek Nabara sampai daerah Marancar.

"Masyarakat akan mendukung program mitigasi konflik asalkan bermanfaat juga untuk peningkatan sumber ekonomi mereka," tambahnya.

Sebagai informasi, Dr. Wanda Kuswanda mulai meneliti orangutan tapanuli sejak tahun 2003 saat mulai bekerja di Balai Litbang LHK Aek Nauli sampai sekarang. Kuswanda memperoleh gelar S1 pada tahun 2000 pada Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemudian pada tahun 2011 meraih gelar S2 pada Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM).

 

Dukungan Kolaborasi Aktif

Kuswanda juga menyampaikan berbagai macam strategi yang dapat dikembangkan dalam mitigasi konflik, seperti optimalisasi perlindungan hutan konservasi. Pada wilayah KPH disarankan pengayaan tumbuhan pakan, sedangkan pada lahan masyarakat sebaiknya adanya pembangunan koridor, pengembangan ekonomi alternatif dan revitalisasi kearifan lokal.

"Pemberian kompensasi non tunai juga dapat menjadi solusi jangka pendek pada masyarakat yang tanamannya dikonsumsi oleh orangutan dengan kesepakatan mereka tidak mengusir orangutan dari kebunnya," kata Kuswanda.

Namun Kuswanda menilai, mitigasi yang dilaksanakan akan lebih efektif jika ada dukungan dari berbagai pihak untuk berkolaborasi secara aktif. Secara kelembagaan, dalam pelaksanaannya, Kementerian LHK dalam hal ini Balai Besar KSDA Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) harus berkolaborasi dalam penanggulangan konflik orangutan tapanuli.

"Pihak swasta dan LSM dapat menjadi mitra dalam mendukung penganggaran maupun pendampingan pada masyarakat," pungkasnya.***

-----------

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli

Jln. Raya Parapat Km. 10,5 Desa Sibaganding, Kec. Girsang Sipanganbolon, Parapat, Kab. Simalungun, Prov. Sumatera Utara 21174

Email: bpk.aeknauli@gmail.com

Web: http://aeknauli.org

FB: Balitbang LHK Aek Nauli

IG: bp2lhk_aeknauli

Twitter: @bpk_aeknauli

Youtube: BP2LHK AekNauli

Penulis : BP2LHK Aek Nauli
Editor : Risda Hutagalung